Indonesia Stop Kirim PLRT ke Timteng

Selasa, 05 Mei 2015 - 08:50 WIB
Indonesia Stop Kirim PLRT ke Timteng
Indonesia Stop Kirim PLRT ke Timteng
A A A
JAKARTA - Pemerintah akhirnya menghentikan penempatan tenaga kerja Indonesia (TKI) penata laksana rumah tangga (PLRT) ke 21 negara di Timur Tengah, sementara untuk ke Malaysia dan negara Asia-Pasifik lainnya hanya diketatkan.

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M Hanif Dhakiri mengatakan, ada beberapa alasan pemerintah ingin menyetop penempatan TKI ke Timteng. Seperti adanya sistem kafalah di mana posisi tawar TKI lemah dan rentan jadi korban perdagangan manusia. Selain itu, standar gaji di Timteng rendah antara Rp2,7 juta-3 juta. Timteng juga tidak menerapkan regulasi hukum bagi pekerja migran dan kultur setempat sangat diskriminatif terhadap pekerja perempuan.

”Kedubes dan KBRI juga merekomendasikan ke kami untuk menutup penempatan di Timteng. Standar gaji di sana rendah dan tidak sebanding dengan risiko yang dihadapi TKI. Ini hard policy yang kami lakukan untuk melindungi TKI,” katanya di kantor Kemenaker kemarin. Hanif menjelaskan, ada 21 negara di Timteng yang tidak akan lagi mempekerjakan PLRT dari Indonesia. Beberapa negara tersebut adalah Aljazair, Arab Saudi, Bahrain, Irak, Iran, Kuwait, Lebanon, Libya, Maroko, Mauritania, Mesir, Oman, Pakistan, Palestina, Qatar, Sudan Selatan, Suriah, Tunisia, Uni Emirat Arab, Yaman, dan Yordania.

Dalam minggu ini, ujarnya, Hanif akan menandatangani surat keputusan tentang penghentian penempatan TKI pada pengguna perseorangan untuk ke 21 negara tersebut. Politikus PKB ini menjelaskan, data terakhir ada 4.700 TKI yang sudah berproses untuk ditempatkan ke Timteng. Karena itu, bagi TKI yang sudah tanda tangan kontrak masih diperbolehkan bekerja di Timteng sampai kontraknya berakhir. TKI yang ingin perpanjang kontrak juga dipersilakan asal sesuai prosedur.

Sementara jika ada TKI yang sudah selesai kontrak dengan majikan di Timteng dan ingin pulang maka diperbolehkan pulang secara mandiri. Sementara itu, soft policy yang dilakukan Kemenaker ialah pengetatan penempatan TKI ke Asia-Pasifik seperti ke Malaysia. Pengetatan yang akan dilakukan ialah calon TKI harus diuji kompetensi di badan nasional sertifikasi profesi (BNSP). Lalu formalisasi status PLRT melalui tujuh jabatan seperti housekeeper, cooker, babysitter, driver, dan gardener.

Agensi di luar negeri dan pelaksana penempatan TKI swasta (PPTKIS) juga akan diperketat. ”Pengiriman TKI ke Asia-Pasifik masih boleh namun diperketat, karena gaji tinggi dan negaranya cukup demokratis serta permasalahannya minim,” terangnya. Setelah penutupan dan pengetatan TKI ini dilakukan, pemerintah akan memperlebar kesempatan bekerja di dalam negeri. Hanif menjelaskan, pemerintah akan memberi insentif kepada industri padat karya dan insentif ke pelatihan kewirausahaan terutama di titik kantung-kantung TKI ke Timteng.

BLK yang akan diperkuat sehingga dapat memastikan TKI yang ber-skill sehingga TKI informal dapat diarahkan ke pasar formal atau pengguna berbadan hukum dan bukan perseorangan seperti saat ini. Pemerintah juga akan mendorong PPTKIS untuk mengirimkan TKI ke Asia-Pasifik atau TKI formal ke negara lainnya. Anggota Komisi IX DPR Riski Sadiq mendukung langkah yang dilakukan pemerintah.

Namun dia mengingatkan langkah penutupan TKI ke Timteng ini harus dibarengi dengan persiapan konsep regulasi, pembaruan data dan roadmap yang aplikatif untuk dilaksanakan dengan segera. Selain itu, perlu adanya koordinasi dengan stakeholder lain seperti Kemenlu, Imigrasi, serta Badan Nasional Penempatan Dan Perlindungan TKI (BNP2TKI). ”Pembenahan ini tidak bisa dilakukan sendiri oleh Kemenaker. Perlu ada sinergi bersama dengan instansi lain yang kompeten,” ujarnya.

Politikus muda PAN ini meminta pemerintah berupaya untuk paling tidak dalam kurun waktu lima tahun Zero TKI PLRT dapat terwujud. Penghentian ini, ujarnya, tidak hanya dapat menghindari risiko keamanan dan keselamatan pekerja terapi juga memperbaiki citra Indonesia yang terkenal hanya bisa mengirim TKI nonformal yang sarat kasus hukum. Ke depan, tambahnya, Indonesia tidak mengirim pekerja kepada majikan perorangan yang sangat tinggi risiko permasalahan hukum dan kemanusiaan.

Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah menjelaskan, meski Menaker mengaku sudah berdiskusi lintas stakeholder mengenai kebijakan ini, Migrant Care sejak awal tidak pernah diajak untuk berbicara dalam penyusunan roadmap penghentian penempatan TKI PLRT. Anis menerangkan, pihaknya selalu mengingatkan pemerintah bahwa jika ingin melakukan moratorium maka kebijakan ini harus menjadi momentum pembenahan kebijakan secara sistematis.

”Sebab jika tidak ada pembenahan maka moratorium hanya akan menjadi jebakan saja yang akan merugikan TKI yang mempunyai hak bekerja di luar negeri,” terangnya. Anis menjelaskan, moratorium penempatan TKI yang sudah dilakukan tidak ada tajinya.

Neneng zubaidah
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5984 seconds (0.1#10.140)