Amir Syarifuddin dalam bingkai sejarah

Senin, 30 Desember 2013 - 10:41 WIB
Amir Syarifuddin dalam bingkai sejarah
Amir Syarifuddin dalam bingkai sejarah
A A A
NAMANYA Amir Syarifuddin Harahap. Dia lahir dari keluarga Batak Islam, di Medan, Sumatera Utara, pada 27 April 1907. Dia merupakan anak pasangan Djamin Baginda Soripada Harahap dan Basunu Siregar.

Masa kecilnya, dihabiskan di Medan. Dia menamatkan sekolah dasarnya di ELS dan tamat tahun 1921. Pada tahun 1926, dia diberangkatkan ke Leiden, Belanda, untuk meneruskan pendidikannya. Namun, di sana dia hanya bertahan setahun.

Selama berada di Belanda, Amir menginap di rumah Dirk Smink, seorang guru agama Kristen beraliran Calvinis. Di sini, dia dikenalkan dengan ajaran agama Kristen dan mulai aktif dalam Perhimpunan Siswa Gymnasium Haarlem.

Dia juga banyak terlibat diskusi dengan kelompok Kristen tentang keimanan. Kegiatan itu mengubah keyakinan Amir dari Islam ke Kristen. Setelah setahun menetap di Belanda, Amir kembali ke Tanah Air dan langsung dibaptis.

Di awal kedatangannya, Amir masih membawa misi Calvinis dan terlibat diskusi aktif dengan aktivis Kristen. Dia ikut membidani kelahiran Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI).

Setibanya di Jakarta, dia mendaftar ke sekolah hukum tahun 1927. Saat itu, situasi Indonesia sangat mencekam. Aktivitas pergerakan berlangsung di bawah mata-mata Belanda. Namun minat Amir terhadap organisasi sangat tinggi.

Dengan keahliannya berpidato dan berorganisasi selama di Belanda, dia segera menyita perhatian kaum pergerakan dan mulai dikenal. Dari sinilah, persahabatannya dengan Sutan Sjahrir dan kaum sosialis terbangun.

Setahun kemudian, dia terlibat dalam Kongres Pemuda 2 yang mencetuskan Sumpah Pemuda, tahun 1928. Inilah puncak karir politik Amir yang pertama di zaman prakemerdekaan.

Memasuki tahun 1930, pandangan politik Amir semakin ke kiri-kirian. Namun tidak dengan keyakinan agamanya. Dia tetap menjadi seorang Kristen yang taat sekaligus seorang revolusioner.

Dia juga sempat menjadi pengikut Soekarno dan bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo) yang bercirikan nasionalis radikal. Di situ, dia memegang jabatan di bidang pendidikan. Namun hal itu tidak berlangsung lama.

Tahun 1935, Musso, tokoh PKI 1926/1927 yang dalam pelarian kembali ke Indonesia bertemu dengan Amir. Saat pertemuan itu, Amir dibaptis untuk yang kedua kalinya. Namun untuk menjadi kader PKI bawah tanah yang militan.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6730 seconds (0.1#10.140)