APTB, Kopaja, dan Kopami Percontohan Rupiah per Kilometer
A
A
A
JAKARTA - PemprovDKIJakarta menargetkan, angkutan perbatasan terintegrasi bus Transjakarta (APTB), Kopaja, dan Kopami tahun ini berada di bawah pengelolaan PT Transportasi Jakarta.
Angkutan umum tersebut akan menggunakan tarif rupiah perkilometer untuk mengurai kepadatan arus lalu lintas. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan, saat ini pihaknya tengah mempersiapkan lelang tarif rupiah per kilometer untuk APTB. Tarif angkutan umum luar kota berbeda dengan tarif di dalam kota.
”Kalau dari luar kota, kan lebih longgar penumpangnya, tentu harganya harus beda. Rupiah per kilometernya harus lebih murah kalau di dalam kota sebetulnya,” kata Ahok di Balai Kota kemarin. Ahok menyatakan, penerapan sistem rupiah per kilometer dapat mengurai kepadatan arus lalu lintas. Targetnya, tahun ini sistem rupiah per kilometer sudah dapat diterapkan di APTB, Kopaja, dan Kopami.
Adapun, tahun depan semua angkutan umum di Ibu Kota sudah berada di bawah PT Transportasi Jakarta dan dibayar dengan sistem rupiah per kilometer. ”Pengennya begitu, nggak keburu kayaknya tahun ini. Beli busnya saja untuk produksi nggak secepat itu. Kita harap 2016 bisa, paling enggak berapa persen dulu,” ujarnya.
Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta Shafruhan Sinungan mendukung langkah Pemprov DKI untuk terus berupaya meningkatkan pelayanan transportasi massal, baik itu dengan sistem rupiah per kilometer ataupun perubahan trayek. Organda tidak mempermasalahkan berapa pun tarif yang dilelang untuk rupiah per kilometer.
Terpenting, jangan sampai membuat pengusaha angkutan terbebani. ”Pilihan Pak Ahok itu bukti konsisten mewujudkan pelayanan angkutan umum dengan sistem rupiah per kilometer. Sayangnya, bawahannya ini (Dishub) yang memperlambatnya,” ujarnya. Shafruhan memastikan, 150 Kopaja sudah disiapkan sejak akhir tahun lalu dan sudah sesuai spesifikasi yang diminta PT Transportasi Jakarta.
Pengamat Transportasi dari Universitas Gadjah Mada Danang Parikesit berharap, Pemprov DKI Jakarta mempersiapkan faktor pendukung sebelum melaksanakan sistem rupiah per kilometer. Pertama , Pemprov DKI Jakarta harus memperkuat manajemen PT Transportasi Jakarta. Hal ini karena kontrak kerja sama antara operator dengan pemerintah harus diwakili PT Transportasi Jakarta.
Apabila ada wanprestasi, PT Transportasi Jakarta harus bisa menyelesaikannya secara perdata. Sementara kalau kontraknya dengan pemerintah langsung, dipastikan sulit untuk menyelesaikannya. Kedua , standar pelayanan maksimum (SPM) angkutan umum harus dipersiapkan lantaran saat ini operasionalnya belum tepat dan harus diatur ulang.
Ketiga, Pemprov DKI Jakarta harus mengambil semua trayek angkutan umum. Terakhir, Pemprov DKI Jakarta harus mengikuti Kementerian Perhubungan yang mengatur integrasi transportasi antara bus, rel, dan sebagainya. Rencananya, peraturan presiden yang mengatur hal tersebut akan dikeluarkan bulan depan.
”Terpenting, Pemprov DKI harus sudah memperhitungkan risiko pendapatannya yang dialihkan untuk sistem tersebut. Apabila semua angkutan umum diterapkan sistem tersebut, diperkirakan menghabiskan anggaran sekitar Rp5- 8 triliun. Kalau semua sudah siap, saya optimistis 2016 sudah bisa jalan, minimal pilot project-nya,” tegasnya.
Bima setiyadi
Angkutan umum tersebut akan menggunakan tarif rupiah perkilometer untuk mengurai kepadatan arus lalu lintas. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan, saat ini pihaknya tengah mempersiapkan lelang tarif rupiah per kilometer untuk APTB. Tarif angkutan umum luar kota berbeda dengan tarif di dalam kota.
”Kalau dari luar kota, kan lebih longgar penumpangnya, tentu harganya harus beda. Rupiah per kilometernya harus lebih murah kalau di dalam kota sebetulnya,” kata Ahok di Balai Kota kemarin. Ahok menyatakan, penerapan sistem rupiah per kilometer dapat mengurai kepadatan arus lalu lintas. Targetnya, tahun ini sistem rupiah per kilometer sudah dapat diterapkan di APTB, Kopaja, dan Kopami.
Adapun, tahun depan semua angkutan umum di Ibu Kota sudah berada di bawah PT Transportasi Jakarta dan dibayar dengan sistem rupiah per kilometer. ”Pengennya begitu, nggak keburu kayaknya tahun ini. Beli busnya saja untuk produksi nggak secepat itu. Kita harap 2016 bisa, paling enggak berapa persen dulu,” ujarnya.
Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta Shafruhan Sinungan mendukung langkah Pemprov DKI untuk terus berupaya meningkatkan pelayanan transportasi massal, baik itu dengan sistem rupiah per kilometer ataupun perubahan trayek. Organda tidak mempermasalahkan berapa pun tarif yang dilelang untuk rupiah per kilometer.
Terpenting, jangan sampai membuat pengusaha angkutan terbebani. ”Pilihan Pak Ahok itu bukti konsisten mewujudkan pelayanan angkutan umum dengan sistem rupiah per kilometer. Sayangnya, bawahannya ini (Dishub) yang memperlambatnya,” ujarnya. Shafruhan memastikan, 150 Kopaja sudah disiapkan sejak akhir tahun lalu dan sudah sesuai spesifikasi yang diminta PT Transportasi Jakarta.
Pengamat Transportasi dari Universitas Gadjah Mada Danang Parikesit berharap, Pemprov DKI Jakarta mempersiapkan faktor pendukung sebelum melaksanakan sistem rupiah per kilometer. Pertama , Pemprov DKI Jakarta harus memperkuat manajemen PT Transportasi Jakarta. Hal ini karena kontrak kerja sama antara operator dengan pemerintah harus diwakili PT Transportasi Jakarta.
Apabila ada wanprestasi, PT Transportasi Jakarta harus bisa menyelesaikannya secara perdata. Sementara kalau kontraknya dengan pemerintah langsung, dipastikan sulit untuk menyelesaikannya. Kedua , standar pelayanan maksimum (SPM) angkutan umum harus dipersiapkan lantaran saat ini operasionalnya belum tepat dan harus diatur ulang.
Ketiga, Pemprov DKI Jakarta harus mengambil semua trayek angkutan umum. Terakhir, Pemprov DKI Jakarta harus mengikuti Kementerian Perhubungan yang mengatur integrasi transportasi antara bus, rel, dan sebagainya. Rencananya, peraturan presiden yang mengatur hal tersebut akan dikeluarkan bulan depan.
”Terpenting, Pemprov DKI harus sudah memperhitungkan risiko pendapatannya yang dialihkan untuk sistem tersebut. Apabila semua angkutan umum diterapkan sistem tersebut, diperkirakan menghabiskan anggaran sekitar Rp5- 8 triliun. Kalau semua sudah siap, saya optimistis 2016 sudah bisa jalan, minimal pilot project-nya,” tegasnya.
Bima setiyadi
(bbg)