Pertumbuhan Penduduk dan Transportasi
A
A
A
ANDHIKA PUTRA PRATAMA
Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi,
Fakultas Ekonomi,
Universitas Indonesia
Dalam beberapa tahun terakhir, peran Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) dalam menyokong perekonomian nasional semakin tinggi.
Data terakhir menunjukkan bahwa Jabodetabek memiliki total penduduk mencapai 11% dari penduduk nasional serta menyumbang 22% dari produk domestik bruto Indonesia (Badan Pusat Statistik). Begitu pun dari segi penggunaan lahan, penggunaan lahan di kawasan Jabodetabek kini tidak lagi hanya didominasi di kawasan DKI Jakarta, tetapi mulai beranjak ke pinggir kota meliputi kawasan Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Hal ini menunjukkan bahwa selain Jabodetabek sangat krusial andilnya dalam perekonomian nasional, kawasan metropolitan ini juga terus berkembang. Setiap tahunnya, pertumbuhan penduduk di Jabodetabek memiliki tingkat yang beragam. Sepanjang tahun 2000-2010, pertumbuhan penduduk tertinggi di kawasan Jabodetabek disumbang Kota Tangerang Selatan (6,2% per tahun), Kabupaten Bekasi (5,8% per tahun), dan Kota Depok (5,2% per tahun).
Sementara pertumbuhan penduduk terendah disumbang Jakarta Pusat (0,3% per tahun) dan Jakarta Timur (1,5% per tahun). Peningkatan pertumbuhan penduduk ini menyebabkan banyak perencanaan yang perlu diperhatikan, utamanya infrastruktur transportasi dalam memfasilitasi melonjaknya penduduk.
Kebutuhan untuk melakukan commuting dari kawasan Bodetabek menuju Jakarta maupun sebaliknya semakin dibutuhkan seiring dengan melonjaknya pertumbuhan penduduk di kawasan Jabodetabek. Oleh karena itu, investasi pemerintah baik yang dilakukan secara mandiri maupun dengan mekanisme public private partnership memiliki urgensi yang sangat tinggi.
Tanpa adanya keputusan investasi infrastruktur transportasi yang menghubungkan kawasan Bodetabek menuju Jakarta, melonjaknya pertumbuhan penduduk dengan infrastruktur transportasi yang buruk akan menjadi bom waktu bagi pemerintah setempat. Perlu dicermati bahwa keputusan investasi infrastruktur transportasi di Jakarta harus mementingkan setidaknya tiga aspek.
Yang pertama adalah commuting speed yang terepresentasi dari kecepatan mobilisasi dari Bodetabek menuju Jakarta vice versa. Yang kedua keterjangkauan harga yang terepresentasi oleh nominal harga yang sesuai dengan pelayanan dan willingness to pay dari masyarakat Jabodetabek.
Juga keandalan moda transportasi yang terepresentasikan dengan minimnya permasalahan selama perjalanan seperti tidak adanya kereta anjlok/ gangguan, tidak adanya bus yang mogok, dan hal-hal lain yang menyebabkan cost of commuting masyarakat Jabodetabek meningkat.
Harapannya, dengan adanya investasi yang tepat dan cermat dari pemerintah, tingginya pertumbuhan penduduk dapat diimbangi dengan infrastruktur transportasi yang memadai sehingga dapat menyelesaikan salah satu permasalahan vital di kawasan Jabodetabek.
Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi,
Fakultas Ekonomi,
Universitas Indonesia
Dalam beberapa tahun terakhir, peran Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) dalam menyokong perekonomian nasional semakin tinggi.
Data terakhir menunjukkan bahwa Jabodetabek memiliki total penduduk mencapai 11% dari penduduk nasional serta menyumbang 22% dari produk domestik bruto Indonesia (Badan Pusat Statistik). Begitu pun dari segi penggunaan lahan, penggunaan lahan di kawasan Jabodetabek kini tidak lagi hanya didominasi di kawasan DKI Jakarta, tetapi mulai beranjak ke pinggir kota meliputi kawasan Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Hal ini menunjukkan bahwa selain Jabodetabek sangat krusial andilnya dalam perekonomian nasional, kawasan metropolitan ini juga terus berkembang. Setiap tahunnya, pertumbuhan penduduk di Jabodetabek memiliki tingkat yang beragam. Sepanjang tahun 2000-2010, pertumbuhan penduduk tertinggi di kawasan Jabodetabek disumbang Kota Tangerang Selatan (6,2% per tahun), Kabupaten Bekasi (5,8% per tahun), dan Kota Depok (5,2% per tahun).
Sementara pertumbuhan penduduk terendah disumbang Jakarta Pusat (0,3% per tahun) dan Jakarta Timur (1,5% per tahun). Peningkatan pertumbuhan penduduk ini menyebabkan banyak perencanaan yang perlu diperhatikan, utamanya infrastruktur transportasi dalam memfasilitasi melonjaknya penduduk.
Kebutuhan untuk melakukan commuting dari kawasan Bodetabek menuju Jakarta maupun sebaliknya semakin dibutuhkan seiring dengan melonjaknya pertumbuhan penduduk di kawasan Jabodetabek. Oleh karena itu, investasi pemerintah baik yang dilakukan secara mandiri maupun dengan mekanisme public private partnership memiliki urgensi yang sangat tinggi.
Tanpa adanya keputusan investasi infrastruktur transportasi yang menghubungkan kawasan Bodetabek menuju Jakarta, melonjaknya pertumbuhan penduduk dengan infrastruktur transportasi yang buruk akan menjadi bom waktu bagi pemerintah setempat. Perlu dicermati bahwa keputusan investasi infrastruktur transportasi di Jakarta harus mementingkan setidaknya tiga aspek.
Yang pertama adalah commuting speed yang terepresentasi dari kecepatan mobilisasi dari Bodetabek menuju Jakarta vice versa. Yang kedua keterjangkauan harga yang terepresentasi oleh nominal harga yang sesuai dengan pelayanan dan willingness to pay dari masyarakat Jabodetabek.
Juga keandalan moda transportasi yang terepresentasikan dengan minimnya permasalahan selama perjalanan seperti tidak adanya kereta anjlok/ gangguan, tidak adanya bus yang mogok, dan hal-hal lain yang menyebabkan cost of commuting masyarakat Jabodetabek meningkat.
Harapannya, dengan adanya investasi yang tepat dan cermat dari pemerintah, tingginya pertumbuhan penduduk dapat diimbangi dengan infrastruktur transportasi yang memadai sehingga dapat menyelesaikan salah satu permasalahan vital di kawasan Jabodetabek.
(bbg)