Tabiat Buruk Emosi Tak Sadar

Senin, 18 April 2016 - 16:18 WIB
Tabiat Buruk Emosi Tak...
Tabiat Buruk Emosi Tak Sadar
A A A
Fikri Suadu
Dosen Neuroscience dan Peneliti pada Indonesia Brain Research Center (IBRC) Surya University

DALAM masyarakat awam, emosi dianggap sebagai sesuatu yang kurang baik. Ini karena masyarakat telanjur memahami bahwa emosi identik dengan ungkapan kebahagiaan yang meluap-luap, suara keras, bentak membentak, amarah yang meledak-ledak, ucapan kasar, hingga umpat-mengumpat dan caci maki.

Makanya tak jarang, ketika kita menjumpai seseorang yang sedang marah-marah, spontan kita menasihati yang bersangkutan dengan ucapan "tenang ya yang sabar, dan jangan terbawa emosi, emosi itu tak baik". Pandangan tersebut tidaklah keliru, tapi juga tidak merupakan sebuah pemahaman yang lengkap tentang hakikat emosi seutuhnya.

Dengan semakin berkembangnya ilmu tentang otak, tabir gelap emosi yang selama ini dikenal sebatas sebuah reaksi terhadap kejadian tertentu, perlahan mulai tersingkap. Jika selama ini kita memahami emosi sebagai suatu reaksi yang di sadari, ternyata tidak demikian. Studi terbaru menyatakan bahwa mayoritas emosi terjadi melalui proses yang tidak melibatkan dimensi kesadaran otak manusia.

Anatomi Emosi
Emosi "dihasilkan" oleh sistem limbik yang terdapat dalam otak. Dalam sudut pandang evolusi, sistem limbik merupakan bagian otak mamalia yang lebih tua dan bertanggung jawab atas cara binatang mengungkapkan dan merasakan emosinya.

Setiap informasi diterima tubuh melalui alat indra, akan diteruskan ke sistem ini. Selanjutnya, informasi berupa impuls tersebut akan diteruskan ke bagian otak yang disebut korteks untuk dipersepsikan dan diinterpretasikan secara sadar. Selain itu juga, informasi (berupa impuls) yang diterima sistem limbik, akan mengaktifkan struktur sistem limbik yang lain seperti hippokampus yang berkaitan dengan memori dan ingatan, amygdala yang berkaitan dengan derajat intensitas emosi, serta bagian lain seperti hipotalamus, thalamus, corpus callosum, stria terminalis, dan korteks singulata.

Struktur sistem limbik sendiri berada pada bagian otak tengah, dan terletak pada bagian bawah korteks. Pada manusia, struktur ini terkoneksi dengan banyak bagian otak kortikal. Inilah sebabnya mengapa struktur ini terhubung dengan area korteks otak yang bertanggung jawab atas dimensi kesadaran manusia.

Adanya koneksitas ini memungkinkan manusia bisa merasakan dan mengendalikan emosi secara sadar. Itulah mengapa pada pribadi-pribadi yang matang dan mapan, sekuat apa pun dorongan emosi yang dirasakan, mampu mereka kendalikan dan ekspresikan secara santun. Hal ini karena mereka mampu mengenali, merasakan, dan mengendalikan dorongan emosi yang mereka alami secara sadar melalui peran korteks sensorik dan hippokampus yang berkaitan dengan persepsi, memori, dan ingatan.

Semakin berkualitas deposit memori dan ingatan (berupa nilai, budaya, pengetahuan, agama) yang disimpan oleh hippokampus, semakin berkualitas juga kontrol kesadaran atas dorongan emosi yang dihasilkan. Orang cerdas tidak akan mengekspresikan emosi mereka secara membabi buta, tak peduli seberapa besar impuls emosi yang dihasilkan oleh sistem limbik. Sebaliknya dengan kecerdasan dan kesadaran mereka, dorongan emosi tersebut akan mereka ekspresikan secara santun dan halus.

Cepat dan Jeleknya Emosi Tak Sadar
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa emosi tak hanya merupakan reaksi sadar atas stimulus informasi tertentu. Lebih dari itu, ternyata emosi lebih banyak merupakan reaksi yang tidak melibatkan dimensi kesadaran otak manusia. Hal ini terjadi karena walaupun manusia telah memiliki dimensi kesadaran, tetapi masih tetap mempertahankan warisan otak primitif yang bertanggung jawab atas respons otomatis pada pusat emosi di amygdala dan hipotalamus.

Informasi berupa impuls yang diterima amygdala, sebelum diteruskan ke pusat kesadaran, akan secara cepat diteruskan terlebih dahulu ke hipotalamus sebagai trigger sekresi hormonal untuk mengondisikan tubuh bersiap siaga melakukan aksi sebagai respons atas stimulus emosional. Misalnya denyut jantung yang meningkat dan pernapasan menjadi cepat sebagai antisipasi melakukan aktivitas motorik (gerakan) yang dibutuhkan dalam mengekspresikan emosi (seperti berkelahi dll). Pada konteks ini, jika fungsi kesadaran tidak mampu mengambil alih kendali emosi maka stimulus emosi akan diproses pada bagian primitif otak yang khas atas respons otomatis (sikap) tanpa berpikir; berkelahi atau lari, tidak ada alternatif pilihan lain.

Dalam kondisi ini, respons emosi yang kita ekspresikan merupakan aktivitas yang sama sekali tidak kita sadari. Misalnya seseorang yang dengan cepat merespons sesuatu (apakah dengan ucapan kasar, mengajak berkelahi, menjelek-jelekkan) akibat mudah terpancing dan di hasut lewat kritikan, tuduhan atau ejekan, sehingga apa yang diucapkan sepenuhnya tidak pernah dipikirkan terlebih dahulu.

Oleh karena itu, respons emosi tak sadar disebut juga sebagai respons cepat dan jorok. Cepat karena apa yang diucapkan atau dilakukan tidak melalui proses berpikir yang disadari, jorok karena kata-kata yang diucapkan biasanya merupakan kalimat yang tidak santun, tidak baik dan tidak sopan.

Penelitian menunjukkan bahwa stimulus informasi yang diterima amygdala 200ms lebih cepat dibandingkan stimulus yang diteruskan ke pusat kesadaran di korteks otak manusia. Hal ini mengindikasikan, jika seseorang tidak sabar menahan atau cenderung tergesa-gesa memberikan reaksi (respons) atas sebuah stimulus informasi, orang tersebut tak ubahnya reptil atau mamalia yang berwujud manusia, yang tak menggunakan pikiran, kesadaran, dan akal sehat dalam melakukan atau mengucapkan sesuatu.

Seseorang yang hidup dengan tabiat warisan otak primitif ini cenderung mudah diprovokasi, dipanas-panasi, dan dihasut. Terlebih jika yang bersangkutan sedang berada dalam kondisi jiwa yang tertekan.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0563 seconds (0.1#10.140)