Pengamat: Pidato Megawati Beri Pesan Kuat, Padat, dan Mendalam untuk Penguatan Demokrasi

Jum'at, 13 Januari 2023 - 12:57 WIB
loading...
Pengamat: Pidato Megawati...
Pidato Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri dalam HUT ke-50 PDIP memberikan pesan-pesan politik yang kuat, padat, dan bermakna mendalam bagi penguatan kualitas politik demokrasi di Indonesia. Foto/MPI
A A A
JAKARTA - Pidato Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri dalam HUT ke-50 PDIP memberikan pesan-pesan politik yang kuat, padat, dan bermakna mendalam bagi penguatan kualitas politik demokrasi di Indonesia. Pesan yang berakar mendalam pada tradisi politik progresif para pendiri bangsa yang terutama digariskan oleh Soekarno.

"Pesan utamanya kalau ditafsirkan bahwa partai politik bukan sekadar mobil rental bagi calon eksekutif maupun legislatif untuk menapak pada kursi kekuasaan, namun partai adalah penyambung lidah rakyat Indonesia atau partai seharusnya memiliki bonding atau ikatan yang kuat dengan rakyat," ujar Dosen Ilmu Politik Universitas Airlangga (Unair) Airlangga Pribadi, Jumat (13/1/2023). Baca juga: Megawati Bicara Capres 2024: Enggak Mungkin Ibu Jebloskan ke Sumur



Oleh karena itu dengan bahasa merakyat seperti dijelaskan oleh Megawati bahwa kalau salaman sudah sejiwa maka tidak terasa anyep. Sebagai manifestasi dari menyatunya interaksi rakyat dengan partai maka politisi dalam lembaga politik baik eksekutif maupun legislatif maka partai memiliki tanggung jawab untuk mendampingi, memberi masukan, mengontrol bahkan memberikan koreksi dan teguran atas dasar garis ideologi yang disepakati dalam proses komitmen politik yang telah dibangun.

"Pesan penting yang juga dikemukakan oleh Megawati bahwa partai adalah organisasi politik yang memiliki tujuan kolektif untuk menciptakan pemimpin yang organik dalam koneksi antara kebijakan pemerintah-garis ideologi-partai politik-aspirasi rakyat yang koheren dan tidak terputus," tutur Airlangga.

"Oleh karena itu kita bisa melihat ilustrasinya dalam pidato Megawati dengan bahasa sederhana dan merakyat. Beliau menceritakan kembali tentang pentingnya membangun solidaritas dalam fase-fase awal perjuangan melawan otoritarianisme Suharto untuk mengingatkan kembali bahwa perjuangan politik yang diikat oleh organ politik partai politik dan aspirasi rakyat harus berpijak pada disiplin politik, fondasi ideologi kerakyatan dan komitmen kekuasaan untuk menjaganya," sambungnya.

Di sisi lain saat Megawati bicara apabila selfie banyak yang akan mendukungnya, bukan seperti pembahasan yang ada di ruang publik bahwa dia narsis, namun justru Megawati sedang mengkritik narsisme politik dengan bahasa yang satire. Menurutnya, bahwa politik itu soal substansi menjadikan ideologi sebagai arah jalan menerangi perjalanan bersama rakyat jembatan emas kemerdekaan bahwa berpolitik bukan gimmick pencitraan.

Selain itu, soal Megawati mengingatkan pada Joko Widodo (Jokowi) untuk konsisten dengan dua periode. Dia justru melihat inilah salah satu elemen kuat dalam pidato Megawati.

"Beliau memperlihatkan perhatian tulusnya kepada Jokowi, bahwa pembatasan kekuasaan sebagai substansi demokrasi harus dipegang teguh, karena Jokowi adalah bagian dari PDI Perjuangan. Pemimpin Republik Indonesia yang lahir dari kawah candradimuka politik partai ini," sebutnya.

Ketulusan tersebut terlihat bahkan Megawati mengingatkan pada pengalaman traumatik dalam hidupnya ketika ayahnya Bung Karno dijebak dengan Presiden Seumur Hidup yang justru pada akhir kekuasaannya, Bung Karno dijatuhkan oleh orang-orang yang mengusung gagasan tersebut.

Hal penting lainnya dalam pidato tersebut adalah penekanan atas politik emansipasi kesetaraan laki-laki dan perempuan yang seharusnya menjadi lebih maju dalam demokrasi kita. Megawati mengungkapkan hal itu dengan mengutip buku Soekarno berjudul Sarinah, serta menyebutkan perempuan-perempuan pahlawan pendahulu mulai dari Cut Nyak Dhien, Laksamana Malahayati sampai Ibu Supeni duta besar keliling Indonesia yang dilantik oleh Bung Karno.

Menurut Airlangga, pesan-pesan politik progresif ini terasa asing di benak kita saat ini, saat politik lebih didominasi oleh hegemoni semangat individualisme, corak politik yang mengambang yang melihat tidak ada koneksi antara politik kekuasaan dan partai sebagai organ kolektif yang terlibat mendeterminasi proses politik yang berlangsung.

"Sehingga tidak heran apabila pandangan-pandangan yang muncul atas pidato tersebutlah yang sebetulnya dangkal dan tidak memahami tradisi politik ideologis yang menjadi bagian dari kehidupan politik di Indonesia dalam masa keemasan politiknya," katanya.

"Untung saja pada momen 50 tahun ultah PDI Perjuangan Ketua Umumnya Megawati maju ke gelanggang narasi politik yang bernas. Meskipun risikonya isi pidatonya disalahpahami," pungkas Airlangga.

Rakhmatulloh
(kri)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1122 seconds (0.1#10.140)