Selamatkan Arsip Kemaritiman dan Gender, ANRI dan Pelindo Kolaborasi Gelar Seminar
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dalam rangka memperingati Hari Dharma Samudera yang jatuh setiap 15 Januari, Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) berkolaborasi dengan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) menggelar seminar bertema “Dharma Samudera Pejuang Wanita Negara Poros Maritim Dunia.
Seminar tersebut dibuka Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Lestari Moerdijat di Ruang Serbaguna Noerhadi Magetsari, ANRI yang juga disiarkan langsung melalui akun YouTube Arsip Nasional RI.
Pada sambutannya, Lestari mengungkapkan bahwa rekam jejak pahlawan perempuan- perempuan di bidang maritim bisa ditelusuri dan beberapa di antaranya mendapat pengakuan sebagai pahlawan atas perjuangannya, seperti Indonesia mengangkat Laksamana Keumalahayati dan Martina Tiahahu. Arsip memiliki peran yang luar biasa.
Sejarah mencatat banyak peran signifikan para perempuan yang menggagas berbagai macam perubahan dalam zamannya. Kegigihan setiap perempuan dalam mempertahankan wilayah laut hingga saat ini membuktikan bahwa hegemoni laut merupakan sektor vital bagi tumbuh kembangnya sebuah kelompok masyarakat.
Seminar “Dharma Samudera Pejuang Wanita Negara Poros Maritim Dunia” dilaksanakan sebagai sebuah upaya untuk diseminasi program penyelamatan arsip kemaritiman dan arsip gender, serta meningkatkan kepedulian dan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya penyelamatan dan pelestarian arsip kemaritiman dan gender sebagai Memori Kolektif Bangsa dan pemajuan budaya bangsa Indonesia.
“Hari ini menjadi salah satu upaya untuk mengolaborasikan bagaimana menggunakan kembali semangat sejarah maritim, mendaur ulang sejarah masa lalu untuk mengikat seluruh bangsa kita melalui memori kolektif bangsa poros maritim dunia melalui perjuangan para tokoh wanita kebanggaan bangsa,” kata Kepala ANRI Imam Gunarto dalam keterangan pers, diterima Rabu (18/1/2023).
Menurut Imam, banyak cerita hebat tentang masa lalu bangsa Indonesia, termasuk para pejuang wanita. Tapi tak jarang sering kesulitan untuk mencari bukti kebenarannya secara ilmiah baik bukti arkeologis, bukti arsip, naskah maupun bukti akademis lainnya.
Selain komunitas kearsipan, pada seminar ini turut hadir Kepala Perpustakaan Nasional, M Syarif Bando. Ia menyebutkan ANRI dan Perpusnas kerap berkolaborasi dalam berbagai program dan kegiatan. “Seminar ini menjadi ruang melahirkan rekomendasi bagaimana kebijakan negara ini terhadap kebijakan kemaritiman,” jelas Syarif Bando.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Sumber Daya Manusia dan Umum PT Pelindo Ihsanuddin Usman menyatakan, kolaborasi kegiatan seminar nasional yang sangat bermanfaat ini merupakan sebuah kebanggaan bagi Pelindo.
“Sejak diberlakukannya merger Pelindo pada 1 Oktober 2021 yang diresmikan Bapak Presiden di Labuan Bajo pada 14 Oktober 2021, Pelindo sudah tidak lagi terbagi menjadi empat, melainkan menjadi satu kesatuan," ucapnya.
Dalam konteks itu pula, kata dia, maka Pelindo melihat hubungan kerja sama dengan ANRI menjadi sangat siginifikan. Seperti yang disampaikan Kepala ANRI, ada darurat kearsipan, hal tersebut kami alami. Bagaimana kami mengalami kesulitan ketika terdapat hal-hal yang harus kami telusuri, terutama kami sebelumnya merupakan empat perusahaan yang memiliki pengelolaan arsip berbeda-beda,” terang Ihsanuddin Usman.
Pada seminar kearsipan tersebut dilaksanakan diskusi panel. Sesi pertama menghadirkan Pengamat Bidang Militer, Pertahanan dan Keamanan Connie R Bakrie; dan Deputi Bidang Konservasi Arsip ANRI Kandar. Sedangkan Ketua Dewan Pakar Memori Kolektif Bangsa, Mukhlis PaEni turut serta sebagai pembahas dan Kepala Museum Bahari, Tinia Budiati sebagai moderator.
