Fotografer Fashion Internasional dan Pekerja Film Tingkat Global

Minggu, 07 Juni 2015 - 10:53 WIB
Fotografer Fashion Internasional...
Fotografer Fashion Internasional dan Pekerja Film Tingkat Global
A A A
Nicoline Patricia Malina langsung menyabet sederet penghargaan dalam tiga tahun pertama kemunculannya sebagai fotografer profesional di Eropa. Di antaranya adalah Iconique Societas Excellence in Fashion Photography 2007, Young Photographer of The Year versi ELLE Style Awards 2009, dan Photographer of The Year versi A+ Scarlett Celebrity Fashion Awards 2009.

Nicole, begitu sapaan Nicoline, mengawali kariernya sebagai fotografer fashionpada 2006 di Belanda. Dia menyukai bidang fotografi sejak 2005 dan belajar secara autodidak. Sebelumnya Nicole menyukai fashion design, make-up artist, graphic design, dan painting. Kuliahnya pun di jurusan painting. Karena sudah kadung tertarik dengan bidang fotografi, Nicole pun dengan penuh percaya diri mempromosikan berbagai hasil jepretannya di internet.

Sambil mempelajari seni fotografi secara sungguh- sungguh, dia pun tak segan membagi- bagikan kartu nama sebagai fotografer meski masih amatir. Untuk membuat portofolio, perempuan kelahiran Surabaya, 6 Desember 1982, ini getol melakukan pemotretan dengan mengajak beberapa temannya yang bersedia menjadi model dan make-up artist. Kegigihannya membuahkan hasil.

Pada 2006, proyek pertama datang dari majalah Elle di Belanda. Tawaran itu muncul setelah Nicole rajin mengirim email ke majalah tersebut selama enam bulan tanpa respons. Pada bulan keenam, Redaksi Elle memanggilnya untuk bertemu dan membahas proyek. Setelah proyek tersebut, mulai bermunculan proyekproyek lain. Maka mulailah lulusan Fine Art in Utrecht, Belanda, ini melakoni kariernya sebagai fotografer profesional.

Setahun berkiprah, dia pun dianugerahi penghargaan bergengsi Iconique Societas Excellence in Fashion Photograph melalui karyanya berjudul Flower Party. Kini Nicole sudah menetap di Indonesia. Mengakomodasi idealismenya, sejak 2011 Nicole mengerjakan proyek pemotretan nature dan historical building menggabungkan unsur fashion dan landscape.

Dia mengeksplorasi keindahan berbagai lokasi di Tanah Air yang kurang terekspos. Nicole ingin dunia melihat keindahan Indonesia sebagai sesuatu yang grande. Sementara itu, sutradara muda Nursita Mouly Surya, 35, terus tertantang membuat lebih banyak karya terbaik. Film kedua yang disutradarainya, What They Don’t Talk about When They Talk about Love, menjadi film Indonesia pertama yang diputar dalam Sundance Film Festival2013di Utah, AS.

Film ini juga menyabet penghargaan Network for the Promotion of Asian Cinema (Netpac) Award dalam kategori Best Asian Feature Films di International Film Festival Rotterdam 2013 dan penghargaan Jose Rivero di Las Palmas de Gran Canaria International Film Festival 2014 di Spanyol kategori sutradara pendatang baru terbaik.

Karya pertama Mouly sebagai sutradara profesional, Fiksi,meraih empat Piala Citra dari 10 nominasi Festival Film Indonesia (FFI) 2008, yakni penata musik, penulis skenario, sutradara, dan film terbaik. Lewat Fiksi, dia juga ditahbiskan sebagai sutradara terbaik pada Jakarta International Film Festival (Jiffest) 2008. Namanya langsung diperhitungkan di jagat perfilman Tanah Air.

Character Animator

Satu lagi anak muda Indonesia terlibat penuh dalam produksi film-film animasi Hollywood yang menjadi box office. Di balik kesuksesan film Transformers: Age of Extinction, Noah, Pacific Rim, dan The Avengers, ada sentuhan seni Ronny Gani, animator Indonesia yang kini bernaung di Industrial Light & Magic (ILM) Singapura.

Perusahaan ini langganan meladeni proyek pengerjaan efek visual (VFX) filmfilm Hollywood. Uniknya, kepiawaian Ronny di bidang animasi adalah hasil pembelajaran secara autodidak. Pendidikan formalnya adalah Teknik Arsitektur Universitas Indonesia (UI). Setelah lulus kuliah, Ronny bertemu teman yang bekerja sebagai animator 3D. Dia tertarik pada profesi tersebut.

Mengingat tidak memiliki pendidikan formal dan pengalaman di bidang animasi, Ronny membuat portofolio dan demo untuk mencari kerja di bidang animasi. Dia kemudian berhasil mendapatkan pekerjaan pertama sebagai animator di perusahaan bernama Infinite Frameworks yang saat itu berlokasi di Batam. Di sana Ronny terlibat dalam pengerjaan proyek film Sing to the Dawn.

Film ini juga dirilis di Indonesia dengan judul Meraih Mimpi. Pada 2007, dia hijrah ke Singapura dan sempat bekerja di studio lokal, Sparky Animation. Studio lokal tersebut menjadi batu loncatan bagi Ronny hingga akhirnya bisa bergabung dengan Lucasfilm Animation.

Di sini, dia mengerjakan serial TV Star Wars: The Clone Warshingga akhirnya tiga tahun kemudian dipindahkan ke Industrial Light & Magic, anak perusahaan Lucasfilm Animation. Dia pun menjadi senior animator di Industrial Light & Magic, Singapura.

Robi ardianto/ ilham safutra/ dina angelina/ hermansah
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0871 seconds (0.1#10.140)