Pelaku Usaha Diminta Berani Berinvestasi Bangun Merek Lokal
A
A
A
JAKARTA - Upaya membangun merek lokal agar dapat bersaing dengan merek-merek global tidak dapat hanya digantungkan pada peran pemerintah.
Pelaku usaha diminta menciptakan produk-produk berkualitas sehingga meraih kepercayaan konsumen. ”Itu memang tidak mudah. Karenaitusetiapprodusenharus berani berinvestasi untuk membangun brand-nya,” kata Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf di Jakarta kemarin. Triawan menerangkan, sebuah brand harus dibangun dengan konsisten karena mencerminkan kepribadian suatu produk.
Konsistensi tidak hanya mencakup kualitas produk, tetapijuga packaging, distribusi, dan promosi. ”Nah, itu semua investasi yang ada biayanya,” kata dia. Seperti diberitakan, dengan jumlah populasi sangat besar, Indonesia menjadi pasar menjanjikan bagi produk-produk asing. Mereka leluasa menggempur semua lini kebutuhan konsumen.
Merek-merek asing diperkirakan makin membanjiri pasar setelah era pasar bebas ASEAN diberlakukan. Dengan proteksi pemerintah yang dinilai minim, situasi ini membuat merek- merek lokal kian tergerus. Triawan mengungkapkan, pemerintah tidak diam dengan keberadaan merek-merek lokal. Badan Ekonomi Kreatif, misalnya, berkomitmen untuk memperbaiki branding dan packaging produk-produk lokal.
Menurutnya, kemasan bagian penting dari branding. Menjadi persoalan karena selama ini kemasan sering tidak diperhatikan oleh produk-produk lokal. Imbasnya, merek itu tidak tertanam kuat di benak konsumen. Triawan meminta pelaku usaha di Indonesia untuk belajar pada Jepang di mana produk- produk sekecil apa pun selalu dibungkus dengan sangat teliti. ”Sehingga kadang-kadang kalau kita membeli produk Jepang, sayang sekali membuang packaging-nya karena begitu detail,” ungkapnya.
Dia mengingatkan, selain kemasan, pemasaran yang luas dan terus-menerus jadi kunci mengangkat merek lokal. Dalam pandangannya, tingkat konsumsi terhadap merek-merek lokal sudah bagus, tetapi belum sempurna. Triawan menegaskan, pelaku usaha tidak bisa memaksakan konsumen untuk mencintai semua merek-merek dalam negeri.
Selama merek itu mencerminkan produk berkualitas dan dibutuhkan konsumen, dia akan selalu digunakan. ”Intinya perlu kesadaran bagaimana merek itu untuk meyakinkan orang,” katanya. Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan Widodo mengatakan, untuk mengangkat merek lokal, industri dalam negeri juga harus bisa memproduksi barang yang memiliki daya saing (kompetitif).
Mengenai proteksi pemerintah sebagai salah satu elemen pendorong, dia menegaskan bahwa ada pengawasan ketat mengenai peredaran barang impor dipasar. Pada 2014 produk impor yang tidak sesuai dengan ketentuan sekitar 64%. Adapun pada kuartal pertama 2015 sekitar 70%. ”Artinya, kualitas produk dalam negeri tidak kalah dengan produk luar. Kita publikasikan supaya konsumen juga paham bahwa kualitas produk dalam negeri juga baik,” sebutnya.
Widodo melanjutkan, berdasarkan survei Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK), tingkat penggunaan produk dalam negeri mencapai 76,19%. ”Semoga konsumen kita konsisten menggunakan produk dalam negeri sehingga maju industri dalam negeri kita,” katanya.
Perancang sepatu asal Bali Ni Luh Djelantik mengakui kualitas dan edukasi kepada konsumen menjadi faktor keberhasilan merek suatu produk. Baginya, pelanggan merupakan bagian dari keluarga. ”Saya tidak memiliki strategi pemasaran bermodal besar. Tapi kepercayaan bagi saya adalah nilai yang sangat berharga. Bukan hanya kepada pelanggan, tetapi juga kepada pegawai saya,” ucap dia.
Ni Luh merupakan salah satu pebisnis Indonesia yang karyanya mendunia. Sepatu rancangannya telah digunakan sejumlah selebritas Hollywood semisal Uma Thurman hingga Julia Roberts. Nih Luh yang turut tampil pada acara Indonesia Brand Forum di Jakarta Rabu (20/5) menegaskan bahwa merek dalam negeri bisa menembus pasar global jika memiliki keunikan atau kualitas tertentu yang tidak dimiliki pesaing.
Selain Ni Luh, sejumlah perusahaan dalam negeri dengan berbagai mereknya juga tercatat sukses menembus pasar internasional. Misalnya Polygon (sepeda), Kopiko (permen), Yupi (permen karet) atau Semen Indonesia. CEO PT Kelola Mina Laut Mohammad Nadjikh mengatakan, keuletan dan konsistensi telah membawa bisnisnya mendunia.
KML saat ini tercatat sebagai eksportir terbesar produk ikan teri nasi dari Indonesia. Produk ini menguasai 70% pasar Jepang dengan volume ekspor setiap bulan mencapai 25 kontainer. ”Harus ada kombinasi teknologi tepat guna dengan teknologi tinggi modern dengan menggunakan kualitas standar internasional supaya kita bisa ke global. Dari situlah yang kita lakukan,” kata Nadjikh.
