Diduga Suap Akil Mochtar, Bupati Morotai Resmi Jadi Tersangka
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Bupati Kepulauan Morotai, Maluku Utara, Rusli Sibua sebagai tersangka. Dia ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan suap terkait pemenangan sengketa Pilkada Kepulauan Morotai di Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2011.
"Penyidik telah menemukan dua alat bukti permulaan yang cukup, yang kemudian menetapkan RS (Rusli Sibua) sebagai tersangka terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud mempengaruhi putusan perkara yang diadili," kata Pelaksana tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Johan Budi saat konferensi pers di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (26/6/2015).
Johan menuturkan, penetapan tersangka ini merupakan pengembangan perkara tindak pidana korupsi dugaan suap di MK dengan terdakwa mantan Ketua MK Akil Mochtar. Rusli sendiri ditetapkan menjadi tersangka sejak Kamis 25 Juni 2015 kemarin.
"Ini pengembangan perkara dugaan tindak pidana korupsi di dalam MK, dalam sengketa pilkada, yang salah satunya sudah divonis adalah Akil Mochtar (mantan Ketua MK)," tutur Johan.
Rusli diduga melanggar Pasal 6 Ayat 1 huruf a Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Nama Rusli Sibua disebut dalam surat dakwaan Akil. Diketahui, bahwa Rusli menyuap Akil Mochtar sebesar Rp2,989 miliar dari total Rp6 miliar yang dimintanya.
Uang itu diberikan sebagai maksud agar MK menolak permohonan keberatan hasil Pilkada Kepulauan Morotai, Maluku Utara yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum. Pada 16 Mei 2011 KPU memutuskan pasangan Arsad Sardan dan Demianus Ice sebagai Bupati-Wakil Bupati Kepulauan Morotai periode 2011-2016.
Hasil itu kemudian digugat Rusli yang saat itu berpasangan dengan Weni R Paraisu. Saat itu, Rusli menunjuk Sahrin Hamid sebagai pengacaranya.
Saat permohonan keberatan hasil pilkada sedang diperiksa panel hakim, Sahrin Hamid menghubungi Akil melalui SMS. Akil menelepon Sahrin Hamid agar menyampaikan kepada Rusli Sibua untuk menyiapkan uang Rp6 miliar.
Permintaan ini diteruskan Sahrin ke Rusli Sibua di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat. Akan tetapi Rusli Sibua hanya menyanggupi Rp3 miliar.
Rusli Sibua lalu mengirim uang sebesar Rp2,989 miliar melalui tiga setoran tunai ke rekening CV Ratu Samagat dengan menulis "angkutan kelapa sawit" sebagaimana diminta Akil. Duit dikirim bertahap yakni Rp500 juta (16 Juni 2011), Rp500 juta (16 Juni 2011) dan Rp1,989 miliar pada 20 Juni 2011.
Setelah uang terkirim, pada persidangan 20 Juni 2011 MK memutuskan mengabulkan permohonan Rusli Sibua dan Weni R Paraisu. Dalam amarnya, MK membatalkan berita acara tentang rekapitulasi hasil penghitungan suara pilkada oleh KPU Kabupaten Pulau Morotai tanggal 21 Mei 2011.
"Penyidik telah menemukan dua alat bukti permulaan yang cukup, yang kemudian menetapkan RS (Rusli Sibua) sebagai tersangka terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud mempengaruhi putusan perkara yang diadili," kata Pelaksana tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Johan Budi saat konferensi pers di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (26/6/2015).
Johan menuturkan, penetapan tersangka ini merupakan pengembangan perkara tindak pidana korupsi dugaan suap di MK dengan terdakwa mantan Ketua MK Akil Mochtar. Rusli sendiri ditetapkan menjadi tersangka sejak Kamis 25 Juni 2015 kemarin.
"Ini pengembangan perkara dugaan tindak pidana korupsi di dalam MK, dalam sengketa pilkada, yang salah satunya sudah divonis adalah Akil Mochtar (mantan Ketua MK)," tutur Johan.
Rusli diduga melanggar Pasal 6 Ayat 1 huruf a Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Nama Rusli Sibua disebut dalam surat dakwaan Akil. Diketahui, bahwa Rusli menyuap Akil Mochtar sebesar Rp2,989 miliar dari total Rp6 miliar yang dimintanya.
Uang itu diberikan sebagai maksud agar MK menolak permohonan keberatan hasil Pilkada Kepulauan Morotai, Maluku Utara yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum. Pada 16 Mei 2011 KPU memutuskan pasangan Arsad Sardan dan Demianus Ice sebagai Bupati-Wakil Bupati Kepulauan Morotai periode 2011-2016.
Hasil itu kemudian digugat Rusli yang saat itu berpasangan dengan Weni R Paraisu. Saat itu, Rusli menunjuk Sahrin Hamid sebagai pengacaranya.
Saat permohonan keberatan hasil pilkada sedang diperiksa panel hakim, Sahrin Hamid menghubungi Akil melalui SMS. Akil menelepon Sahrin Hamid agar menyampaikan kepada Rusli Sibua untuk menyiapkan uang Rp6 miliar.
Permintaan ini diteruskan Sahrin ke Rusli Sibua di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat. Akan tetapi Rusli Sibua hanya menyanggupi Rp3 miliar.
Rusli Sibua lalu mengirim uang sebesar Rp2,989 miliar melalui tiga setoran tunai ke rekening CV Ratu Samagat dengan menulis "angkutan kelapa sawit" sebagaimana diminta Akil. Duit dikirim bertahap yakni Rp500 juta (16 Juni 2011), Rp500 juta (16 Juni 2011) dan Rp1,989 miliar pada 20 Juni 2011.
Setelah uang terkirim, pada persidangan 20 Juni 2011 MK memutuskan mengabulkan permohonan Rusli Sibua dan Weni R Paraisu. Dalam amarnya, MK membatalkan berita acara tentang rekapitulasi hasil penghitungan suara pilkada oleh KPU Kabupaten Pulau Morotai tanggal 21 Mei 2011.
(kri)