Connie menyatakan, ketika Presiden Jokowi menyatakan bahwa negara Indonesia merupakan poros maritim dunia 2014 lalu, seharusnya semua pihak bisa berproses cepat. “Bagaimana kita menempatkan negara itu pada posisi tertinggi sesuai dengan kehormatannya. Artinya, jika kita memang negara yang ada di dua samudera, diapit oleh dua benua, itulah kehormatan kita,” terang Analis Pertahanan, Militer dan Intelijen ini.
“Jadi, supremasi negara itu adalah bagaimana negara mampu menempatkan pada tempat kita yang sesungguhnya dan Kalinyamat paham hal itu,” tambahnya.
Sementara itu, Deputi Bidang Konservasi Arsip ANRI, Kandar menyatakan bahwa khazanah arsip tentang kemaritiman yang tersimpan di ANRI tidak saja sebagai bahan bukti penyelenggaraan kehidupan berbangsa yang tercipta pada masa lampau, tetapi memiliki makna lintas waktu, lintas peristiwa, dan lintas geografi.
“Masalah kemaritiman yang bisa di-highlight ialah mengenai politik-pemerintahan, pertahanan-keamanan, ekonomi-pembangunan, dan sosial,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa arsip kemaritiman dari kementerian/lembaga sangat diharapkan untuk segera diserahkan agar dimilikinya database arsip kemaritiman.
Lebih lanjut Ketua Dewan Pakar MKB dan Komite MoW, Mukhlis PaEni mengungkapkan bahwa Indonesia sudah kehilangan budaya maritim, yang tersisa adalah tradisi pesisir.
“Bagaimana kita menjadi bangsa maritim yang besar kalau kita tidak punya falsafat maritim? Itu yang menjadi pergerakan kita dan itulah yang harus dipincut untuk menjadikan manusia maritim,” jelasnya.
Sesi kedua diskusi panel menghadirkan Peneliti Senior Badan Riset dan Inovasi Nasional, Erwiza Erman dan Arsiparis Madya ANRI, Nadia Fauziah sebagai narasumber dan moderator Anggota Dewan Pakar Memori Kolektif Bangsa, Asep Kambali. Sedangkan pembahas materi sesi kedua adalah Aktivis Perempuan Marcella Zalianty; Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, Prof Endang Susilowati.
Prof Erwiza menceritakan bahwa Kartini sebagai anak ke-5 dari 11 saudara, berasal dari keluarga priyayi dengan budaya feudal Jawa yang sangat ketat. Dengan kelebihan yang dimiliki, Kartini bisa menikmati pendidikan di ELS.
Kegelisahan Kartini pun diutarakan ke dalam surat-suratnya dengan menuangkan ide-ide tentang kemajuan, pendidikan, kemandirian, dan ketidakadilan khususnya kepada Wanita.
Nadia menilai bahwa memanfaatan arsip menjadi publikasi kearsipan yang digunakan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dan dinominasikan ke dalam Memory of The World (MoW). “Joint nomination untuk MoW untuk arsip gender sendiri ANRI bekerja dengan Universitas Leiden/KITLV. Ke depan kita juga akan bekerja sama dengan arsip Belanda,” jelasnya.
Sementara Marcella Zalianty sebagai pembahas menerangkan bahwa sosok pahlawan perempuan setelah ditetapkan sebagai pahlawan nasional, maka perjuangannya tidak berhenti di situ saja. "Kita sebagai penerus bangsa wajib mendedikasikan kerja keras untuk meneruskan perjuangan mereka," papar Marcella yang juga sebagai Aktivis Perempuan
Prof Endang Susilowati menambahkan, alasan Kartini begitu dikenal luas karena adanya glorifikasi terhadap Kartini. Dalam sudut pandang Kartini, perempuan yang modern bukan yang harus mampu bersaing dengan laki-laki melainkan perempuan yang bisa menjadi mitra sejajar dengan laki-laki, perempuan yang dihormati dan diterima eksistensinya.
Seminar “Dharma Samudera Pejuang Wanita Negara Poros Maritim Dunia” ini dihadiri peserta secara luring dan daring yang berasal dari kementerian, lembaga, Lembaga Kearsipan Daerah provinsi/kabupaten/kota, sejarawan, Jaringan Komunitas Sahabat Arsip, media massa, dan perguruan tinggi.
