Gaduh yang Memalukan
A
A
A
Wajar jika dikatakan bahwa sepak bola Indonesia dipermalukan oleh diri sendiri. Betapa tidak, Indonesia gagal menjadi tuan rumah yang baik pada pertandingan babak 16 besar AFC Cup 2015 yang mempertemukan Persipura Jayapura dengan Pahang FA dari Malaysia.
Beberapa pemain asing Pahang FA gagal mendapat izin masuk Indonesia gara-gara sistem administrasi yang berubah pascapembekuan PSSI oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Wajar jika pihak Pahang FA marah dan memilih balik ke Malaysia, selain harus ”terdampar” di Bandara Soekarno-Hatta semalaman, izin yang mereka tunggu pun akhirnya tak keluar.
Saling tuding pun dan merasa benar pun menjadi bumbu cerita berikutnya. Aturan baru pascapembekuan PSSI oleh Kemenpora menyebutkan bahwa semua pemain asing yang masuk Indonesia harus seizin Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) atau Menpora. Uniknya, pihak Persipura baru mengetahui justru ketika mencari izin ke pihak Imigrasi.
Dari pihak Imigrasi, Persipura baru mendapat keterangan tersebut. Parahnya lagi, sistem izin baru tersebut diketahui beberapa hari sebelum pihak Pahang FA mendarat di Indonesia. Dan bisa ditebak, pihak Persipura hanya mempunyai waktu dua hari untuk mengurus surat izin dari BOPI.
Pihak BOPI pun berkelit bahwa pihaknya sudah mengeluarkan rekomendasi atau izin pada Sabtu (23/5) sore. Meski mengakui sempat salah kirim surat rekomendasi, BOPI pun beralasan bahwa cara tersebut dianggap mendukung kiprah Persib dan Persipura di AFC Cup. Namun apakah dengan cara tersebut sudah cukup?
Pertanyaan, ketika Persipura dan Persib Bandung masuk babak 16 besar, apakah pihak BOPI sudah memberikan sosialisasi kepada kedua tim tersebut, karena pihak Persipura mengaku mengetahui sistem anyar tersebut dari pihak Imigrasi. Bukan semestinya, jika BOPI atau pihak Kemenpora peduli dengan Persipura dan Persib Bandung di AFC Cup 2015, sosialisasi tersebut jauhjauh hari sudah diberitahukan kepada kedua tim.
Toh, kedua tim menjelang dua laga terakhir di babak penyisihan mempunyai peluang besar untuk lolos ke babak 16 besar? BOPI boleh berkelit atau bahkan seolah melemparkan persoalan tersebut ke pihak Persipura. Atau bahkan, jika nanti semakin didesak, BOPI juga bisa berkelit.
”Jika Persib bisa, kenapa Persipura tidak bisa?” Karena izin untuk pemain asing Kitchee FC yang akan menjadi lawan Persib Bandung memang bisa dikeluarkan. Tentu kita tidak berharap ada pertanyaan atau pernyataan tersebut di atas yang ditujukan kepada Persipura. Yang jelas, saat ini Persipura dan PSSI menunggu sanksi dari AFC (Asosiasi Sepak Bola Asia) atas insiden ini.
Memang, AFC masih baik hati tidak akan menghukum Persipura dan PSSI hukuman berat jika menyelesaikan ini dengan baik. Namun, toh, sepak bola Asia sudah melihat bagaimana karut-marutnya sepak bola Indonesia.
Kegaduhan sepak bola Indonesia ini kembali memakan korban setelah kompetisi profesional lokal dihentikan, kini klub kebanggaan Tanah Air—Persipura Jayapura, harus terkena imbas dari kegaduhan ini. Mau sampai kapan kegaduhan ini berakhir? Semestinya secepatnya diakhiri. Kemenpora yang saat ini memegang kendali atas sepak bola Tanah Air harus benar-benar serius bertindak tepat dan cepat.
Ya, tepat dan cepat. Perhatian Kemenpora harus benarbenar difokuskan pada sepak bola Indonesia. Tim Transisi yang digadang-gadangkan bisa menyelesaikan kegaduhan ini harus segera mengambil sikap. Tim Transisi yang menjadi jagoan Kemenpora harus membuktikan bahwa mereka bisa menyelesaikan kegaduhan sepak bola Indonesia.
Kasus Pahang FA harus menjadi pelajaran penting bagi Kemenpora, bahwa kegaduhan membuat bangsa ini malu. Kasus ini harus yang terakhir. Ayo kembali duduk bersama dengan stakeholder sepak bola Indonesia untuk menyelesaikan kegaduhan ini. Kemenpora yang saat ini memegang kendali harus menjadi pemrakarsa untuk menyelesaikan kasus ini.
