KPK Nilai Revisi UU Muncul karena Takut Disadap
A
A
A
JAKARTA - Pelaksana tugas (Plt) Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indriyanto Seno Adji merasa tidak paham dengan pihak-pihak yang bersemangat merevisi Undang-undang (UU) KPK, di mana salah satu poinnya mengatur soal penyadapan.
Indriyanto merasa ada kekhawatiran dari pihak tersebut menjadi korban Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, yang biasanya sebelumnya dilakukan dengan penyadapan.
"Kemungkinan ada rasa kekhawatiran akan maupun telah jadi korban OTT, ada juga rasa iri atau ekstrimnya akan melakukan delegitimasi kelembagaan KPK," kata Indriyanto kepada Sindonews, di Jakarta, Jumat (26/6/2015).
Ahli hukum pidana itu menuturkan, ada beberapa hal yang perlu dipahami oleh para penegak hukum lain seperti Kejaksaan dan Kepolisian. Pertama mengenai diperkenankannya KPK melakukan penyadapan sejak awal penyelidikan atau penyidikan hingga penuntutan.
"Sesuai Pasal 26 UU Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) yang penjelasannya tidak pernah dihapus sejak UU 30/1999 yang diperbaharui UU 20/2001," ucap Indriyanto.
Dia menambahkan, kewenangan penyadapan yang dimiliki KPK bukan bebas tanpa adanya pengawasan. Kinerjanya bukan tanpa pengawasan, karena tetap diadakan evaluasi yang ketat dan teratur baik dari segi teknis maupun administratif dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
"Jadi jangan punya pemahaman seolah penegak hukum lainnya tidak dapat melakukan wiretapping, bahkan joint eradiation corruption (pemberantasan korupsi secara supervisi) di antaralembaga hukum. Legitimasi sadap adalah sesuatu yang efektif dan bermanfaat bagi negara," pungkasnya.
Pilihan:
Jokowi: Tangkap dan Tindak Tegas Pengedar Narkoba
Indriyanto merasa ada kekhawatiran dari pihak tersebut menjadi korban Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK, yang biasanya sebelumnya dilakukan dengan penyadapan.
"Kemungkinan ada rasa kekhawatiran akan maupun telah jadi korban OTT, ada juga rasa iri atau ekstrimnya akan melakukan delegitimasi kelembagaan KPK," kata Indriyanto kepada Sindonews, di Jakarta, Jumat (26/6/2015).
Ahli hukum pidana itu menuturkan, ada beberapa hal yang perlu dipahami oleh para penegak hukum lain seperti Kejaksaan dan Kepolisian. Pertama mengenai diperkenankannya KPK melakukan penyadapan sejak awal penyelidikan atau penyidikan hingga penuntutan.
"Sesuai Pasal 26 UU Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) yang penjelasannya tidak pernah dihapus sejak UU 30/1999 yang diperbaharui UU 20/2001," ucap Indriyanto.
Dia menambahkan, kewenangan penyadapan yang dimiliki KPK bukan bebas tanpa adanya pengawasan. Kinerjanya bukan tanpa pengawasan, karena tetap diadakan evaluasi yang ketat dan teratur baik dari segi teknis maupun administratif dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
"Jadi jangan punya pemahaman seolah penegak hukum lainnya tidak dapat melakukan wiretapping, bahkan joint eradiation corruption (pemberantasan korupsi secara supervisi) di antaralembaga hukum. Legitimasi sadap adalah sesuatu yang efektif dan bermanfaat bagi negara," pungkasnya.
Pilihan:
Jokowi: Tangkap dan Tindak Tegas Pengedar Narkoba
(maf)