Imam Soedja’i, Sosok Jenderal TNI yang Mendirikan Perguruan Silat untuk Melawan Penjajah

Rabu, 18 Januari 2023 - 16:30 WIB
loading...
Imam Soedja’i, Sosok Jenderal TNI yang Mendirikan Perguruan Silat untuk Melawan Penjajah
Sosok Mayjen TNI (Purn) Imam Soedja’i mungkin jarang dikenal masyarakat luas. Foto DOK ist
A A A
JAKARTA - Sosok Mayjen TNI ( Purn) Imam Soedja’i mungkin jarang dikenal masyarakat luas. Padahal, dia merupakan salah satu tokoh yang turut berjuang dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Dalam riwayatnya, Imam Soedja’i dikenal sebagai seorang tokoh militer Indonesia yang memimpin pejuang di Malang Raya dan sekitarnya. Tercatat, dia pernah menjadi Panglima TKR Divisi VII Untung Suropati.

Baca juga : Profil Letjen TNI (Purn) Kuntara, Jenderal Kopassus Keturunan Tionghoa

Lantas, siapakah sebenarnya sosok Imam Soedja’i ini?

Mengutip informasi dari jurnal berjudul “Perkembangan Perguruan Silat Seni Beladiri Pencak Organisasi (PO) di Kabupaten Tuban Tahun 1990-2021” karya Dimas Dwi Novian dan Artono, Raden Imam Soedja’i lahir pada 25 September 1902 di Desa Pohjentrek, Pasuruan.

Berstatus sebagai anak kedua dari sepuluh bersaudara, ayahnya bernama Raden Niti Astro. Dia diketahui sebagai keturunan Priyayi Jawa yang berprofesi sebagai pegawai pemerintahan.

Berasal dari keluarga dengan pondasi agama yang kuat, Imam Soedja’i telah dididik dan terbentuk sebagai seorang sosok berkarakter Islami. Dia pernah mengenyam pendidikan di Holland Inlandsche School (HIS) dan lulus tahun 1917.

Setelahnya, Raden Imam melanjutkan pendidikan di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) dan lulus tahun 1921. Serta pendidikan atas di Burger Ambachts School
(BAS), lulus tahun 1924.

Sempat bekerja sebagai teknisi di Kapal Belanda, dia memutuskan keluar karena dihina sebagai “inlander”. Setelah itu, Imam Soedja’i memutuskan pergi ke Bandung dan bertemu Eyang Kusumo (keluarga) untuk berlatih ilmu silat.

Pasca berlatih, dia kembali ke Lumajang dan bergabung dengan Partai Sarekat Islam. Saat perlawan para pejuang Indonesia terus gencar dilakukan, Raden Imam menjadi pelopor dan mengajak para pemuda untuk melakukan hal yang sama.

Dalam hal ini, Imam Soedja’i merekrut para pemuda dalam wadah pencak silat saat membentuk Pencak Organisasi (PO) pada 1 Agustus 1927. Perguruan silat ini tak hanya ditujukan sebagai ajang “olah persilatan”, melainkan juga sebagai alat pergerakan untuk melawan penjajahan Belanda.

Beralih saat pendudukan Jepang, saat itu para pemimpin bangsa melakukan kebijakan politik korporasi. Para tokoh daerah mengikutinya, termasuk Imam Soedja’i juga yang akhirnya dipilih sebagai ketua Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA).

Baca juga : Mengenal Mayjen (Purn) Rochadi, Komandan Pertama Pasukan Elite 3 Matra Koopssus TNI

Selain itu, dia juga mengikuti pelatihan Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor. Pasca pelatihan, Raden Imam ditugaskan di Malang sebagai Komandan Batalyon PETA (Daidancho).

Setelah PETA bubar, Imam Soedja’i juga bergabung dengan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Kemudian, saat terbentuknya Tentara Keamanan Rakyat (TKR), dia diangkat menjadi Komandan Divisi VII Untung Suropati untuk wilayah Karesidenan Malang-Besuki dengan pangkat Mayor Jenderal.

Perjuangannya berlanjut kala Belanda melakukan Agresi Militer. Saat itu, Imam Soedja’i berstatus sebagai Panglima Divisi VII Untung Suropati.

Sekitar tahun 1948, dia dinonaktifkan sebagai tentara. Tak lama berselang, Raden Imam memutuskan kembali ke Lumajang dan tetap aktif membina pemuda-pemuda di Pencak Organisasi.

Di akhir hayatnya, Mayjen TNI (Purn) Imam Soedja’i wafat pada 29 Januari 1953. Pejuang Indonesia ini dimakamkan di Jojoyudan Lumajang.
(bim)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1921 seconds (0.1#10.140)