Eks Ketua PPATK: Angka Korupsi di Indonesia Masih Tinggi

Kamis, 27 Oktober 2016 - 13:05 WIB
Eks Ketua PPATK: Angka Korupsi di Indonesia Masih Tinggi
Eks Ketua PPATK: Angka Korupsi di Indonesia Masih Tinggi
A A A
DEPOK - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat selama periode Januari 2004 hingga Desember 2015 Indonesia memiliki tingkat transaksi yang tinggi. Pada periode tersebut diketahui bahwa total nilai transaksi keuangan tunai untuk perorangan adalah sebesar Rp103.072.090.119.764.000 dan total nilai transaksi keuangan tunai untuk korporasi adalah sebesar Rp2.084.470.051.936.590.000.

Mantan Ketua PPATK Muhammad Yusuf mengatakan, dengan nilai kekayaan yang terkandung di perut bumi Indonesia dan jumlah perputaran uang yang begitu banyak, masyarakat Indonesia seharusnya sudah berada pada titik kesejahteraan, pelayanan umum, maupun infrastruktur. Namun, kata dia, kekayaan itu digerogoti oleh para koruptor.

“Sebut saja korupsi, illegal logging, illegal mining, illegal fishing, yang akhirnya membuat rakyat sengsara dan menciptakan kemiskinan,” ujar Yusuf dalam Kuliah Umum di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Depok, Kamis (27/10/2016).

Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015 menunjukkan sebanyak 28,51 juta atau 11,13% penduduk Indonesia masuk dalam kategori miskin. Kondisi tersebut, lanjut Yusuf, diperparah dengan adanya sekelompok orang yang menguasai kekayaan Indonesia dan dengan kekayaan tersebut mereka memengaruhi pihak-pihak yang memiliki otoritas.

“Baik di bidang eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Sehingga hukum yang seharusnya tegak berdiri dengan sendirinya menjadi berdiri karena ditegakkan ke arah yang dikehendaki oleh para pemilik modal baik suap, atau gratifikasi,” tukas Yusuf.

Hal ini menyebabkan tingkat korupsi di Indonesia masih tinggi sesuai laporan hasil Indeks Korupsi dan Transparansi Internasional pada tahun 2015 Indonesia menempati urutan 88 dari 167 negara yang disurvei. Laporan itu, kata Yusuf, sejalan dengan hasil analisis PPATK periode 2011-2016 yang disampaikan ke penyidik didominasi oleh dugaan tindak pidana asal korupsi tahun 2011 sampai Januari 2016 sebesar 957 hasil analisis.

“Fakta tersebut diperkuat lagi dengan laporan BPK total kerugian negara semester I 2015 sebesar Rp2,3 triliun. Setidaknya data KPK menyebutkan ada 56 kepala daerah yang terjerat kasus hukum,” tuturnya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4984 seconds (0.1#10.140)