Oktiani endarwati/ Ichsan amin
Pelaku usaha diminta menciptakan produk-produk berkualitas sehingga meraih kepercayaan konsumen. ”Itu memang tidak mudah. Karenaitusetiapprodusenharus berani berinvestasi untuk membangun brand-nya,” kata Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf di Jakarta kemarin. Triawan menerangkan, sebuah brand harus dibangun dengan konsisten karena mencerminkan kepribadian suatu produk.
Konsistensi tidak hanya mencakup kualitas produk, tetapijuga packaging, distribusi, dan promosi. ”Nah, itu semua investasi yang ada biayanya,” kata dia. Seperti diberitakan, dengan jumlah populasi sangat besar, Indonesia menjadi pasar menjanjikan bagi produk-produk asing. Mereka leluasa menggempur semua lini kebutuhan konsumen.
Merek-merek asing diperkirakan makin membanjiri pasar setelah era pasar bebas ASEAN diberlakukan. Dengan proteksi pemerintah yang dinilai minim, situasi ini membuat merek- merek lokal kian tergerus. Triawan mengungkapkan, pemerintah tidak diam dengan keberadaan merek-merek lokal. Badan Ekonomi Kreatif, misalnya, berkomitmen untuk memperbaiki branding dan packaging produk-produk lokal.
Menurutnya, kemasan bagian penting dari branding. Menjadi persoalan karena selama ini kemasan sering tidak diperhatikan oleh produk-produk lokal. Imbasnya, merek itu tidak tertanam kuat di benak konsumen. Triawan meminta pelaku usaha di Indonesia untuk belajar pada Jepang di mana produk- produk sekecil apa pun selalu dibungkus dengan sangat teliti. ”Sehingga kadang-kadang kalau kita membeli produk Jepang, sayang sekali membuang packaging-nya karena begitu detail,” ungkapnya.
Dia mengingatkan, selain kemasan, pemasaran yang luas dan terus-menerus jadi kunci mengangkat merek lokal. Dalam pandangannya, tingkat konsumsi terhadap merek-merek lokal sudah bagus, tetapi belum sempurna. Triawan menegaskan, pelaku usaha tidak bisa memaksakan konsumen untuk mencintai semua merek-merek dalam negeri.
Selama merek itu mencerminkan produk berkualitas dan dibutuhkan konsumen, dia akan selalu digunakan. ”Intinya perlu kesadaran bagaimana merek itu untuk meyakinkan orang,” katanya. Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan Widodo mengatakan, untuk mengangkat merek lokal, industri dalam negeri juga harus bisa memproduksi barang yang memiliki daya saing (kompetitif).
Mengenai proteksi pemerintah sebagai salah satu elemen pendorong, dia menegaskan bahwa ada pengawasan ketat mengenai peredaran barang impor dipasar. Pada 2014 produk impor yang tidak sesuai dengan ketentuan sekitar 64%. Adapun pada kuartal pertama 2015 sekitar 70%. ”Artinya, kualitas produk dalam negeri tidak kalah dengan produk luar. Kita publikasikan supaya konsumen juga paham bahwa kualitas produk dalam negeri juga baik,” sebutnya.
Widodo melanjutkan, berdasarkan survei Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK), tingkat penggunaan produk dalam negeri mencapai 76,19%. ”Semoga konsumen kita konsisten menggunakan produk dalam negeri sehingga maju industri dalam negeri kita,” katanya.
Perancang sepatu asal Bali Ni Luh Djelantik mengakui kualitas dan edukasi kepada konsumen menjadi faktor keberhasilan merek suatu produk. Baginya, pelanggan merupakan bagian dari keluarga. ”Saya tidak memiliki strategi pemasaran bermodal besar. Tapi kepercayaan bagi saya adalah nilai yang sangat berharga. Bukan hanya kepada pelanggan, tetapi juga kepada pegawai saya,” ucap dia.
Ni Luh merupakan salah satu pebisnis Indonesia yang karyanya mendunia. Sepatu rancangannya telah digunakan sejumlah selebritas Hollywood semisal Uma Thurman hingga Julia Roberts. Nih Luh yang turut tampil pada acara Indonesia Brand Forum di Jakarta Rabu (20/5) menegaskan bahwa merek dalam negeri bisa menembus pasar global jika memiliki keunikan atau kualitas tertentu yang tidak dimiliki pesaing.
Selain Ni Luh, sejumlah perusahaan dalam negeri dengan berbagai mereknya juga tercatat sukses menembus pasar internasional. Misalnya Polygon (sepeda), Kopiko (permen), Yupi (permen karet) atau Semen Indonesia. CEO PT Kelola Mina Laut Mohammad Nadjikh mengatakan, keuletan dan konsistensi telah membawa bisnisnya mendunia.
KML saat ini tercatat sebagai eksportir terbesar produk ikan teri nasi dari Indonesia. Produk ini menguasai 70% pasar Jepang dengan volume ekspor setiap bulan mencapai 25 kontainer. ”Harus ada kombinasi teknologi tepat guna dengan teknologi tinggi modern dengan menggunakan kualitas standar internasional supaya kita bisa ke global. Dari situlah yang kita lakukan,” kata Nadjikh.
Oktiani endarwati/ Ichsan amin
(ftr)