Rotasi Tri Matra TNI Minimalkan Kegaduhan
A
A
A
JAKARTA - Komisi I DPR menilai rotasi trimatra, yakni Angkatan Darat (AD), Angkatan Udara (AU), dan Angkatan Laut (AL) dalam pemilihan panglima TNI dapat meminimalkan potensi kegaduhan antarmatra. Sistem ini dinilai telah teruji di era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
”UU (UU No 34/204 tentang TNI Pasal 13 ayat 4) menyatakan dapat bergantian, spiritnya untuk menghilangkan dominasi satu angkatan dengan angkatan lain. Apalagi, dengankonseptrimatra terpadu semua angkatan punya posisi dan kemampuan yang sama,” kata Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq kepada wartawan seusai raker dengan Panglima TNI Jenderal Moeldoko di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin.
Mahfudz menjelaskan, pada pemerintahan Gus Dur sudah memulai tradisi rotasi antarmatra dalam pergantian panglima TNI, dan faktanya tradisi tersebut telah sukses. Dengan melakukan rotasi, tidak ada gejolak ataupun masalah yang timbul dalam pemilihan panglima TNI. ”Spiritnya begitu memang (tradisi rotasi dipertahankan). Kalau kalimat dari UU itu kan dapat, artinya ya boleh dijalanin dan enggak,” jelas Wakil Sekretaris Jenderal DPP PKS itu.
Namun, lanjut Mahfudz, dirinya tidak ingin mendorong apakah presiden perlu melakukan rotasi atau tidak. Yang jelas, UU TNI jelas menyebutkan bahwa panglima TNI dapat dipilih secara bergiliran, dan jika melihat semangat UU TNI itu maka tentunya presiden dapat memahami maksud dari dibuatnya poin itu dalam UU. ”Tadi saya katakan, saya sampaikan di depan panglima dan kastaf bahwa pergantian ini tidak gaduh,” tegasnya.
Selain itu, Mahfudz sebagai perwakilan DPR meminta agar dalam pergantian panglima TNI saat ini tidak akan diwarnai dengan kegaduhan apa pun sebagaimana yang terjadi pada pergantian kapolri kemarin. Termasuk juga kegaduhan yang ditimbulkan oleh keputusan Presiden pascapersetujuan Komisi I DPR. Panglima TNI pun menginginkan hal yang sama dalam pergantian kali ini.”Ya harus (kalau sudah disetujui DPR, Presiden akan melantik),” ujar Mahfudz.
Lebih dari itu, Mahfudz menjelaskan jika melihat tantangan ketahanan Indonesia ke depan maka diperlukan penguatan di laut dan udara, sementara di darat sudah relatif cukup. Menurut dia, panglima TNI haruslah orang yang dapat memperkuat pertahanan udara dan laut. Namun, seorang kepala staf seharusnya bukan hanya berpikir sektoral angkatan yang dipimpin, melainkan dia sudah berpikir trimatra TNI.
”Misalnya, kastaf AU dia menguasai konsep pertahanan laut dan darat. Begitu pun dengan kastaf AL demikian. Jadi tidak ada perbedaan,” paparnya. Mahfudz juga menambahkan, mengingat pengganti panglima TNI sudah harus ada sebelum Agustus 2015 dan DPR yang akan memasuki masa reses pada awal Juli, maka Presiden sebaiknya sudah harus memasukkan calon panglima TNI selambatlambatnya akhir Juni 2015.
Sementara itu, Panglima TNI Jenderal Moeldoko berpendapat, pergantian panglima TNI dilakukan secara bergiliran atau tidak, itu merupakan hak presiden. Apakah dari AD, AU, ataupun AL yang akan dipilih sebagai panglima TNI, biarlah presiden yang menentukan. ”Jadi jangan memaksa saya berikan komentar nanti malah menciptakan situasi baru bikin ribet,” kata Moeldoko seusai raker.
Moeldoko menegaskan, panglima TNI memiliki tiga kepala staf dari angkatan masingmasing, dan mereka semua memiliki kapabilitas siapa pun panglimanya. Jadi, untuk urusan laut ahlinya merupakan KSAL, urusan udara ahlinya KSAU, dan urusandaratahlinya KSAD.”Siapapun (yang dipilih jadi panglima TNI) tidak ada masalah,” tegasnya.
Selain itu, Moeldoko juga mengatakan bahwa komunikasi antarmatra selama ini berjalan dengan baik, bahkan solid dan kompak, sehingga tidak akan ada masalah tentang siapa pun yang akan dipilih nantinya.
Di sisi lain, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Agus Supriatna mengaku siap jika diberi amanah presiden sebagai panglima TNI. Namun, dirinya hingga saat ini belum mendapatkan surat apa pun dari presiden. Jika sudah, tentunya dirinya akan menginfokan kepada rekan media. ”Mana ada prajurit tidak siap? Tugas di mana saja harus siap,” kata Agus di Gedung DPR.
