Kedaulatan dalam Perjanjian Investasi Internasional
A
A
A
ABDULKADIR JAILANI
Direktur Perjanjian Ekonomi,
Kementerian Luar Negeri
Peninjauan kembali semua perjanjian investasi internasional (PII) yang sedang dilakukan pemerintah merupakan suatu upaya untuk menyeimbangkan kepentingan pelindungan hak investor asing dengan kepentingan negara dalam menegakkan kedaulatannya.
Menteri luar negeri dalam pembukaan Regional Interactive Meeting on Investment Treaty di Jakarta pada 20 Januari 2015 menegaskan bahwa tujuan utama peninjauan kembali tersebut adalah menjamin agar kewenangan negara dalam menjalankan kebijakan pembangunan nasional tidak terganggu oleh ketentuan-ketentuan PII. PII adalah suatu perjanjian antarnegara yang mengatur tentang perlindungan terhadap investor asing di suatu negara.
Elemen-elemen perlindungan yang diberikan dalam perjanjian investasi antara lain mencakup prinsip nondiskriminasi, standar minimum perlakuan terhadap investasi asing, kewajiban untuk tidak melakukan nasionalisasi, dan mekanisme penyelesaian sengketa antara investor dan negara melalui arbitrase internasional.
Langkah peninjauan kembali tersebut diambil karena akhir-akhir ini gugatan investor asing terhadap negara ke arbitrase internasional, termasuk terhadap Pemerintah Indonesia, cenderung semakin meningkat. Gugatan tersebut umumnya ditujukan terhadap kebijakan pembangunan nasional diambil oleh suatu negara misalnya gugatan Newmont terhadap penerapan Undang-Undang Minerba.
Selain itu, sebagian besar ketentuan-ketentuan dalam PII yang dibuat pada 1970-1990- an tersebut juga sudah tidak sesuai situasi dan kondisi saat ini yang lebih memerlukan investasi asing yang memberikan kontribusi kepada pembangunan nasional (misalnya Indonesia saat ini lebih memerlukan investasi di bidang infrastruktur daripada investasi di bidang eksploitasi sumber daya alam). Perlindungan dalam PII yang ada saat ini sangat luas dan mencakup semua jenis investasi baik yang bermanfaat atau tidak bermanfaat bagi tujuan pembangunan nasional.
Pemerintah perlu secara mendalam melihat kembali setiap ketentuan dalam PII yang telah memberikan hak yang terlampau luas dan berlebihan. Hak-hak yang dimiliki oleh investor asing dalam PII yang ada selama ini dapat membatasi kedaulatan dan kemandirian negara dalam menentukan kebijakan pembangunan nasionalnya.
Pemerintah perlu mengupayakan agar PII juga memuat kewajiban-kewajiban tertentu yang harus dipenuhi oleh investor asing. Selain memuat kewajiban untuk mematuhi semua peraturan perundangan nasional, investor asing juga perlu diwajibkan untuk bertindak sesuai prinsip tata kelola perusahaan yang baik, pembangunan berkelanjutan, serta memenuhi semua tanggung jawab sosial dan lingkungannya.
PII generasi baru seyogianya juga memuat aturan yang mendukung upaya pemerintah dalam mengembangkan ekonomi kerakyatan. Hak negara untuk memberikan perlakuan khusus terhadap investor lokal sesuai amanat konstitusi atau peraturan perundangan nasional lainnya (misalnya penerapan Undang- Undang Hortikultura) perlu dinyatakan secara tegas.
Di samping itu, PII juga harus menegaskan hak negara untuk mengambil kebijakan-kebijakan khusus guna melindungi moralitas, ketertiban umum, kesehatan, lingkungan hidup, dan mencegah praktik bisnis yang curang. Langkah terpenting yang perlu dilakukan dalam proses peninjauan kembali adalah mengubah ketentuan mengenai penyelesaian sengketa antara investor asing dan pemerintah.
Investor asing seyogianya tidak diberi hak untuk secara langsung mengajukan gugatan di arbitrase internasional tanpa memerlukan persetujuan sebelumnya dari pemerintah. Mekanisme penyelesaian sengketa tersebut perlu disesuaikan kembali dengan Pasal 32 Ayat 4 Undang-Undang Penanaman Modal.
Sesuai dengan ketentuan tersebut, suatu sengketa akan diselesaikan melalui mekanisme arbitrase internasional apabila investor asing dan Pemerintah Indonesia membuat suatu persetujuan khusus secara tertulis guna menyerahkan sengketa dimaksud ke arbitrase internasional. Ketentuan seperti ini diharapkan dapat mencegah penyalahgunaan mekanisme penyelesaian sengketa melalui arbitrase internasional oleh investor nakal.