Seminar tersebut dibuka Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Lestari Moerdijat di Ruang Serbaguna Noerhadi Magetsari, ANRI yang juga disiarkan langsung melalui akun YouTube Arsip Nasional RI.
Pada sambutannya, Lestari mengungkapkan bahwa rekam jejak pahlawan perempuan- perempuan di bidang maritim bisa ditelusuri dan beberapa di antaranya mendapat pengakuan sebagai pahlawan atas perjuangannya, seperti Indonesia mengangkat Laksamana Keumalahayati dan Martina Tiahahu. Arsip memiliki peran yang luar biasa.
Sejarah mencatat banyak peran signifikan para perempuan yang menggagas berbagai macam perubahan dalam zamannya. Kegigihan setiap perempuan dalam mempertahankan wilayah laut hingga saat ini membuktikan bahwa hegemoni laut merupakan sektor vital bagi tumbuh kembangnya sebuah kelompok masyarakat.
Seminar “Dharma Samudera Pejuang Wanita Negara Poros Maritim Dunia” dilaksanakan sebagai sebuah upaya untuk diseminasi program penyelamatan arsip kemaritiman dan arsip gender, serta meningkatkan kepedulian dan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya penyelamatan dan pelestarian arsip kemaritiman dan gender sebagai Memori Kolektif Bangsa dan pemajuan budaya bangsa Indonesia.
“Hari ini menjadi salah satu upaya untuk mengolaborasikan bagaimana menggunakan kembali semangat sejarah maritim, mendaur ulang sejarah masa lalu untuk mengikat seluruh bangsa kita melalui memori kolektif bangsa poros maritim dunia melalui perjuangan para tokoh wanita kebanggaan bangsa,” kata Kepala ANRI Imam Gunarto dalam keterangan pers, diterima Rabu (18/1/2023).
Menurut Imam, banyak cerita hebat tentang masa lalu bangsa Indonesia, termasuk para pejuang wanita. Tapi tak jarang sering kesulitan untuk mencari bukti kebenarannya secara ilmiah baik bukti arkeologis, bukti arsip, naskah maupun bukti akademis lainnya.
Selain komunitas kearsipan, pada seminar ini turut hadir Kepala Perpustakaan Nasional, M Syarif Bando. Ia menyebutkan ANRI dan Perpusnas kerap berkolaborasi dalam berbagai program dan kegiatan. “Seminar ini menjadi ruang melahirkan rekomendasi bagaimana kebijakan negara ini terhadap kebijakan kemaritiman,” jelas Syarif Bando.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Sumber Daya Manusia dan Umum PT Pelindo Ihsanuddin Usman menyatakan, kolaborasi kegiatan seminar nasional yang sangat bermanfaat ini merupakan sebuah kebanggaan bagi Pelindo.
“Sejak diberlakukannya merger Pelindo pada 1 Oktober 2021 yang diresmikan Bapak Presiden di Labuan Bajo pada 14 Oktober 2021, Pelindo sudah tidak lagi terbagi menjadi empat, melainkan menjadi satu kesatuan," ucapnya.
Dalam konteks itu pula, kata dia, maka Pelindo melihat hubungan kerja sama dengan ANRI menjadi sangat siginifikan. Seperti yang disampaikan Kepala ANRI, ada darurat kearsipan, hal tersebut kami alami. Bagaimana kami mengalami kesulitan ketika terdapat hal-hal yang harus kami telusuri, terutama kami sebelumnya merupakan empat perusahaan yang memiliki pengelolaan arsip berbeda-beda,” terang Ihsanuddin Usman.
Pada seminar kearsipan tersebut dilaksanakan diskusi panel. Sesi pertama menghadirkan Pengamat Bidang Militer, Pertahanan dan Keamanan Connie R Bakrie; dan Deputi Bidang Konservasi Arsip ANRI Kandar. Sedangkan Ketua Dewan Pakar Memori Kolektif Bangsa, Mukhlis PaEni turut serta sebagai pembahas dan Kepala Museum Bahari, Tinia Budiati sebagai moderator.
