Tarif Listrik Naik Lagi

Selasa, 01 Juli 2014 - 13:42 WIB
Tarif Listrik Naik Lagi
Tarif Listrik Naik Lagi
A A A
Pemerintah kembali menaikkan tarif listrik yang terhitung mulai hari ini. Kenaikan tarif listrik kali ini menyasar enam golongan mulai dari rumah tangga hingga industri yang mencapai hingga sekitar 11,36%.

Meski pelanggan listrik harus mengorek kocek lebih dalam, pemerintah tidak menjamin apabila masyarakat tidak disuguhkan lagi pemadaman listrik secara bergiliran di berbagai wilayah Indonesia. Menyusul kenaikan tarif tersebut sekarang tinggal menunggu berapa kenaikan harga barang terutama yang terkait dengan makanan dan minuman, dan seberapa besar kontribusi terhadap penambahan angka inflasi yang selama ini sangat dikhawatirkan.

Sebagaimana dipublikasikan pihak Kementerian Energi dan SumberDaya Mineral (ESDM), enam golongan yang terkena kenaikan harga tersebut dinilai mampu membeli listrik dengan harga keekonomian tanpa harus disubsidi. Dan, kenaikan tarif awal Juli ini akan diikuti kenaikan tarif berikutnya dengan periode setiap dua bulan. Pertama, golongan I-3 dengan tarif semula sebesar Rp864 per kWh naik menjadi Rp964 per kWh.

Dua bulan berikutnya pada 1 September 2014 naik lagi menjadi Rp1.075 per kWh, dan pada 1 November berubah menjadi Rp1.200 per kWh. Kedua, golongan R-2 kapasitas 3.500 VA hingga 5.500 VA dengan tarif semula Rp1.145 per kWh menjadi Rp1.210 per kWh. Pada 1 September 2014 naik lagi menjadi Rp1.279 per kWh. Dan 1 November 2014 terjadi kenaikan lagi menjadi Rp1.352 per kWh. Ketiga, golongan R-1 dengan kapasitas 2.200 VA tarif semula Rp1.004 per kWh naik menjadi Rp1.109 per kWh.

Selanjutnya pada 1 September 2014, naik ke level Rp1.224 per kWh dan pada 1 November naik lagi menjadi Rp1.353 per kWh. Keempat, golongan R-1 dengan kapasitas 1.300 VA dari tari Rp997 per kWh menjadi Rp1.090 per kWh. Lalu, 1 September 2014 menjadi Rp1.214 per kWh, dan 1 November tercatat Rp1.352 per kWh. Kelima, golongan P-3 semula Rp864 per kWh naik menjadi Rp1.104 per kWh, kemudian 1 September 2014 naik lagi pada posisi Rp1.221 per kWh, dan 1 November 2014 berada pada kisaran Rp1.352 per kWh.

Keenam, golongan P-2 kapasitas di atas 200 kVA semula Rp1.062 per kWh naik ke level Rp1.081 per kWh. Dan, 1 September 2014 naik menjadi Rp1.139 per kWh, selanjutnya pada 1 November 2014 berada di posisi Rp1.200 per kWh. Apakah dengan kenaikan tarif listrik tersebut akan berdampak pada arus kas PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Harapannya memang seperti itu, namun pihak Kementerian ESDM mengakui dampaknya masih terlalu kecil. Istilahnya, lebih besar ributnya (proses kenaikan tarif) ketimbang nilai yang didapatkan untuk mengecilkan subsidi listrik yang terus menggelembung.

Tengok saja, subsidi listrik pada tahun ini melejit signifikan, dalam mata Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2014 subsidi listrik dipatok sebesar Rp71,4 triliun kemudian membengkak menjadi Rp103,8 triliun dalam APBN Perubahan. Apabila subsidi listrik ini tidak mendapat perhatian serius, tidak menutup kemungkinan bisa menjadi ganjalan serius APBN, seperti yang terjadi pada subsidi bahan bakar minyak. Kenaikan tarif listrik hari ini cukup membuat pening kalangan pengusaha.

Upaya untuk menahan atau membatalkan kebijakan pemerintah menaikkan tarif listrik hanya sia-sia belaka. Jalan “damai” yang bisa ditempuh adalah menaikkan harga penjualan. Para pengusaha yang bergerak di sektor makanan dan minuman sepakat menaikkan harga jual yang berkisar 3% hingga 5% menyusul kenaikan tarif listrik. Sebelumnya, pengusaha yang tergabung di bawah payung Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia hanya bisa mengimbau agar PLN melakukan efisiensi dengan menekan biaya operasional semaksimal mungkin.

Karena kenaikan tarif listrik ujung-ujungnya dibebankan kepada konsumen. Memang, dampak kenaikan tarif listrik sudah dipahami akan melebar ke berbagai bidang. Namun, dampak yang paling memprihatinkan adalah anjloknya daya saing negeri ini. Bila bicara daya saing dikaitkan dengan pemberlakuan masyarakat ekonomi ASEAN pada akhir 2015 sungguh sangat mengkhawatirkan. Betul, tarif listrik di Indonesia dibandingkan dengan sejumlah negara ASEAN seperti Vietnam dan Thailand masih lebih murah.

Namun, perbandingan itu menjadi tidak berarti bila dikaitkan sejumlah insentif yang diberikan kepada pengusaha kedua negara itu sehingga tarif listrik yang mahal terkompensasi dari insentif lainnya, misalnya pajak yang lebih ringan.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3873 seconds (0.1#10.140)