Pemerintah tidak perlu mengkhawatirkan kemungkinan dampak negatif proses peninjauan kembali tersebut terhadap arus modal asing ke Indonesia. Sepanjang peraturan perundangan nasional masih terus memberikan perlindungan yang memadai dan iklim investasi masih tetap kondusif, arus modal asing tidak terpengaruh oleh proses tersebut.
Berbagai kajian ilmiah dan pengalaman beberapa negara menunjukkan bahwa keberadaan suatu PII tidak memiliki korelasi langsung dengan penanaman modal asing di Indonesia. Kenyataan menunjukkan bahwa keputusan investor asing untuk melakukan investasi lebih banyak ditentukan oleh stabilitas politik, potensi pertumbuhan ekonomi, ketersediaan infrastruktur dan pertimbangan-pertimbangan komersial lainnya dibandingkan dengan keberadaan rejim PII.
Dengan demikian, keberadaan PII bukan sesuatu yang mutlak diperlukan untuk memajukan investasi asing di Indonesia. Tidak ada hubungan antara keberadaan PII dan masuknya modal asing didasarkan pada fakta yang terjadi di beberapa negara. Meskipun sejauh ini Brasil sama sekali tidak terikat oleh PII, angka investasi asing di negara tersebut jauh melampaui Indonesia yang memiliki 69 PII.
Jumlah investasi asing di Singapura juga jauh lebih tinggi dibanding Indonesia meski negara tersebut hanya memiliki 44 PII. Walaupun saat ini Afrika Selatan juga telah melakukan peninjuan kembali terhadap semua PII, angka investasi asing ke Afrika Selatan juga tidak terpengaruh oleh kebijakan baru Afrika Selatan di bidang investasi. Dengan demikian, Pemerintah Indonesia perlu segera menuntaskan proses peninjauan kembali PII dan menerapkannya secara konsisten.
Ketentuan-ketentuan PII yang memberikan hak yang terlampau luas kepada investor perlu diseimbangkan dengan kewajibannya. Di samping memuat secara tegas semua kewajiban investor, PII generasi baru seyogianya juga mengatur secara jelas mengenai kedaulatan negara dalam mengambil kebijakan sesuai strategi pembangunan nasional.
Selain itu, proses peninjauan kembali tersebut perlu menyesuaikan mekanisme penyelesaian sengketa antara investor asing dan Pemerintah dengan ketentuan Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
Direktur Perjanjian Ekonomi,
Kementerian Luar Negeri
Peninjauan kembali semua perjanjian investasi internasional (PII) yang sedang dilakukan pemerintah merupakan suatu upaya untuk menyeimbangkan kepentingan pelindungan hak investor asing dengan kepentingan negara dalam menegakkan kedaulatannya.
Menteri luar negeri dalam pembukaan Regional Interactive Meeting on Investment Treaty di Jakarta pada 20 Januari 2015 menegaskan bahwa tujuan utama peninjauan kembali tersebut adalah menjamin agar kewenangan negara dalam menjalankan kebijakan pembangunan nasional tidak terganggu oleh ketentuan-ketentuan PII. PII adalah suatu perjanjian antarnegara yang mengatur tentang perlindungan terhadap investor asing di suatu negara.
Elemen-elemen perlindungan yang diberikan dalam perjanjian investasi antara lain mencakup prinsip nondiskriminasi, standar minimum perlakuan terhadap investasi asing, kewajiban untuk tidak melakukan nasionalisasi, dan mekanisme penyelesaian sengketa antara investor dan negara melalui arbitrase internasional.
Langkah peninjauan kembali tersebut diambil karena akhir-akhir ini gugatan investor asing terhadap negara ke arbitrase internasional, termasuk terhadap Pemerintah Indonesia, cenderung semakin meningkat. Gugatan tersebut umumnya ditujukan terhadap kebijakan pembangunan nasional diambil oleh suatu negara misalnya gugatan Newmont terhadap penerapan Undang-Undang Minerba.
Selain itu, sebagian besar ketentuan-ketentuan dalam PII yang dibuat pada 1970-1990- an tersebut juga sudah tidak sesuai situasi dan kondisi saat ini yang lebih memerlukan investasi asing yang memberikan kontribusi kepada pembangunan nasional (misalnya Indonesia saat ini lebih memerlukan investasi di bidang infrastruktur daripada investasi di bidang eksploitasi sumber daya alam). Perlindungan dalam PII yang ada saat ini sangat luas dan mencakup semua jenis investasi baik yang bermanfaat atau tidak bermanfaat bagi tujuan pembangunan nasional.
