Hindari salah, KPK harus gabungkan kasus TNKB & Simulator

Jum'at, 14 Desember 2012 - 19:39 WIB
Hindari salah, KPK harus gabungkan kasus TNKB & Simulator
Hindari salah, KPK harus gabungkan kasus TNKB & Simulator
A A A
Sindonews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk segera mengambil langkah taktis dalam penanganan kasus mark up proyek Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) di Korlantas Polri yang saat ini sudah berada dalam tahap penyelidikan di KPK.

Langkah taktis tersebut pun sebenarnya bisa diambil dengan segera menyatukan kasus tersebut dengan kasus korupsi pengadaan alat simulator SIM yang dikabarkan juga sama-sama menjerat IrjenPol Djoko Susilo (DS) sebagai tersangka.

“Dalam hukum pidana, kalau dua kasus dilakukan secara bersamaan oleh tersangkanya, maka harus dikenakan pidana gabungan,“ kata pengamat hukum dari Universitas Indonesia Gandjar Laksmana saat ditemui di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Jumat (14/12/2012).

Gandjar pun menganggap, walaupun polri juga menyatakan telah menangani kasus tersebut terlebih dahulu, namun sebenarnya belajar dari kasus simulator, KPK tetap punya hak untuk menyidiknya bahkan punya hak penuh di kasus tersebut.

Selain itu, jika akhirnya kasus tersebut dibedakan, akan sangat besar kasus tersebut membuat kebingunan yang sangat besar bagi majelis hakim dalam menangani kasus tersebut.

“Polri kan pernah bilang tersangka kasus TNKB sama dengan kasus simulator yang di KPK. Ini kalau masuk ke pengadilan KPK sidik simulator. Polri sidik TNKB, nah mereka itu kan punya jaksa yang beda. KPK jaksa KPK, Polri dari jaksa kejaksaan. Meskipun jaksa KPK juga dari kejaksaan. Kalau masuk di pengadilan kan hakim akan bingung, kok kasus beda dengan tersangka sama berkasnya beda dan ditangani beda,“ jelasnya.

Ditegaskan Gandjar, majelis hakim sudah dapat dipastikan akan memerintahkan masing masing institusi penegak hukum agar menggabungkan kasus tersebut. Jika tidak, bukan tidak mungkin justru itu akan menjadi bumerang tersendiri bagi KPK.

Ditambahkan Gandjar, akan lebih baik KPK secara cepat melakukan penggabungan kasus tersebut sebelum akhirnya Polri menyatakan kasus TNKB siap masuk pada tahap penuntutan.

Sebelumnya, tercatat ada sebanyak 17 kali aliran dana yang dilakukan oleh Sukotjo S Bambang selaku pemilik PT Inovasi Teknologi Indonesia ke oknum polisi. Bahkan, salah satunya mengalir ke Primkoppol di Korlantas Polri.

Primkoppol dikabarkan dipimpin oleh AKBP Tedy kecipratan uang sebesar Rp15 miliar dari Sukotjo S Bambang. Uang Rp15 miliar tersebut diketahui dikirimkan Sukotjo ke Nomor rekening 126-00-8800696-9 atas nama Primkoppol Ditlantas Polri melalui dua tahap.

Pada tahap pertama sekira tanggal 13 Januari 2011, Sukotjo melalui Nomor Rekening BNI 1121-090-332 mengirimkan uang sebesar Rp8 miliar ke rekening Primkoppol.

Tahap kedua, atau sekira tanggal 14 Januari 2011, Sukotjo kembali mengirim uang ke Nomor rekening yang sama dengan nama yang sama (Rekening Primkoppol) sebesar Rp7 miliar. Namun, kali ini Sukotjo mengirimkan uang tersebut melaui rekening Bank Mandiri 130-00-4840408-5.

Pengiriman uang Rp15 miliar ke Primkoppol tersebut diduga terkait proyek pelat nomor polisi TNKB, atas arahan Presiden Direktur PT Citra Mandiri Metalindo Abadi, Budi Susanto.

Dimana, diduga Budi Susanto telah melakukan kerjasama secara ilegal dengan AKBP Teddy Rismawan selaku ketua Primkopol agar Primkopol Ditlantas Mabes Polri sebagai pemenang tendernya.

"Dimana anda (Budi Susanto) memajukan Primkopol Ditlantas Mabes Polri sebagai pemenang. Dimana anda telah melakukan kerjasama secara ilegal dengan AKBP Tedy Rismawan selaku Primkopol Ditlantas Mabes Polri," ucap Suktjo S Bambang seperti yang tertuang dalam dokumen.

AKBP Teddy menjabat sebagai Kepala Prima Koperasi Kepolisian (Primkoppol) di Korlantas Polri. Perwira polisi berpangkat melati dua itu merupakan Ketua Panitia Pengadaan pada proyek pengadaan simulator mengemudi tahun 2011.

Teddy juga diketahui sebagai pelaku kekerasan kepada Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia, Sukotjo Bambang seperti terekam dalam video yang beredar di media massa.
(rsa)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9610 seconds (0.1#10.140)