Margriet Dijerat Hukuman Mati
A
A
A
DENPASAR - Polda Bali menjerat Margriet Christina Megawe dengan ancaman hukuman mati setelah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pembunuhan anak angkatnya, Engeline.
Kabid Humas Polda Bali Kombes Hery Wiyanto menyatakan Margriet disangka telah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Engeline. ”Tindak pidana itu mencantumkan ancaman hukuman maksimal berupa hukuman mati,” katanya di Denpasar kemarin.
Ancaman yang dimaksud adalah Pasal 340 KUHP subsider 338 KUHP lebih subsider 353 (3) KUHP, lebih subsider 351 (3) KUHP, dan atau Pasal 76 c juncto 80 (1) dan (3) UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Hery menjelaskan, sejak jenazah Engeline ditemukan di halaman belakang rumah Margriet pada 10 Juni lalu, tuduhan sudah mengarah kepada ibu angkat bocah delapan tahun tersebut. Tudingan itu akhirnya baru bisa dibuktikan oleh hasil autopsi dokter forensik Rumah Sakit Sanglah, Denpasar.
Menurut pihak rumah sakit, pendarahan di kepala menjadi penyebab utama kematian Engeline. Hal itu diperkuat dengan hasil olah tempat kejadian perkara (TKP) berupa bercak darah di kamar Margriet yang identik dengan darah Engeline. Hasil autopsi dan olah TKP itu didukung oleh keterangan Agustinus Tai Hamadai, mantan pembantu Margriet yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka. Dari tiga alat bukti awal itulah polisi yakin Margriet sebagai aktor utama pembunuh Engeline.
”Masih ada alat bukti pendukung lain yang tidak bisa kami sampaikan semua karena nanti akan dipakai di pengadilan,” ujar Hery. Mantan kabid humas Polda Bengkulu itu juga mengungkap keterangan bohong Margriet soal bercak darah di kamarnya yang disebut sebagai darah dari kucing yang terluka. Dari hasil tes laboratorium forensik, pengakuan Margriet tentang darah kucing sudah terbantahkan.
”Darah di kamar tidur Margriet adalah darah Engeline,” tegas Hery. Selain itu, Hery juga membantah tudingan pengacara Hotma Sitompul yang menyatakan penetapan tersangka kepada kliennya, Margriet, dalam kasus pembunuhan Engeline karena adanya tekanan dari publik. ”Kalau penyidikan itu tidak ada yang bisa memengaruhi dan mengintervensi. Kami memiliki dampak hukum apabila penyidikan dilakukan karena adanya intervensi atau pengaruh lain,” kata Hery.
Hery menjelaskan, penetapan tersangka baru terhadap Margriet berdasarkan kepada alat bukti secara ilmiah yang didapatkan dari saksi ahli dan keterangan saksi mahkota, yakni Agustinus. Sementara itu, Margriet yang semestinya menjalani pemeriksaan kasus pembunuhan Engeline untuk pertama kali, menolak diperiksa penyidik. Menurut kuasa hukum Margriet, Hotma Sitompul, penolakan untuk diperiksa itu karena sebelumnya Kapolda Bali Irjen Ronny F Sompie mengatakan bahwa penyidik telah mengantongi tiga bukti untuk menjadikan Margriet sebagai tersangka pembunuh anak angkatnya.
”Kenapa kami setuju ibu (Margriet) tidak bersedia diperiksa? Karena kata Kapolda Bali sudah ada tiga bukti, majukan saja ke kejaksaan, teruskan ke pengadilan. Kami tunggu,” ucapnya.
Miftahul chusna/ant
Kabid Humas Polda Bali Kombes Hery Wiyanto menyatakan Margriet disangka telah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Engeline. ”Tindak pidana itu mencantumkan ancaman hukuman maksimal berupa hukuman mati,” katanya di Denpasar kemarin.
Ancaman yang dimaksud adalah Pasal 340 KUHP subsider 338 KUHP lebih subsider 353 (3) KUHP, lebih subsider 351 (3) KUHP, dan atau Pasal 76 c juncto 80 (1) dan (3) UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Hery menjelaskan, sejak jenazah Engeline ditemukan di halaman belakang rumah Margriet pada 10 Juni lalu, tuduhan sudah mengarah kepada ibu angkat bocah delapan tahun tersebut. Tudingan itu akhirnya baru bisa dibuktikan oleh hasil autopsi dokter forensik Rumah Sakit Sanglah, Denpasar.
Menurut pihak rumah sakit, pendarahan di kepala menjadi penyebab utama kematian Engeline. Hal itu diperkuat dengan hasil olah tempat kejadian perkara (TKP) berupa bercak darah di kamar Margriet yang identik dengan darah Engeline. Hasil autopsi dan olah TKP itu didukung oleh keterangan Agustinus Tai Hamadai, mantan pembantu Margriet yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka. Dari tiga alat bukti awal itulah polisi yakin Margriet sebagai aktor utama pembunuh Engeline.
”Masih ada alat bukti pendukung lain yang tidak bisa kami sampaikan semua karena nanti akan dipakai di pengadilan,” ujar Hery. Mantan kabid humas Polda Bengkulu itu juga mengungkap keterangan bohong Margriet soal bercak darah di kamarnya yang disebut sebagai darah dari kucing yang terluka. Dari hasil tes laboratorium forensik, pengakuan Margriet tentang darah kucing sudah terbantahkan.
”Darah di kamar tidur Margriet adalah darah Engeline,” tegas Hery. Selain itu, Hery juga membantah tudingan pengacara Hotma Sitompul yang menyatakan penetapan tersangka kepada kliennya, Margriet, dalam kasus pembunuhan Engeline karena adanya tekanan dari publik. ”Kalau penyidikan itu tidak ada yang bisa memengaruhi dan mengintervensi. Kami memiliki dampak hukum apabila penyidikan dilakukan karena adanya intervensi atau pengaruh lain,” kata Hery.
Hery menjelaskan, penetapan tersangka baru terhadap Margriet berdasarkan kepada alat bukti secara ilmiah yang didapatkan dari saksi ahli dan keterangan saksi mahkota, yakni Agustinus. Sementara itu, Margriet yang semestinya menjalani pemeriksaan kasus pembunuhan Engeline untuk pertama kali, menolak diperiksa penyidik. Menurut kuasa hukum Margriet, Hotma Sitompul, penolakan untuk diperiksa itu karena sebelumnya Kapolda Bali Irjen Ronny F Sompie mengatakan bahwa penyidik telah mengantongi tiga bukti untuk menjadikan Margriet sebagai tersangka pembunuh anak angkatnya.
”Kenapa kami setuju ibu (Margriet) tidak bersedia diperiksa? Karena kata Kapolda Bali sudah ada tiga bukti, majukan saja ke kejaksaan, teruskan ke pengadilan. Kami tunggu,” ucapnya.
Miftahul chusna/ant
(ars)