Pembangunan Berorientasi Pariwisata
A
A
A
Agar sukses menjadi ikon dan media promosi wisata, pengelolaan Bus-tram Semarjawi tak bisa begitu saja diserahkan sepenuhnya kepada satu pihak. Pemerintah Kota Semarang sebagai pencetus perlu bersinergi dan berkoordinasi dengan semua stakeholders terkait.
Menurut pengamat pariwisata dari Universitas Indonesia Jajang Gunawijaya, idealnya pelayanan bus city tour ini minimal memenuhi standar Sapta Pesona. Misalnya ada pembenahan objekobjek wisata yang dilintasi. “Kalau sekadar city tour tanpa perbaikan pembangunan berorientasi pariwisata ya tidak akan efektif,” tegasnya.
Dia menekankan, faktor-faktor pendukung yang perlu diperhatikan adalah infrastruktur, keamanan, kenyamanan, dan kebersihan. Infrastruktur misalnya jalan yang aman dan nyaman dilewati, trotoar yang nyaman bagi para pejalan kaki, dan lainnya. Selain itu, perlu publikasi dengan kemasan menarik bahwa sekarang sudah ada sarana kendaraan city tour di Semarang.
Tak kalah penting, lanjut Jajang, adalah koordinasi. Dinas Pariwisata tidak bisa berjalan sendiri. Perlu peran Dinas Kebersihan dan Pertamanan untuk mendukung kenyamanan wisatawan. Perlu dukungan Dinas Pekerjaan Umum atau Bina Marga untuk infrastruktur, bahkan termasuk Dinas Pasar karena pasar juga potensial sebagai tempat wisata. Jadi harus ada payung hukum dari kepala daerah, bahwa semua pembangunan harus berorientasi pada pengembangan pariwisata, papar Jajang.
Pengamat transportasi dari Unika Soegidjapranata Semarang Joko Setijowarno mengusulkan rute Bus Semarjawi dari Kota Lama, Jalan Pemuda, Jalan MGR Soegidjapranata, Jalan Bojong Salaman, Jalan Pamularsih, Jalan Kaligarang, Jalan Letjen S Parman, Jalan Sultan Agung, dan Jalan Sisingamangaraja.
Selanjutnya Jalan Dr Wahidin, Jalan MT Haryono, Jalan Sriwijaya, Jalan Pahlawan, Kawasan Simpanglima, Jalan Pandanaran, Tugu Muda, Jalan Pandanaran, Jalan Gajahmada, Jalan Pemuda, dan kembali ke Kota Lama. Rute itu akan melewati banyak hotel, objek wisata, pasar, mal, dan lainnya. Tapi yang lebih penting, kata Joko, memang menyelesaikan masalah perizinan agar operasional Semarjawi tidak melanggar aturan.
Lantai dua bus ini harus ditutup lagi agar memenuhi unsur keselamatan dan tidak melanggar PP No 74/2014 tentang Angkutan Jalan. Pengamat tata kota dari Universitas Diponegoro Semarang Imam Buchori yakin semakin banyak Bus Semarjawi akan semakin sedikit wisatawan yang menggunakan kendaraan pribadi atau eksklusif. Naik Semarjawi bisa menjadi salah satu sensasi tersendiri bagi wisatawan.
“Sumber kemacetan adalah banyaknya kendaraan pribadi. Solusinya dengan memperbanyak angkutan umum. Termasuk angkutan umum wisata,” sebutnya. Pemerintah Kota Semarang juga perlu menggencarkan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat untuk ikut menjaga dan memelihara Semarjawi.
Semarjawi bisa berhenti di titik-titik usaha kecil yang dibina dengan baik oleh pemerintah. Pelaku usaha akan merasa diuntungkan dengan adanya bus city tour ini dan mereka akan merasa perlu ikut menjaga karena bisa menyokong kehidupannya. “Kita tumbuhkan rasa memiliki. Memang tidak bisa instan, tapi perlu dimulai, imbuhnya.
M abduh
Menurut pengamat pariwisata dari Universitas Indonesia Jajang Gunawijaya, idealnya pelayanan bus city tour ini minimal memenuhi standar Sapta Pesona. Misalnya ada pembenahan objekobjek wisata yang dilintasi. “Kalau sekadar city tour tanpa perbaikan pembangunan berorientasi pariwisata ya tidak akan efektif,” tegasnya.
Dia menekankan, faktor-faktor pendukung yang perlu diperhatikan adalah infrastruktur, keamanan, kenyamanan, dan kebersihan. Infrastruktur misalnya jalan yang aman dan nyaman dilewati, trotoar yang nyaman bagi para pejalan kaki, dan lainnya. Selain itu, perlu publikasi dengan kemasan menarik bahwa sekarang sudah ada sarana kendaraan city tour di Semarang.
Tak kalah penting, lanjut Jajang, adalah koordinasi. Dinas Pariwisata tidak bisa berjalan sendiri. Perlu peran Dinas Kebersihan dan Pertamanan untuk mendukung kenyamanan wisatawan. Perlu dukungan Dinas Pekerjaan Umum atau Bina Marga untuk infrastruktur, bahkan termasuk Dinas Pasar karena pasar juga potensial sebagai tempat wisata. Jadi harus ada payung hukum dari kepala daerah, bahwa semua pembangunan harus berorientasi pada pengembangan pariwisata, papar Jajang.
Pengamat transportasi dari Unika Soegidjapranata Semarang Joko Setijowarno mengusulkan rute Bus Semarjawi dari Kota Lama, Jalan Pemuda, Jalan MGR Soegidjapranata, Jalan Bojong Salaman, Jalan Pamularsih, Jalan Kaligarang, Jalan Letjen S Parman, Jalan Sultan Agung, dan Jalan Sisingamangaraja.
Selanjutnya Jalan Dr Wahidin, Jalan MT Haryono, Jalan Sriwijaya, Jalan Pahlawan, Kawasan Simpanglima, Jalan Pandanaran, Tugu Muda, Jalan Pandanaran, Jalan Gajahmada, Jalan Pemuda, dan kembali ke Kota Lama. Rute itu akan melewati banyak hotel, objek wisata, pasar, mal, dan lainnya. Tapi yang lebih penting, kata Joko, memang menyelesaikan masalah perizinan agar operasional Semarjawi tidak melanggar aturan.
Lantai dua bus ini harus ditutup lagi agar memenuhi unsur keselamatan dan tidak melanggar PP No 74/2014 tentang Angkutan Jalan. Pengamat tata kota dari Universitas Diponegoro Semarang Imam Buchori yakin semakin banyak Bus Semarjawi akan semakin sedikit wisatawan yang menggunakan kendaraan pribadi atau eksklusif. Naik Semarjawi bisa menjadi salah satu sensasi tersendiri bagi wisatawan.
“Sumber kemacetan adalah banyaknya kendaraan pribadi. Solusinya dengan memperbanyak angkutan umum. Termasuk angkutan umum wisata,” sebutnya. Pemerintah Kota Semarang juga perlu menggencarkan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat untuk ikut menjaga dan memelihara Semarjawi.
Semarjawi bisa berhenti di titik-titik usaha kecil yang dibina dengan baik oleh pemerintah. Pelaku usaha akan merasa diuntungkan dengan adanya bus city tour ini dan mereka akan merasa perlu ikut menjaga karena bisa menyokong kehidupannya. “Kita tumbuhkan rasa memiliki. Memang tidak bisa instan, tapi perlu dimulai, imbuhnya.
M abduh
(bbg)