ICMI: Desentralisme Sistem Terbaik untuk Indonesia, Implementasinya Harus Dibenahi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia ( ICMI ) meyakini, desentralisme menjadi sistem terbaik yang bisa diterapkan Indonesia. Namun, pemerintah pusat wajib melakukan pengawasan, pembinaan dan pemberdayaan pelaksanaanya dengan baik. Bukan mulai secara perlahan mengambil alih beberapa kewenangan pemerintah daerah.
Ketua Majelis Pembangunan Daerah (MPD) ICMI Sudirman Said menegaskan, otonomi daerah yang lahir dari konsekuensi Reformasi politik 1998 harus dijaga. Pasalnya, Indonesia sebagai negara besar dan mejemuk tidak mungkin dikelola secara terpusat.
Pemerintah pusat dan daerah harus berbagi kewenangan hingga menemukan titik keseimbangan politik, ekonomi dan sosial dalam menerapkan demokrasi. Hal itu yang menjadi tujuan dari Reformasi 1998 setelah berhasil meruntuhkan sistem kebijakan terpusat yang diterapkan Orde Baru.
“Dan, di sini ICMI ingin meneguhkan semangat itu. Desentralisme itu sebagai pilihan yang tepat. Yang harus dibenahi adalah implementasinya,” ujar Sudirman Said dalam Simposium Nasional Majelis Pembangunan Daerah, ICMI, di Kota Bogor, Selasa (10/1/2022).
Simposium tersebut digelar untuk merumuskan, mengevaluasi dan menghasilkan rekomendasi berbasis kajian akademik terkait implementasi otonomi daerah. Sudirman menuturkan, memperkuat otonomi daerah menjadi fokus utama pembahasan demi menuju Indonesia yang sejahtera pada 2045.
“Seperti yang tadi dikatakan Bima Arya, Wali Kota Bogor yang juga sebagai Ketua APEKSI. Saat ini ada suasana menarik kembali kewenangan-kewenangan yang sudah diberikan kepada daerah. Sehingga ada kekhawatiran di antara para peserta dan narasumber ini, menyederhanakan terjemahan efisiensi dengan sentralisasi,” kata Sudirman.
Menurut dia, sentralisasi kebijakan berpotensi menuju ke arah otoritarianisme. Praktik koruptif yang akhirnya menjerat beberapa para kepala daerah, mulai dari tingkat kota dan kabupaten hingga provinsi, tidak bisa dijadikan dalil kuat untuk menarik kembali beragam kewenangan yang sudah diberikan kepada wali kota, bupati dan gubernur.
Sudirman menjelaskan, desentralisme bukan penyebab menjamurnya korupsi di tingkat daerah. Para pejabat daerah terjerumus korupsi akibat ongkos politik yang mahal. Dengan demikian, upaya mengambil alih kewenangan daerah oleh pusat bukan sebuah solusi.
“Jangan ada pandangan bahwa efisiensi itu diperoleh dengan cara mensentralisasi. Banyak negara yang melakukan itu, tapi di sana tidak menganut sistem demokrasi. Ini juga menjadi perhatian ICMI, apa yang salah dari otonomi daerah? Apakah orangnya atau sistemnya yang perlu ditata,” ucapnya.
Sudirman menambahkan, desentralisme sudah baik sehingga harus dipertahankan. Namun, sistem yang baik harus dijalankan oleh pelaku yang baik. Sebaik-baiknya sistem, kata dia, jika tidak menemukan pelaku yang baik maka akan menimbulkan masalah laten seperti korupsi.
“Aspek implementasi, kepemimpinan, kemampuan sumber daya manusia itu yang harus dijaga. Tapi secara kebijakan, strategi dan sistem sudah tepat desentralisme. Tinggal pengawasan, pemberdayaan dan pembinaannya,” ujarnya.
Selain meneguhkan semangat desentralisme, ucap Sudirman, ICMI juga berharap pemerintah semakin peduli pada masukan dari masyarakat sipil. Pasalnya, sebagai negara demokratis, suara dari masyarakat harus didengar dan dijadikan pertimbangan utama saat akan mengambil sebuah keputusan strategis.
