Infrastruktur dan Aspek Psikologis
A
A
A
Christine BerlIANA
Mahasiswi Fakultas Psikologi
Perbaikan infrastruktur menjelang mudik merupakan hal yang tidak asing kita jumpai. Seakan menjadi agenda rutin, perbaikan infrastruktur menjadi pekerjaan rumah pemerintah dan dinas terkait setiap tahunnya.
Hal ini disebabkan kebutuhan mobilisasi pemudik yang semakin lama semakin tinggi. Demi kelancaran pemudik, infrastruktur harus tersedia baik dari segi keamanan maupun kesiapan. Jumlah pemudik mengalami kenaikan yang signifikan setiap tahunnya. Hal ini dipicu oleh pertumbuhan penduduk yang semakin melesat.
Di samping itu, adanya tren urbanisasi menyebabkan meningkatnya frekuensi mobilitas masyarakat. Frekuensi mobilitas masyarakat yang tinggi seharusnya diimbangi pula dengan infrastruktur yang memadai. Akan tetapi, dewasa ini infrastruktur yang tersedia masih belum dapat mencukupi kebutuhan masyarakat. Misalnya jalur alternatif di Cirebon, Jawa Barat, dan Brebes, Jawa Tengah yang masih mengalami kerusakan (KORAN SINDO , 26/6).
Keamanan dan kesiapan infrastruktur secara implisit turut memberikan sumbangsih bagi dinamika psikologis pengendara. Misalnya saja saat dalam kondisi kemacetan. Jarak tempuh yang jauh dan situasi jalan yang rumit dapat menyebabkan stres bagi pengendara. Selain itu, pengendara menjadi mudah tersulut emosi negatif. Stres dan emosi negatif yang dialami pengendara dalam kondisi macet disebabkan oleh dua hal.
pertama , terbatasnya personal space antar pengendara. Banyaknya volume kendaraan yang tidak diiringi bertambahnya ruas jalan menyebabkan penumpukan kendaraan. Pada kondisi ekstrem, penumpukan kendaraan mengakibatkan moda transportasi tidak dapat bergerak sama sekali. Kedua , terkurasnya energi secara fisik dan psikologis. Ketika dalam kondisi macet, mau tidak mau pengendara harus lebih sabar dalam menunggu. Kelelahan secara fisik dapat memicu pengendara untuk lebih cepat marah.
Hal ini tentu dapat ditanggulangi dengan cara meningkatkan regulasi emosi. Meskipun demikian, upaya pemerintah dan dinas terkait dalam memenuhi kebutuhan infrastruktur perlu diapresiasi. Setidaknya pertambahan infrastruktur terus meningkat walaupun sedikit demi sedikit.
Misalnya bertambahnya jalan tol, moda transportasi, dan perbaikan regulasi dalam berkendara. Sebagai masyarakat yang cerdas, tentunya kita perlu mengawal dan mengawasi keberlangsungan proses pembangunan infrastruktur tersebut.
Mahasiswi Fakultas Psikologi
Perbaikan infrastruktur menjelang mudik merupakan hal yang tidak asing kita jumpai. Seakan menjadi agenda rutin, perbaikan infrastruktur menjadi pekerjaan rumah pemerintah dan dinas terkait setiap tahunnya.
Hal ini disebabkan kebutuhan mobilisasi pemudik yang semakin lama semakin tinggi. Demi kelancaran pemudik, infrastruktur harus tersedia baik dari segi keamanan maupun kesiapan. Jumlah pemudik mengalami kenaikan yang signifikan setiap tahunnya. Hal ini dipicu oleh pertumbuhan penduduk yang semakin melesat.
Di samping itu, adanya tren urbanisasi menyebabkan meningkatnya frekuensi mobilitas masyarakat. Frekuensi mobilitas masyarakat yang tinggi seharusnya diimbangi pula dengan infrastruktur yang memadai. Akan tetapi, dewasa ini infrastruktur yang tersedia masih belum dapat mencukupi kebutuhan masyarakat. Misalnya jalur alternatif di Cirebon, Jawa Barat, dan Brebes, Jawa Tengah yang masih mengalami kerusakan (KORAN SINDO , 26/6).
Keamanan dan kesiapan infrastruktur secara implisit turut memberikan sumbangsih bagi dinamika psikologis pengendara. Misalnya saja saat dalam kondisi kemacetan. Jarak tempuh yang jauh dan situasi jalan yang rumit dapat menyebabkan stres bagi pengendara. Selain itu, pengendara menjadi mudah tersulut emosi negatif. Stres dan emosi negatif yang dialami pengendara dalam kondisi macet disebabkan oleh dua hal.
pertama , terbatasnya personal space antar pengendara. Banyaknya volume kendaraan yang tidak diiringi bertambahnya ruas jalan menyebabkan penumpukan kendaraan. Pada kondisi ekstrem, penumpukan kendaraan mengakibatkan moda transportasi tidak dapat bergerak sama sekali. Kedua , terkurasnya energi secara fisik dan psikologis. Ketika dalam kondisi macet, mau tidak mau pengendara harus lebih sabar dalam menunggu. Kelelahan secara fisik dapat memicu pengendara untuk lebih cepat marah.
Hal ini tentu dapat ditanggulangi dengan cara meningkatkan regulasi emosi. Meskipun demikian, upaya pemerintah dan dinas terkait dalam memenuhi kebutuhan infrastruktur perlu diapresiasi. Setidaknya pertambahan infrastruktur terus meningkat walaupun sedikit demi sedikit.
Misalnya bertambahnya jalan tol, moda transportasi, dan perbaikan regulasi dalam berkendara. Sebagai masyarakat yang cerdas, tentunya kita perlu mengawal dan mengawasi keberlangsungan proses pembangunan infrastruktur tersebut.
(bbg)