Pemerintah perlu secara mendalam melihat kembali setiap ketentuan dalam PII yang telah memberikan hak yang terlampau luas dan berlebihan. Hak-hak yang dimiliki oleh investor asing dalam PII yang ada selama ini dapat membatasi kedaulatan dan kemandirian negara dalam menentukan kebijakan pembangunan nasionalnya.
Pemerintah perlu mengupayakan agar PII juga memuat kewajiban-kewajiban tertentu yang harus dipenuhi oleh investor asing. Selain memuat kewajiban untuk mematuhi semua peraturan perundangan nasional, investor asing juga perlu diwajibkan untuk bertindak sesuai prinsip tata kelola perusahaan yang baik, pembangunan berkelanjutan, serta memenuhi semua tanggung jawab sosial dan lingkungannya.
PII generasi baru seyogianya juga memuat aturan yang mendukung upaya pemerintah dalam mengembangkan ekonomi kerakyatan. Hak negara untuk memberikan perlakuan khusus terhadap investor lokal sesuai amanat konstitusi atau peraturan perundangan nasional lainnya (misalnya penerapan Undang- Undang Hortikultura) perlu dinyatakan secara tegas.
Di samping itu, PII juga harus menegaskan hak negara untuk mengambil kebijakan-kebijakan khusus guna melindungi moralitas, ketertiban umum, kesehatan, lingkungan hidup, dan mencegah praktik bisnis yang curang. Langkah terpenting yang perlu dilakukan dalam proses peninjauan kembali adalah mengubah ketentuan mengenai penyelesaian sengketa antara investor asing dan pemerintah.
Investor asing seyogianya tidak diberi hak untuk secara langsung mengajukan gugatan di arbitrase internasional tanpa memerlukan persetujuan sebelumnya dari pemerintah. Mekanisme penyelesaian sengketa tersebut perlu disesuaikan kembali dengan Pasal 32 Ayat 4 Undang-Undang Penanaman Modal.
Sesuai dengan ketentuan tersebut, suatu sengketa akan diselesaikan melalui mekanisme arbitrase internasional apabila investor asing dan Pemerintah Indonesia membuat suatu persetujuan khusus secara tertulis guna menyerahkan sengketa dimaksud ke arbitrase internasional. Ketentuan seperti ini diharapkan dapat mencegah penyalahgunaan mekanisme penyelesaian sengketa melalui arbitrase internasional oleh investor nakal.
Pemerintah tidak perlu mengkhawatirkan kemungkinan dampak negatif proses peninjauan kembali tersebut terhadap arus modal asing ke Indonesia. Sepanjang peraturan perundangan nasional masih terus memberikan perlindungan yang memadai dan iklim investasi masih tetap kondusif, arus modal asing tidak terpengaruh oleh proses tersebut.
Berbagai kajian ilmiah dan pengalaman beberapa negara menunjukkan bahwa keberadaan suatu PII tidak memiliki korelasi langsung dengan penanaman modal asing di Indonesia. Kenyataan menunjukkan bahwa keputusan investor asing untuk melakukan investasi lebih banyak ditentukan oleh stabilitas politik, potensi pertumbuhan ekonomi, ketersediaan infrastruktur dan pertimbangan-pertimbangan komersial lainnya dibandingkan dengan keberadaan rejim PII.
Dengan demikian, keberadaan PII bukan sesuatu yang mutlak diperlukan untuk memajukan investasi asing di Indonesia. Tidak ada hubungan antara keberadaan PII dan masuknya modal asing didasarkan pada fakta yang terjadi di beberapa negara. Meskipun sejauh ini Brasil sama sekali tidak terikat oleh PII, angka investasi asing di negara tersebut jauh melampaui Indonesia yang memiliki 69 PII.
Jumlah investasi asing di Singapura juga jauh lebih tinggi dibanding Indonesia meski negara tersebut hanya memiliki 44 PII. Walaupun saat ini Afrika Selatan juga telah melakukan peninjuan kembali terhadap semua PII, angka investasi asing ke Afrika Selatan juga tidak terpengaruh oleh kebijakan baru Afrika Selatan di bidang investasi. Dengan demikian, Pemerintah Indonesia perlu segera menuntaskan proses peninjauan kembali PII dan menerapkannya secara konsisten.
Ketentuan-ketentuan PII yang memberikan hak yang terlampau luas kepada investor perlu diseimbangkan dengan kewajibannya. Di samping memuat secara tegas semua kewajiban investor, PII generasi baru seyogianya juga mengatur secara jelas mengenai kedaulatan negara dalam mengambil kebijakan sesuai strategi pembangunan nasional.
Selain itu, proses peninjauan kembali tersebut perlu menyesuaikan mekanisme penyelesaian sengketa antara investor asing dan Pemerintah dengan ketentuan Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
(bbg)