“Negara ini kuat jika tiga pilarnya kuat. Regulator ada di tangan pemerintah, korporasi sebagai penghela ekonomi utama, dan ketiga peran masyarakat sipil sebagai pengingat jika pemerintah kebablasan,” katanya.
Ketua Majelis Pembangunan Daerah (MPD) ICMI Sudirman Said menegaskan, otonomi daerah yang lahir dari konsekuensi Reformasi politik 1998 harus dijaga. Pasalnya, Indonesia sebagai negara besar dan mejemuk tidak mungkin dikelola secara terpusat.
Pemerintah pusat dan daerah harus berbagi kewenangan hingga menemukan titik keseimbangan politik, ekonomi dan sosial dalam menerapkan demokrasi. Hal itu yang menjadi tujuan dari Reformasi 1998 setelah berhasil meruntuhkan sistem kebijakan terpusat yang diterapkan Orde Baru.
“Dan, di sini ICMI ingin meneguhkan semangat itu. Desentralisme itu sebagai pilihan yang tepat. Yang harus dibenahi adalah implementasinya,” ujar Sudirman Said dalam Simposium Nasional Majelis Pembangunan Daerah, ICMI, di Kota Bogor, Selasa (10/1/2022).
Simposium tersebut digelar untuk merumuskan, mengevaluasi dan menghasilkan rekomendasi berbasis kajian akademik terkait implementasi otonomi daerah. Sudirman menuturkan, memperkuat otonomi daerah menjadi fokus utama pembahasan demi menuju Indonesia yang sejahtera pada 2045.
“Seperti yang tadi dikatakan Bima Arya, Wali Kota Bogor yang juga sebagai Ketua APEKSI. Saat ini ada suasana menarik kembali kewenangan-kewenangan yang sudah diberikan kepada daerah. Sehingga ada kekhawatiran di antara para peserta dan narasumber ini, menyederhanakan terjemahan efisiensi dengan sentralisasi,” kata Sudirman.
Menurut dia, sentralisasi kebijakan berpotensi menuju ke arah otoritarianisme. Praktik koruptif yang akhirnya menjerat beberapa para kepala daerah, mulai dari tingkat kota dan kabupaten hingga provinsi, tidak bisa dijadikan dalil kuat untuk menarik kembali beragam kewenangan yang sudah diberikan kepada wali kota, bupati dan gubernur.
Sudirman menjelaskan, desentralisme bukan penyebab menjamurnya korupsi di tingkat daerah. Para pejabat daerah terjerumus korupsi akibat ongkos politik yang mahal. Dengan demikian, upaya mengambil alih kewenangan daerah oleh pusat bukan sebuah solusi.
“Jangan ada pandangan bahwa efisiensi itu diperoleh dengan cara mensentralisasi. Banyak negara yang melakukan itu, tapi di sana tidak menganut sistem demokrasi. Ini juga menjadi perhatian ICMI, apa yang salah dari otonomi daerah? Apakah orangnya atau sistemnya yang perlu ditata,” ucapnya.
Sudirman menambahkan, desentralisme sudah baik sehingga harus dipertahankan. Namun, sistem yang baik harus dijalankan oleh pelaku yang baik. Sebaik-baiknya sistem, kata dia, jika tidak menemukan pelaku yang baik maka akan menimbulkan masalah laten seperti korupsi.
“Aspek implementasi, kepemimpinan, kemampuan sumber daya manusia itu yang harus dijaga. Tapi secara kebijakan, strategi dan sistem sudah tepat desentralisme. Tinggal pengawasan, pemberdayaan dan pembinaannya,” ujarnya.
Selain meneguhkan semangat desentralisme, ucap Sudirman, ICMI juga berharap pemerintah semakin peduli pada masukan dari masyarakat sipil. Pasalnya, sebagai negara demokratis, suara dari masyarakat harus didengar dan dijadikan pertimbangan utama saat akan mengambil sebuah keputusan strategis.
“Negara ini kuat jika tiga pilarnya kuat. Regulator ada di tangan pemerintah, korporasi sebagai penghela ekonomi utama, dan ketiga peran masyarakat sipil sebagai pengingat jika pemerintah kebablasan,” katanya.
(cip)