Connie menyatakan, ketika Presiden Jokowi menyatakan bahwa negara Indonesia merupakan poros maritim dunia 2014 lalu, seharusnya semua pihak bisa berproses cepat. “Bagaimana kita menempatkan negara itu pada posisi tertinggi sesuai dengan kehormatannya. Artinya, jika kita memang negara yang ada di dua samudera, diapit oleh dua benua, itulah kehormatan kita,” terang Analis Pertahanan, Militer dan Intelijen ini.
“Jadi, supremasi negara itu adalah bagaimana negara mampu menempatkan pada tempat kita yang sesungguhnya dan Kalinyamat paham hal itu,” tambahnya.
Sementara itu, Deputi Bidang Konservasi Arsip ANRI, Kandar menyatakan bahwa khazanah arsip tentang kemaritiman yang tersimpan di ANRI tidak saja sebagai bahan bukti penyelenggaraan kehidupan berbangsa yang tercipta pada masa lampau, tetapi memiliki makna lintas waktu, lintas peristiwa, dan lintas geografi.
“Masalah kemaritiman yang bisa di-highlight ialah mengenai politik-pemerintahan, pertahanan-keamanan, ekonomi-pembangunan, dan sosial,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa arsip kemaritiman dari kementerian/lembaga sangat diharapkan untuk segera diserahkan agar dimilikinya database arsip kemaritiman.
Lebih lanjut Ketua Dewan Pakar MKB dan Komite MoW, Mukhlis PaEni mengungkapkan bahwa Indonesia sudah kehilangan budaya maritim, yang tersisa adalah tradisi pesisir.
“Bagaimana kita menjadi bangsa maritim yang besar kalau kita tidak punya falsafat maritim? Itu yang menjadi pergerakan kita dan itulah yang harus dipincut untuk menjadikan manusia maritim,” jelasnya.
Sesi kedua diskusi panel menghadirkan Peneliti Senior Badan Riset dan Inovasi Nasional, Erwiza Erman dan Arsiparis Madya ANRI, Nadia Fauziah sebagai narasumber dan moderator Anggota Dewan Pakar Memori Kolektif Bangsa, Asep Kambali. Sedangkan pembahas materi sesi kedua adalah Aktivis Perempuan Marcella Zalianty; Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro, Prof Endang Susilowati.
Prof Erwiza menceritakan bahwa Kartini sebagai anak ke-5 dari 11 saudara, berasal dari keluarga priyayi dengan budaya feudal Jawa yang sangat ketat. Dengan kelebihan yang dimiliki, Kartini bisa menikmati pendidikan di ELS.
Kegelisahan Kartini pun diutarakan ke dalam surat-suratnya dengan menuangkan ide-ide tentang kemajuan, pendidikan, kemandirian, dan ketidakadilan khususnya kepada Wanita.
Nadia menilai bahwa memanfaatan arsip menjadi publikasi kearsipan yang digunakan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dan dinominasikan ke dalam Memory of The World (MoW). “Joint nomination untuk MoW untuk arsip gender sendiri ANRI bekerja dengan Universitas Leiden/KITLV. Ke depan kita juga akan bekerja sama dengan arsip Belanda,” jelasnya.
Sementara Marcella Zalianty sebagai pembahas menerangkan bahwa sosok pahlawan perempuan setelah ditetapkan sebagai pahlawan nasional, maka perjuangannya tidak berhenti di situ saja. "Kita sebagai penerus bangsa wajib mendedikasikan kerja keras untuk meneruskan perjuangan mereka," papar Marcella yang juga sebagai Aktivis Perempuan
Prof Endang Susilowati menambahkan, alasan Kartini begitu dikenal luas karena adanya glorifikasi terhadap Kartini. Dalam sudut pandang Kartini, perempuan yang modern bukan yang harus mampu bersaing dengan laki-laki melainkan perempuan yang bisa menjadi mitra sejajar dengan laki-laki, perempuan yang dihormati dan diterima eksistensinya.
Seminar “Dharma Samudera Pejuang Wanita Negara Poros Maritim Dunia” ini dihadiri peserta secara luring dan daring yang berasal dari kementerian, lembaga, Lembaga Kearsipan Daerah provinsi/kabupaten/kota, sejarawan, Jaringan Komunitas Sahabat Arsip, media massa, dan perguruan tinggi.
(thm)