Liku-liku SBY Duduki Singgasana Demokrat
A
A
A
SUSILO Bambang Yudhoyono (SBY) kembali berhasil menduduki singgasana Partai Demokrat periode 2015-2020. Meski sebelumnya sempat mendeklarasikan diri tidak ingin menjabat sebagai ketua umum, mantan Presiden keenam RI ini bermain cantik. Berdasarkan dorongan para kader, SBY pun terpilih menjadi Ketua Umum secara aklamasi.
Jika menilik ke belakang, keberhasilan SBY menduduki singasana Ketua Umum Partai Demokrat, bukan tanpa liku-liku. Sejak beredar kabar ada penggalangan dukungan terhadap SBY untuk kembali menjadi ketua umum, benih-benih perlawanan pun muncul.
Adalah I Gede Pasek Suardika yang pertama kali menentang pencalonan kembali SBY menjadi pucuk pemimpin Partai Demokrat. Loyalis Anas Urbaningrum ini mengatakan, level SBY sudah mendunia, sehingga tidak layak kembali memimpin Partai Demokrat.
Dia pun berikap keras saat mendengar kabar SBY akan dipilih kembali secara aklamasi. Menurutnya, aklamasi dalam memilih ketua umum partai adalah tindakan yang tidak demokratis.
Lebih lanjut, senator asal Bali ini mendeklarasikan diri ingin maju dalam bursa pencalonan ketua umum Partai Demokrat. Pasek merasa tidak rela jika kongres partai pemenang pemilu tahun 2004 ini berjalan tanpa dinamika.
Lantas, niat Pasek tersebut dibuktikannya melalui perang baliho di sekitar area kongres partai, di Kota Surabaya, Jawa Timur. Juru Bicara Partai Demokrat, Ruhut Sitompul sempat mengaku terkaget-kaget melihat baliho-baliho besar milik Pasek berdampingan dengan baliho milik SBY.
Tak hanya Pasek, Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Marzuki Alie juga berbicara miring terhadap pencalonan SBY. Meski tidak sekeras Pasek, mantan Ketua MPR ini secara terang-terangan mengatakan, ketimbang menjadi ketua umum, sebaiknya SBY menduduki jabatan dewan penasehat partai.
Di detik-detik terkahir menjelang pelaksanaan kongres, politikus asal Sumatera selatan ini bahkan menyatakan dirinya siap maju menjadi calon ketua umum partai jika direstui oleh kader Demokrat.
Perlawanan terhadap dominasi SBY juga datang dari pinggiran. Sejumlah Ketua Dewan Pengurus Cabang (DPC) yang mengaku dipecat secara sepihak membentuk Kaukus Penyelamat Partai Demokrat (KPPD). Sekitar tiga minggu menjelang kongres, KPPD mensomasi Ketua Umum DPP, Ketua Harian, serta Sekjen Partai Demokrat, lantaran protes atas pemecatan mereka tidak digubris.
KPPD juga menyatakan ketidakrelaannya atas pengultusan tokoh SBY di dalam partai. Mereka menghendaki adanya regenerasi kepemimpinan serta meminta pemecatan sepihak terhadap sejumlah Ketua DPC oleh Ketua Harian Partai Demokrat Syarief Hasan, segera dicabut. Di hari-hari saat Kongres IV Partai Demokrat berlangsung, KPPD bahkan mengancam akan menggelar kongres tandingan.
Namun sayang, suasana dinamis yang terjadi menjelang digelarnya perhelatan lima tahunan Partai Demokrat itu tiba-tiba menghilang. Perlawanan-perlawanan yang sebelumnya muncul menemui jalan buntu saat mayoritas anggota memilih SBY secara aklamasi.
Dua tokoh yang digadang-gadang menjadi pesaing utama SBY dalam bursa pencalonan ketua umum, tak mampu berbuat banyak. Marzuki dan Pasek terpaksa bertekuk lutut dan mengakui keunggulan si Putra Pacitan kembali memimpin Demokrat lima tahun ke depan.
Jika menilik ke belakang, keberhasilan SBY menduduki singasana Ketua Umum Partai Demokrat, bukan tanpa liku-liku. Sejak beredar kabar ada penggalangan dukungan terhadap SBY untuk kembali menjadi ketua umum, benih-benih perlawanan pun muncul.
Adalah I Gede Pasek Suardika yang pertama kali menentang pencalonan kembali SBY menjadi pucuk pemimpin Partai Demokrat. Loyalis Anas Urbaningrum ini mengatakan, level SBY sudah mendunia, sehingga tidak layak kembali memimpin Partai Demokrat.
Dia pun berikap keras saat mendengar kabar SBY akan dipilih kembali secara aklamasi. Menurutnya, aklamasi dalam memilih ketua umum partai adalah tindakan yang tidak demokratis.
Lebih lanjut, senator asal Bali ini mendeklarasikan diri ingin maju dalam bursa pencalonan ketua umum Partai Demokrat. Pasek merasa tidak rela jika kongres partai pemenang pemilu tahun 2004 ini berjalan tanpa dinamika.
Lantas, niat Pasek tersebut dibuktikannya melalui perang baliho di sekitar area kongres partai, di Kota Surabaya, Jawa Timur. Juru Bicara Partai Demokrat, Ruhut Sitompul sempat mengaku terkaget-kaget melihat baliho-baliho besar milik Pasek berdampingan dengan baliho milik SBY.
Tak hanya Pasek, Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Marzuki Alie juga berbicara miring terhadap pencalonan SBY. Meski tidak sekeras Pasek, mantan Ketua MPR ini secara terang-terangan mengatakan, ketimbang menjadi ketua umum, sebaiknya SBY menduduki jabatan dewan penasehat partai.
Di detik-detik terkahir menjelang pelaksanaan kongres, politikus asal Sumatera selatan ini bahkan menyatakan dirinya siap maju menjadi calon ketua umum partai jika direstui oleh kader Demokrat.
Perlawanan terhadap dominasi SBY juga datang dari pinggiran. Sejumlah Ketua Dewan Pengurus Cabang (DPC) yang mengaku dipecat secara sepihak membentuk Kaukus Penyelamat Partai Demokrat (KPPD). Sekitar tiga minggu menjelang kongres, KPPD mensomasi Ketua Umum DPP, Ketua Harian, serta Sekjen Partai Demokrat, lantaran protes atas pemecatan mereka tidak digubris.
KPPD juga menyatakan ketidakrelaannya atas pengultusan tokoh SBY di dalam partai. Mereka menghendaki adanya regenerasi kepemimpinan serta meminta pemecatan sepihak terhadap sejumlah Ketua DPC oleh Ketua Harian Partai Demokrat Syarief Hasan, segera dicabut. Di hari-hari saat Kongres IV Partai Demokrat berlangsung, KPPD bahkan mengancam akan menggelar kongres tandingan.
Namun sayang, suasana dinamis yang terjadi menjelang digelarnya perhelatan lima tahunan Partai Demokrat itu tiba-tiba menghilang. Perlawanan-perlawanan yang sebelumnya muncul menemui jalan buntu saat mayoritas anggota memilih SBY secara aklamasi.
Dua tokoh yang digadang-gadang menjadi pesaing utama SBY dalam bursa pencalonan ketua umum, tak mampu berbuat banyak. Marzuki dan Pasek terpaksa bertekuk lutut dan mengakui keunggulan si Putra Pacitan kembali memimpin Demokrat lima tahun ke depan.
(hyk)