Passion para pemain saat ini menjadi turun drastis. Motivasi mereka untuk berprestasi pun hilang. Kemenpora harus segara turun tangan dan memberikan perhatian penuh terhadap sepak bola Indonesia. Jika tidak, kita akan semakin malu di mata sepak bola Asia, bahkan dunia.
Beberapa pemain asing Pahang FA gagal mendapat izin masuk Indonesia gara-gara sistem administrasi yang berubah pascapembekuan PSSI oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Wajar jika pihak Pahang FA marah dan memilih balik ke Malaysia, selain harus ”terdampar” di Bandara Soekarno-Hatta semalaman, izin yang mereka tunggu pun akhirnya tak keluar.
Saling tuding pun dan merasa benar pun menjadi bumbu cerita berikutnya. Aturan baru pascapembekuan PSSI oleh Kemenpora menyebutkan bahwa semua pemain asing yang masuk Indonesia harus seizin Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) atau Menpora. Uniknya, pihak Persipura baru mengetahui justru ketika mencari izin ke pihak Imigrasi.
Dari pihak Imigrasi, Persipura baru mendapat keterangan tersebut. Parahnya lagi, sistem izin baru tersebut diketahui beberapa hari sebelum pihak Pahang FA mendarat di Indonesia. Dan bisa ditebak, pihak Persipura hanya mempunyai waktu dua hari untuk mengurus surat izin dari BOPI.
Pihak BOPI pun berkelit bahwa pihaknya sudah mengeluarkan rekomendasi atau izin pada Sabtu (23/5) sore. Meski mengakui sempat salah kirim surat rekomendasi, BOPI pun beralasan bahwa cara tersebut dianggap mendukung kiprah Persib dan Persipura di AFC Cup. Namun apakah dengan cara tersebut sudah cukup?
Pertanyaan, ketika Persipura dan Persib Bandung masuk babak 16 besar, apakah pihak BOPI sudah memberikan sosialisasi kepada kedua tim tersebut, karena pihak Persipura mengaku mengetahui sistem anyar tersebut dari pihak Imigrasi. Bukan semestinya, jika BOPI atau pihak Kemenpora peduli dengan Persipura dan Persib Bandung di AFC Cup 2015, sosialisasi tersebut jauhjauh hari sudah diberitahukan kepada kedua tim.
Toh, kedua tim menjelang dua laga terakhir di babak penyisihan mempunyai peluang besar untuk lolos ke babak 16 besar? BOPI boleh berkelit atau bahkan seolah melemparkan persoalan tersebut ke pihak Persipura. Atau bahkan, jika nanti semakin didesak, BOPI juga bisa berkelit.
”Jika Persib bisa, kenapa Persipura tidak bisa?” Karena izin untuk pemain asing Kitchee FC yang akan menjadi lawan Persib Bandung memang bisa dikeluarkan. Tentu kita tidak berharap ada pertanyaan atau pernyataan tersebut di atas yang ditujukan kepada Persipura. Yang jelas, saat ini Persipura dan PSSI menunggu sanksi dari AFC (Asosiasi Sepak Bola Asia) atas insiden ini.
Memang, AFC masih baik hati tidak akan menghukum Persipura dan PSSI hukuman berat jika menyelesaikan ini dengan baik. Namun, toh, sepak bola Asia sudah melihat bagaimana karut-marutnya sepak bola Indonesia.
Kegaduhan sepak bola Indonesia ini kembali memakan korban setelah kompetisi profesional lokal dihentikan, kini klub kebanggaan Tanah Air—Persipura Jayapura, harus terkena imbas dari kegaduhan ini. Mau sampai kapan kegaduhan ini berakhir? Semestinya secepatnya diakhiri. Kemenpora yang saat ini memegang kendali atas sepak bola Tanah Air harus benar-benar serius bertindak tepat dan cepat.
Ya, tepat dan cepat. Perhatian Kemenpora harus benarbenar difokuskan pada sepak bola Indonesia. Tim Transisi yang digadang-gadangkan bisa menyelesaikan kegaduhan ini harus segera mengambil sikap. Tim Transisi yang menjadi jagoan Kemenpora harus membuktikan bahwa mereka bisa menyelesaikan kegaduhan sepak bola Indonesia.
Kasus Pahang FA harus menjadi pelajaran penting bagi Kemenpora, bahwa kegaduhan membuat bangsa ini malu. Kasus ini harus yang terakhir. Ayo kembali duduk bersama dengan stakeholder sepak bola Indonesia untuk menyelesaikan kegaduhan ini. Kemenpora yang saat ini memegang kendali harus menjadi pemrakarsa untuk menyelesaikan kasus ini.
Passion para pemain saat ini menjadi turun drastis. Motivasi mereka untuk berprestasi pun hilang. Kemenpora harus segara turun tangan dan memberikan perhatian penuh terhadap sepak bola Indonesia. Jika tidak, kita akan semakin malu di mata sepak bola Asia, bahkan dunia.
(bhr)