Jalanan Kian Macet, Ahok Siap Dicaci Maki
A
A
A
JAKARTA - Kemacetan lalu lintas di beberapa titik Ibu Kota semakin parah. Salah satu pemicunya adalah pembangunan sejumlah jalan, baik regular atau khusus untuk transportasi massal.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjaha Purnama (Ahok) mengatakan, banyak kepala daerah sebelumnya berpikir lebih baik terpilih dua periode ketimbang membangun jalan atau jalur transportasi massal. Alasannya, pembangunan tersebut bisa menjadi malapetaka bagi jabatan politisnya lantaran masyarakat menyalahkan mereka akibat timbulnya kemacetan parah.
Namun, lanjut Ahok, sejak dia bersama Joko Widodo (Jokowi) memimpin Jakarta, pikiran tersebut disingkirkan. Dia memilih dicaci maki masyarakat, namun jalur transportasi massal terealisasi. Proyek mas rapid transit (MRT) dan jalan layang khusus Transjakarta Ciledug-Kapten Tendean pun dijalankan.
”Kenapa MRT selama 28 tahun tidak dikerjakan? Karena jabatan politis hanya lima tahun. Pembangunan ini makan waktu lebih dari lima tahun. Pas pemilihan puncaknya macet. Masyarakat caci maki dan nggak pilih saya, itu risiko. Sesudahnya, masyarakat akan bilang untung ada gubernur gila. Itu patokannya,” kata Ahok di Balai Kota kemarin.
Ahok menjelaskan, populasi kendaraan saat ini mencapai 17 juta. Apabila didiamkan, Jakarta akan mengalami puncak kemacetan pada 2022. Untuk itu, diperlukan keberanian untuk melakukan pembangunan, khususnya jalur transportasi massal. Menurutnya, dibangun jalan sebanyak apa pun, kemacetan tidak akan terurai.
”Bayangin, kamu kerjain aja jalan udah nambah macet, apalagi kalau nggak dikerjain. Terpenting kan kata pepatah China ”sebelum bunyi empat paku di atas peti mati kamu, kamu nggak bisa nilai orang baik atau buruk”. Nanti kamu baru tahu apa yang saya kerjakan. Kamu caci maki saja sekarang. Tapi, yang penting saya sedang menyelesaikan menguraikan kemacetan,” katanya.
Pengamat Transportasi dari Institut Studi Transportasi (Instran) Izzul Waro mengatakan, sejumlah pembangunan yang direncanakan Ahok baik. Sayangnya tidak dibarengi dengan solusi dampak dari pembangunan. Misalnya dalam pembangunan MRT Sudirman- Thamrin yang malah mengorbankan jalur Transjakarta.
Seharusnya apabila Ahok memikirkan solusinya, jalur kendaraan pribadi yang harus dikorbankan. ”Busway harus menjadi prioritas. Akibat dari pembangunan saat ini penumpang Transjakarta turun, khususnya di koridor I (Blok MHarmoni). Harusnya diaktifkan angkutan massal. Hanya Ahok itu sering resisten dengan kritik-kritik. Dia tidak mau mendengarmasukan-masukan dari pihak yang dinilai tidak pro kepadanya,” jelasnya.
Izzul mengakui, pembangunan infrastruktur yang memakan waktu cukup lama membutuhkan keberanian Pemprov DKI Jakarta sebagai regulator untuk mengatasi kemacetan. Namun, dia berharap ke depan Pemprov DKI Jakarta memikirkan kembali solusi akibat dampakdari pembangunantersebut.
Bima setiyadi
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjaha Purnama (Ahok) mengatakan, banyak kepala daerah sebelumnya berpikir lebih baik terpilih dua periode ketimbang membangun jalan atau jalur transportasi massal. Alasannya, pembangunan tersebut bisa menjadi malapetaka bagi jabatan politisnya lantaran masyarakat menyalahkan mereka akibat timbulnya kemacetan parah.
Namun, lanjut Ahok, sejak dia bersama Joko Widodo (Jokowi) memimpin Jakarta, pikiran tersebut disingkirkan. Dia memilih dicaci maki masyarakat, namun jalur transportasi massal terealisasi. Proyek mas rapid transit (MRT) dan jalan layang khusus Transjakarta Ciledug-Kapten Tendean pun dijalankan.
”Kenapa MRT selama 28 tahun tidak dikerjakan? Karena jabatan politis hanya lima tahun. Pembangunan ini makan waktu lebih dari lima tahun. Pas pemilihan puncaknya macet. Masyarakat caci maki dan nggak pilih saya, itu risiko. Sesudahnya, masyarakat akan bilang untung ada gubernur gila. Itu patokannya,” kata Ahok di Balai Kota kemarin.
Ahok menjelaskan, populasi kendaraan saat ini mencapai 17 juta. Apabila didiamkan, Jakarta akan mengalami puncak kemacetan pada 2022. Untuk itu, diperlukan keberanian untuk melakukan pembangunan, khususnya jalur transportasi massal. Menurutnya, dibangun jalan sebanyak apa pun, kemacetan tidak akan terurai.
”Bayangin, kamu kerjain aja jalan udah nambah macet, apalagi kalau nggak dikerjain. Terpenting kan kata pepatah China ”sebelum bunyi empat paku di atas peti mati kamu, kamu nggak bisa nilai orang baik atau buruk”. Nanti kamu baru tahu apa yang saya kerjakan. Kamu caci maki saja sekarang. Tapi, yang penting saya sedang menyelesaikan menguraikan kemacetan,” katanya.
Pengamat Transportasi dari Institut Studi Transportasi (Instran) Izzul Waro mengatakan, sejumlah pembangunan yang direncanakan Ahok baik. Sayangnya tidak dibarengi dengan solusi dampak dari pembangunan. Misalnya dalam pembangunan MRT Sudirman- Thamrin yang malah mengorbankan jalur Transjakarta.
Seharusnya apabila Ahok memikirkan solusinya, jalur kendaraan pribadi yang harus dikorbankan. ”Busway harus menjadi prioritas. Akibat dari pembangunan saat ini penumpang Transjakarta turun, khususnya di koridor I (Blok MHarmoni). Harusnya diaktifkan angkutan massal. Hanya Ahok itu sering resisten dengan kritik-kritik. Dia tidak mau mendengarmasukan-masukan dari pihak yang dinilai tidak pro kepadanya,” jelasnya.
Izzul mengakui, pembangunan infrastruktur yang memakan waktu cukup lama membutuhkan keberanian Pemprov DKI Jakarta sebagai regulator untuk mengatasi kemacetan. Namun, dia berharap ke depan Pemprov DKI Jakarta memikirkan kembali solusi akibat dampakdari pembangunantersebut.
Bima setiyadi
(ftr)