Stunting dan Transformasi Pemerintahan Digital
loading...
A
A
A
MOH ILHAM A HAMUDY
Pemerhati pemerintahan, berkhidmat di Pusat Penerangan Kemendagri
Menciptakan sumber daya manusia Indonesia Emas pada 2045 adalah salah satu visi masa depan kita. Namun, di balik mimpi besar itu masih ada persoalan serius yang menggelayut, yaitu stunting.
Secara sederhana,stuntingdimaknai sebagai gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak di bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan tinggi badan di bawah standar.
Faktor penyebabnya meliputi kurangnya akses makanan bergizi, praktik pengasuhan yang kurang baik, akses air bersih dan sanitasi yang buruk, serta terbatasnya layanan kesehatan.
Merujuk hasil kajian Status Gizi Indonesia yang dibuat Kementerian Kesehatan, prevalensistuntingbalita Indonesia mencapai 24,4% pada 2021. Artinya, hampir 1 dari 4 balita mengalamistunting.
Di beberapa provinsi, prevalensistuntingbalita bahkan masih berada di atas 30%, seperti di Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, Aceh, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tenggara, dan Kalimantan Selatan. Hal ini tentu berpengaruh pada pembangunan nasional yang membutuhkan dukungan manusia andal.
Komitmen Serba Salah
Stuntingmerupakan salah satu targetSustainable Development Goalsyang berkait dengan pemberantasan kelaparan dan segala bentuk malnutrisi pada 2030, serta pencapaian ketahanan pangan. Target yang ditetapkan adalah menurunkan angkastuntinghingga 40% pada 2025.
Itulah sebabnya, pemerintah pusat berkomitmen dengan menetapkan Strategi Nasional Percepatan PencegahanStuntingpada 2018-2024 dan menerbitkan Perpres No 72 Tahun 2021 tentang Percepatan PenurunanStuntingyang diteken pada 5 Agustus 2021 dan diikuti oleh seluruh pemerintah daerah dengan menerbitkan surat keputusan dan/atau pun peraturan kepala daerah.
Komitmen itu, mengikut data yang dikeluarkan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran, ditunjukkan melalui rerata anggaranoutputkementerian/lembaga periode 2019-2022 yang mendukung penurunanstuntingsebesar Rp36,8 triliun.
Akan tetapi, secara rasio dengan total belanja sebanyak itu, besarannya masih di bawah 4%. Memang, pada 2022 lalu, pemerintah telah menggelontorkan dana Rp44,8 triliun untuk mendukung Program Percepatan PencegahanStuntingyang tersebar di 17 kementerian/lembaga sebesar Rp34,1 triliun dan pemerintah daerah melalui dana alokasi khusus (DAK) fisik Rp 8,9 triliun dan DAK nonfisik sebesar Rp1,8 triliun.
Pemerhati pemerintahan, berkhidmat di Pusat Penerangan Kemendagri
Menciptakan sumber daya manusia Indonesia Emas pada 2045 adalah salah satu visi masa depan kita. Namun, di balik mimpi besar itu masih ada persoalan serius yang menggelayut, yaitu stunting.
Secara sederhana,stuntingdimaknai sebagai gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak di bawah lima tahun (balita) akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan tinggi badan di bawah standar.
Faktor penyebabnya meliputi kurangnya akses makanan bergizi, praktik pengasuhan yang kurang baik, akses air bersih dan sanitasi yang buruk, serta terbatasnya layanan kesehatan.
Merujuk hasil kajian Status Gizi Indonesia yang dibuat Kementerian Kesehatan, prevalensistuntingbalita Indonesia mencapai 24,4% pada 2021. Artinya, hampir 1 dari 4 balita mengalamistunting.
Di beberapa provinsi, prevalensistuntingbalita bahkan masih berada di atas 30%, seperti di Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, Aceh, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tenggara, dan Kalimantan Selatan. Hal ini tentu berpengaruh pada pembangunan nasional yang membutuhkan dukungan manusia andal.
Komitmen Serba Salah
Stuntingmerupakan salah satu targetSustainable Development Goalsyang berkait dengan pemberantasan kelaparan dan segala bentuk malnutrisi pada 2030, serta pencapaian ketahanan pangan. Target yang ditetapkan adalah menurunkan angkastuntinghingga 40% pada 2025.
Itulah sebabnya, pemerintah pusat berkomitmen dengan menetapkan Strategi Nasional Percepatan PencegahanStuntingpada 2018-2024 dan menerbitkan Perpres No 72 Tahun 2021 tentang Percepatan PenurunanStuntingyang diteken pada 5 Agustus 2021 dan diikuti oleh seluruh pemerintah daerah dengan menerbitkan surat keputusan dan/atau pun peraturan kepala daerah.
Komitmen itu, mengikut data yang dikeluarkan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran, ditunjukkan melalui rerata anggaranoutputkementerian/lembaga periode 2019-2022 yang mendukung penurunanstuntingsebesar Rp36,8 triliun.
Akan tetapi, secara rasio dengan total belanja sebanyak itu, besarannya masih di bawah 4%. Memang, pada 2022 lalu, pemerintah telah menggelontorkan dana Rp44,8 triliun untuk mendukung Program Percepatan PencegahanStuntingyang tersebar di 17 kementerian/lembaga sebesar Rp34,1 triliun dan pemerintah daerah melalui dana alokasi khusus (DAK) fisik Rp 8,9 triliun dan DAK nonfisik sebesar Rp1,8 triliun.