Hukuman Anas Urbaningrum Diperberat Jadi 14 Tahun Penjara
A
A
A
JAKARTA - Hukuman penjara terhadap mantan Ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum diperberat Mahkamah Agung (MA). Majelis hakim kasasi MA menambah hukuman Anas menjadi 14 tahun penjara dari hukuman sebelumnya delapan tahun penjara. Serta denda Rp5 miliar subsider satu tahun empat bulan kurungan.
Majelis juga menolak upaya hukum kasasi yang diajukan terdakwa kasus korupsi dan pencucian uang proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Bogor, Jawa Barat itu.
"Sudah putus 14 tahun penjara, baru putus tadi sore. Menolak kasasi terdakwa dan mengabulkan kasasi penuntut umum (KPK)," kata Juru Bicara MA, Suhadi seperti dikutip dari Okezone, Senin (8/6/2015).
Majelis kasasi dipimpin oleh Hakim Agung Artidjo Alkostar, beranggotakan Hakim Agung Krisna Harahap dan Hakim Agung MS Lumme. Mereka juga mencabut hak dipilih Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) itu untuk menduduki jabatan publik.
Majelis hakim berkeyakinan Anas telah melakukan perbuatan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pindak Korupsi juncto Pasal 64 KUHP.
Kemudian, Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), serta Pasal 3 Ayat (1) huruf c UU Nomor 15 Tahun 2002 l juncto UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang TPPU.
"Selain itu, Anas juga harus membayar uang pengganti sebesar Rp57.592.330.580 (Rp57 miliar lebih) kepada negara. Apabila uang pengganti ini dalam waktu satu bulan tidak dilunasinya maka seluruh kekayaannya akan dilelang dan apabila masih juga belum cukup, maka diganti dengan pidana penjara selama empat tahun," kata Suhadi.
Sebelumnya di tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sebenarnya telah meringankan vonis mantan anggota Komisi X DPR RI ini menjadi tujuh tahun penjara, dari pidana delapan tahun penjara berdasarkan putusan Pengadilan Tipikor.
Oleh Pengadilan Tipikor, Anas yang merupakan mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR itu dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi dan melakukan tindak pidana pencucian uang sehubungan dengan proyek P3SON Hambalang.
Di dalam pertimbangannya, MA menolak keberatan Anas yang menyatakan bahwa tindak pidana asal atau predicate crime dalam tindak pidana pencucian uang harus dibuktikan terlebih dahulu. Majelis Agung mengacu kepada ketentuan Pasal 69 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU yang menegaskan bahwa predicate crime tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu.
Majelis kasasi juga menyatakan pertimbangan pengadilan tingkat pertama dan banding yang menyatakan bahwa hak Anas untuk dipilih dalam jabatan publik tidak perlu dicabut merupakan hal yang keliru. Mengingat untuk memperoleh jabatan tersebut bergantung kepada publik. Sehingga, harus dikembalikan kepada penilaian publik atau masyarakat itu sendiri.
Sebaliknya, majelis kasasi berpendapat bahwa publik atau masyarakat justru harus dilindungi dari fakta, informasi, persepsi yang salah dari seorang calon pemimpin. Kemungkinan bahwa publik salah pilih kembali haruslah dicegah dengan mencabut hak pilih seseorang yang nyata-nyata telah mengkhianati amanat yang pernah diberikan publik kepadanya.(okezone)
PILIHAN :
KPK tahan Anas Urbaningrum
Sidang Anas Urbaningrum Diwarnai Aksi Bakar Sampah
PT DKI Kabulkan Pengurangan Hukuman Anas Urbaningrum
Anas Urbaningrum Ajukan Kasasi
Majelis juga menolak upaya hukum kasasi yang diajukan terdakwa kasus korupsi dan pencucian uang proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang, Bogor, Jawa Barat itu.
"Sudah putus 14 tahun penjara, baru putus tadi sore. Menolak kasasi terdakwa dan mengabulkan kasasi penuntut umum (KPK)," kata Juru Bicara MA, Suhadi seperti dikutip dari Okezone, Senin (8/6/2015).
Majelis kasasi dipimpin oleh Hakim Agung Artidjo Alkostar, beranggotakan Hakim Agung Krisna Harahap dan Hakim Agung MS Lumme. Mereka juga mencabut hak dipilih Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) itu untuk menduduki jabatan publik.
Majelis hakim berkeyakinan Anas telah melakukan perbuatan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pindak Korupsi juncto Pasal 64 KUHP.
Kemudian, Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), serta Pasal 3 Ayat (1) huruf c UU Nomor 15 Tahun 2002 l juncto UU Nomor 25 Tahun 2003 tentang TPPU.
"Selain itu, Anas juga harus membayar uang pengganti sebesar Rp57.592.330.580 (Rp57 miliar lebih) kepada negara. Apabila uang pengganti ini dalam waktu satu bulan tidak dilunasinya maka seluruh kekayaannya akan dilelang dan apabila masih juga belum cukup, maka diganti dengan pidana penjara selama empat tahun," kata Suhadi.
Sebelumnya di tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sebenarnya telah meringankan vonis mantan anggota Komisi X DPR RI ini menjadi tujuh tahun penjara, dari pidana delapan tahun penjara berdasarkan putusan Pengadilan Tipikor.
Oleh Pengadilan Tipikor, Anas yang merupakan mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR itu dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi dan melakukan tindak pidana pencucian uang sehubungan dengan proyek P3SON Hambalang.
Di dalam pertimbangannya, MA menolak keberatan Anas yang menyatakan bahwa tindak pidana asal atau predicate crime dalam tindak pidana pencucian uang harus dibuktikan terlebih dahulu. Majelis Agung mengacu kepada ketentuan Pasal 69 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU yang menegaskan bahwa predicate crime tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu.
Majelis kasasi juga menyatakan pertimbangan pengadilan tingkat pertama dan banding yang menyatakan bahwa hak Anas untuk dipilih dalam jabatan publik tidak perlu dicabut merupakan hal yang keliru. Mengingat untuk memperoleh jabatan tersebut bergantung kepada publik. Sehingga, harus dikembalikan kepada penilaian publik atau masyarakat itu sendiri.
Sebaliknya, majelis kasasi berpendapat bahwa publik atau masyarakat justru harus dilindungi dari fakta, informasi, persepsi yang salah dari seorang calon pemimpin. Kemungkinan bahwa publik salah pilih kembali haruslah dicegah dengan mencabut hak pilih seseorang yang nyata-nyata telah mengkhianati amanat yang pernah diberikan publik kepadanya.(okezone)
PILIHAN :
KPK tahan Anas Urbaningrum
Sidang Anas Urbaningrum Diwarnai Aksi Bakar Sampah
PT DKI Kabulkan Pengurangan Hukuman Anas Urbaningrum
Anas Urbaningrum Ajukan Kasasi
(hyk)