Kebangkitan Petani Gurem

Senin, 18 Mei 2015 - 11:02 WIB
Kebangkitan Petani Gurem
Kebangkitan Petani Gurem
A A A
Sektor pertanian seharusnya merupakan sektor utama Indonesia: 31,7 juta atau sekitar 25% penduduk Indonesia bekerja di sektor pertanian.

Kenyataannya, hasil sensus pertanian 2013 menunjukkan rata-rata pendapatan rumah tangga pertanian adalah sekitar Rp2,2 juta per bulan. Produktivitas petani Indonesia rendah dikarenakan rendahnya kepemilikan lahan oleh petani. Sensus per-tanian tahun 2013 menunjukkan rata-rata kepemilikan lahan per petani adalah sekitar 0,3 ha per keluarga dengan 40% petani memiliki luas lahan di bawah 0,2 ha.

Akibatnya sebagian besar petani Indonesia mengolah seluruh ladangnya namun tetap tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Akhirnya ia menjadi petani gurem: bekerja mengolah lahan milik petani lainnya. Jumlah petani gurem menurut sensus petani 2013 mencapai 14 juta rumah tangga, yang sebagian besar berada di bawah garis kemiskinan. Untuk pengembangan sektor pertanian penting sekali untuk mengurangi jumlah petani gurem.

Ekstensifikasi lahan secara tepat dapat mengubah petani gurem dari masyarakat miskin menjadi aset negara dengan peningkatan produktivitas petani gurem. Perubahan ini harus dilakukan secara bertahap dalam kebangkitan sektor pertanian. Bukan hanya dengan memaksa subsidi pupuk, pembatasan impor, dan intervensi pasar yang akan membebani anggaran dalam jangka panjang.

Sebagai contoh, harga beras dunia per Maret 2015 adalah sekitar Rp5.240 per kilogram. Bandingkan ini dengan harga eceran beras yang kita kenal di atas Rp8.000 per kilogram. Harga yang tercipta karena pembatasan impor oleh pemerintah ini memang menguntungkan petani, namun ini di atas kerugian seluruh masyarakat lain yang terpaksa mengonsumsi beras dengan harga lebih mahal.

Dalam jangka panjang, petani harus mampu bertahan tanpa subsidi. Keadaan di mana harga beras Indonesia lebih tinggi 60% dibandingkan harga beras dunia tidak sehat bagi perekonomian. Dalam jangka pendek hal ini memang diperlukan untuk membantu sektor pertanian, namun harus ada rencana jangka panjang agar infant industry pertanian di Indonesia ini mampu bersaing nantinya seperti China dan India.

Sebagaimana dikatakan mantan Menteri Pertanian Suswono, idealnya luas lahan petani adalah 2 ha, bukan 0,3 ha yang hampir tidak mencukupi kebutuhan hidup. Peran pemerintah sangat penting untuk mengubah hal ini: dimulai dari ekstensifikasi lahan, pengalihan lahan tidak berguna menjadi lahan pertanian, sampai pembukaan lapangan kerja baru untuk petani gurem.

Sudah saatnya mengubah wajah petani Indonesia: dari seorang lelaki paruh baya denganpaculnya bekerjadilahan kecil menjadi gambaran pekerja keras yang sejahtera.

Muhammad Imam Adli
Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6102 seconds (0.1#10.140)