Presiden Jokowi Diminta Kaji Kembali Loyalitas Menterinya
A
A
A
JAKARTA - Kabinet Kerja sudah memasuki bulan kesembilan. Namun, konsolidasi pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai belum juga rampung.
Dampak negatifnya, begitu sering muncul permasalahan akibat human error yang dilakukan para menteri. Karena itu, Presiden Jokowi diminta mengaji lagi loyalitas dan kapabilitas para menteri.
"Masyarakat akar rumput sekali pun bisa merasakan pemerintahan sekarang ini belum efektif," kata Bendahara Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo kepada Sindonews, Senin (6/7/2015).
Bambang mengatakan, di usia pemerintahan yang sudah memasuki bulan kesembilan, Presiden Jokowi masih sering melakukan salah ambil kebijakan.
Masalah terakhir yang membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) seperti kecolongan adalah protes komunitas pekerja terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46/2015 tentang tata cara pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
Sebelumnya, papar Bambang, anggota kabinet juga melakukan human error sehingga menyulut kebisingan di ruang publik. Baru-baru ini, seorang menteri bertutur kepada media bahwa ada menteri yang mengejek presiden.
Sebelumnya lagi, Menkumham Yasonna Laoly menjalankan agendanya sendiri dalam merespons sengketa internal Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Bahkan, human error pun terjadi pada komunikasi antara Presiden Jokowi dengan Wapres Jusuf Kalla. Menurut catatan Bambang, sejauh ini ada dua beda pendapat antara Jokowi dan JK.
Pertama, terjadi pada isu tentang organisasi PSSI. Wapres memerintahkan Menpora mencabut surat keputusan pembekuan PSSI. Namun, Presiden Jokowi justru memerintahkan sebaliknya dan meminta Menpora mempertahankan pembekuan PSSI.
Kedua, terjadi pada isu tentang revisi UU KPK. Wapres, Jaksa Agung, serta Menteri Hukum dan HAM setuju UU KPK direvisi, tetapi Presiden Jokowi menolak revisi tersebut.
"Rangkaian human error itu membentuk persepsi negatif di benak publik. Soliditas kabinet belum terbangun sehingga pemerintahan ini belum efektif bekerja."
"Karena itu, bukannya mengada-ada jika ada desakan reshuffle kabinet. Human error di kabinet tidak saja memprihatinkan, namun juga memalukan," imbuhnya.
PILIHAN:
Kembali Salah Teken Perpres, Jokowi Salah Pilih Pembantu
Ceroboh Keluarkan Kebijakan, Cerminkan Kualitas Jokowi
Dampak negatifnya, begitu sering muncul permasalahan akibat human error yang dilakukan para menteri. Karena itu, Presiden Jokowi diminta mengaji lagi loyalitas dan kapabilitas para menteri.
"Masyarakat akar rumput sekali pun bisa merasakan pemerintahan sekarang ini belum efektif," kata Bendahara Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo kepada Sindonews, Senin (6/7/2015).
Bambang mengatakan, di usia pemerintahan yang sudah memasuki bulan kesembilan, Presiden Jokowi masih sering melakukan salah ambil kebijakan.
Masalah terakhir yang membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) seperti kecolongan adalah protes komunitas pekerja terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46/2015 tentang tata cara pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
Sebelumnya, papar Bambang, anggota kabinet juga melakukan human error sehingga menyulut kebisingan di ruang publik. Baru-baru ini, seorang menteri bertutur kepada media bahwa ada menteri yang mengejek presiden.
Sebelumnya lagi, Menkumham Yasonna Laoly menjalankan agendanya sendiri dalam merespons sengketa internal Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Bahkan, human error pun terjadi pada komunikasi antara Presiden Jokowi dengan Wapres Jusuf Kalla. Menurut catatan Bambang, sejauh ini ada dua beda pendapat antara Jokowi dan JK.
Pertama, terjadi pada isu tentang organisasi PSSI. Wapres memerintahkan Menpora mencabut surat keputusan pembekuan PSSI. Namun, Presiden Jokowi justru memerintahkan sebaliknya dan meminta Menpora mempertahankan pembekuan PSSI.
Kedua, terjadi pada isu tentang revisi UU KPK. Wapres, Jaksa Agung, serta Menteri Hukum dan HAM setuju UU KPK direvisi, tetapi Presiden Jokowi menolak revisi tersebut.
"Rangkaian human error itu membentuk persepsi negatif di benak publik. Soliditas kabinet belum terbangun sehingga pemerintahan ini belum efektif bekerja."
"Karena itu, bukannya mengada-ada jika ada desakan reshuffle kabinet. Human error di kabinet tidak saja memprihatinkan, namun juga memalukan," imbuhnya.
PILIHAN:
Kembali Salah Teken Perpres, Jokowi Salah Pilih Pembantu
Ceroboh Keluarkan Kebijakan, Cerminkan Kualitas Jokowi
(kri)