Perpres Harga Pangan

Kamis, 28 Mei 2015 - 11:09 WIB
Perpres Harga Pangan
Perpres Harga Pangan
A A A
Sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk memastikan kebutuhan pokok rakyat tersedia memadai dengan harga yang terjangkau. Kepastian itu semakin dinantikan, terutama menjelang bulan Puasa yang tinggal dua pekan lagi.

Biasanya, harga kebutuhan komoditas pangan utama seringkali mengalami fluktuasi menandai awal bulan Puasa. Persoalan pangan utama untuk Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 250 juta jiwa memang sangat sensitif. Karena itu, dibutuhkan kebijakan pangan yang betul-betul bisa menjaga ketersediaan dan keamanan pangan. Misalnya, cadangan beras pemerintah (CBP) yang harus banyak.

Lalu, seberapa besar CBP saat ini? Kalau bicara sisi ideal, Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar harus memiliki cadangan beras sekitar 1,5 juta hingga 1,8 juta ton. Hal itu berdasarkan hitungan versi Kementerian Pertanian (Kementan). Dengan CBP sebesar itu, pemerintah tak perlu khawatir kekurangan beras dan setiap saat bisa mengintervensi dengan bebas kalau harga sedang melonjak.

Untuk di kawasan Asia Tenggara, CBP Indonesia masih tergolong rendah. Sayangnya, Direktur Publik Perum Bulog Lely Pelitasari Soebekty sebagai narasumber dalam sebuah diskusi bertajuk, ”Beras dan Kedaulatan Pangan” pekan lalu di Jakarta tak bersedia mengungkapkan berapa besar CBP selama ini. Yang jelas, menurut Lely, stok beras saat ini aman untuk beberapa bulan ke depan.

Barangkali karena stok dinilai cukup aman, Kementerian Perdagangan (Kemendag) sudah mengumumkan tak akan membuka izin impor beras medium. Selain stok aman, produksi beras di dalam negeri juga terus berlangsung yang diperkirakan memuncak pada Juni dan Juli mendatang yang diprediksi bisa menghasilkan 7 juta ton beras.

Meski pemerintah cukup percaya diri untuk menyetop impor beras, desakan dari sejumlah pihak masih terus bergulir untuk membuka keran impor beras. Menteri Perdagangan Rachmat Gobel mencoba untuk tidak tergoda seraya menegaskan bahwa impor beras merupakan alternatif terakhir dari pemerintah.

Berdasarkan publikasi dari Perum Bulog stok beras saat ini mencapai 1,1 juta ton di Gudang Bulog. Angka tersebut seharusnya bisa lebih besar lagi, namun pihak Bulog mengakui masih mengalami kesulitan dalam menyerap beras dari petani. Hal itu disebabkan harga pembelian pemerintah (HPP) sebesar Rp 7.300 per kilogram tidak bisa bersaing alias lebih rendah dari harga yang ditawarkan tengkulak.

Karena terjadi disparitas harga, ujung-ujungnya petani memilih memasok beras kepada tengkulak dibanding ke Bulog. Akibatnya, kemampuan Bulog menyerap beras petani hanya sekitar 25.000 ton per hari. Peran Bulog yang melemah itu tentu perlu disikapi segera mengingat CBP masih jauh dari sisi ideal.

Harus diakui, Bulog sudah kehilangan taji dibanding masa Orde Baru lalu. Perubahan status sebagai lembaga penyangga menjadi perusahaan tuntutannya berbeda. Sebagai perusahaan, orientasinya bagaimana mencetak keuntungan. Selain memperkuat posisi Bulog kembali, juga muncul usulan agar pemerintah membuka areal persawahan khusus untuk mengamankan CBP.

Tugas pemerintah mengamankan harga pangan utama memang bukan persoalan gampang. Untuk jangka pendek terutama mengamankan harga pangan menjelang memasuki bulan Puasa, pemerintah sedang mempersiapkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pengendalian Harga Jelang Bulan Ramadan.

Perpres yang mengacuh pada Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2014 akan mengatur pengendalian harga komoditas pangan utama, di mana wewenang pengendalian harga langsung di bawah menteri perdagangan. Sayangnya, penerbitan perpres tersebut belum menunjukkan titik terang.

Pemerintah masih khawatir kebijakan itu akan melahirkan kontraproduktif yang akhirnya memicu spekulasi dan penimbunan di kalangan pedagang yang mencari keuntungan ilegal. Atas kekhawatiran itu, Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil menyatakan, pemerintah masih harus melakukan studi mendalam sebelum menerbitkan perpres itu. Apakah pemerintah masih punya waktu? Idealnya, jangan sampai realitas harga komoditas pangan utama sudah bergerak naik, tetapi regulasi masih dalam kajian.
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0697 seconds (0.1#10.140)