Ketika ditanya matra mana yang paling berhak diangkat menjadi panglima TNI, menurutnya itu merupakan hak prerogatif presiden. Apakah harus bergiliran antar matra, menurutnya itu urusan politis. ”Itu yang tahu politik, yang tahu politik supaya enak,” jelasnya.
Kiswondari
”UU (UU No 34/204 tentang TNI Pasal 13 ayat 4) menyatakan dapat bergantian, spiritnya untuk menghilangkan dominasi satu angkatan dengan angkatan lain. Apalagi, dengankonseptrimatra terpadu semua angkatan punya posisi dan kemampuan yang sama,” kata Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq kepada wartawan seusai raker dengan Panglima TNI Jenderal Moeldoko di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin.
Mahfudz menjelaskan, pada pemerintahan Gus Dur sudah memulai tradisi rotasi antarmatra dalam pergantian panglima TNI, dan faktanya tradisi tersebut telah sukses. Dengan melakukan rotasi, tidak ada gejolak ataupun masalah yang timbul dalam pemilihan panglima TNI. ”Spiritnya begitu memang (tradisi rotasi dipertahankan). Kalau kalimat dari UU itu kan dapat, artinya ya boleh dijalanin dan enggak,” jelas Wakil Sekretaris Jenderal DPP PKS itu.
Namun, lanjut Mahfudz, dirinya tidak ingin mendorong apakah presiden perlu melakukan rotasi atau tidak. Yang jelas, UU TNI jelas menyebutkan bahwa panglima TNI dapat dipilih secara bergiliran, dan jika melihat semangat UU TNI itu maka tentunya presiden dapat memahami maksud dari dibuatnya poin itu dalam UU. ”Tadi saya katakan, saya sampaikan di depan panglima dan kastaf bahwa pergantian ini tidak gaduh,” tegasnya.
Selain itu, Mahfudz sebagai perwakilan DPR meminta agar dalam pergantian panglima TNI saat ini tidak akan diwarnai dengan kegaduhan apa pun sebagaimana yang terjadi pada pergantian kapolri kemarin. Termasuk juga kegaduhan yang ditimbulkan oleh keputusan Presiden pascapersetujuan Komisi I DPR. Panglima TNI pun menginginkan hal yang sama dalam pergantian kali ini.”Ya harus (kalau sudah disetujui DPR, Presiden akan melantik),” ujar Mahfudz.
Lebih dari itu, Mahfudz menjelaskan jika melihat tantangan ketahanan Indonesia ke depan maka diperlukan penguatan di laut dan udara, sementara di darat sudah relatif cukup. Menurut dia, panglima TNI haruslah orang yang dapat memperkuat pertahanan udara dan laut. Namun, seorang kepala staf seharusnya bukan hanya berpikir sektoral angkatan yang dipimpin, melainkan dia sudah berpikir trimatra TNI.
”Misalnya, kastaf AU dia menguasai konsep pertahanan laut dan darat. Begitu pun dengan kastaf AL demikian. Jadi tidak ada perbedaan,” paparnya. Mahfudz juga menambahkan, mengingat pengganti panglima TNI sudah harus ada sebelum Agustus 2015 dan DPR yang akan memasuki masa reses pada awal Juli, maka Presiden sebaiknya sudah harus memasukkan calon panglima TNI selambatlambatnya akhir Juni 2015.
Sementara itu, Panglima TNI Jenderal Moeldoko berpendapat, pergantian panglima TNI dilakukan secara bergiliran atau tidak, itu merupakan hak presiden. Apakah dari AD, AU, ataupun AL yang akan dipilih sebagai panglima TNI, biarlah presiden yang menentukan. ”Jadi jangan memaksa saya berikan komentar nanti malah menciptakan situasi baru bikin ribet,” kata Moeldoko seusai raker.
Moeldoko menegaskan, panglima TNI memiliki tiga kepala staf dari angkatan masingmasing, dan mereka semua memiliki kapabilitas siapa pun panglimanya. Jadi, untuk urusan laut ahlinya merupakan KSAL, urusan udara ahlinya KSAU, dan urusandaratahlinya KSAD.”Siapapun (yang dipilih jadi panglima TNI) tidak ada masalah,” tegasnya.
Selain itu, Moeldoko juga mengatakan bahwa komunikasi antarmatra selama ini berjalan dengan baik, bahkan solid dan kompak, sehingga tidak akan ada masalah tentang siapa pun yang akan dipilih nantinya.
Di sisi lain, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Agus Supriatna mengaku siap jika diberi amanah presiden sebagai panglima TNI. Namun, dirinya hingga saat ini belum mendapatkan surat apa pun dari presiden. Jika sudah, tentunya dirinya akan menginfokan kepada rekan media. ”Mana ada prajurit tidak siap? Tugas di mana saja harus siap,” kata Agus di Gedung DPR.
Ketika ditanya matra mana yang paling berhak diangkat menjadi panglima TNI, menurutnya itu merupakan hak prerogatif presiden. Apakah harus bergiliran antar matra, menurutnya itu urusan politis. ”Itu yang tahu politik, yang tahu politik supaya enak,” jelasnya.
Kiswondari
(ftr)