Data Putusan Kasasi 2022, MA Lebih Sering Memperberat Hukuman Koruptor
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) mengungkapkan bahwa majelis hakim lebih sering memperberat hukuman para koruptor . Hal itu berdasarkan data putusan kasasi tahun 2022.
"Tinjauan data putusan kasasi perkara Tipikor selama tahun 2022 menunjukkan MA justru lebih sering memperberat hukuman perkara Tipikor 30,36 persen dibanding mengurangi pidana 14,29 persen,” ujar Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial Sunarto dalam keterangannya, Senin (9/1/2022). Baca juga: MA Buat Timsus Cek Video Viral Diduga Hakim Wahyu, Ini Tanggapan PN Jaksel
Data yang disampaikan Sunarto itu merujuk pada hasil olahan 56 perkara kasasi kasus korupsi yang diputus sepanjang 2022 dengan amar “Tolak Perbaikan”. Dari olahan data tersebut diperoleh simpulan amar pemidanaan perkara Tipikor sebagai berikut, MA tidak mengubah hukuman yang telah dijatuhkan oleh judex facti sebanyak 21 (37,50 %), MA menambah pidana sebanyak 17 (30,36%), MA mengurangi pidana sebanyak 8 (14,29%).
Selanjutnya, MA mengurangi pidana yang dijatuhkan PT, mengembalikan ke putusan PN sebanyak 5 (8,93 %), MA menjatuhkan putusan Lepas sebanyak 3 (5,36 %), MA menjatuhkan putusan Bebas sebanyak 1 (1,79%), MA mengubah kualifikasi menjadi TPPU sebanyak 1 (1,79%).
Sunarto menekankan bahwa ada suatu pendekatan salah menilai baik atau buruknya putusan semata-mata dari berat ringannya hukuman yang dijatuhkan. Putusan yang dijatuhkan hakim dipengaruhi banyak pertimbangan, salah satunya ada tingkat kesalahan terdakwa berdasarkan penilaian hakim.
"Ada kemungkinan putusan perkara Tipikor diringankan karena hukuman sebelumnya tidak proporsional atau mengandung disparitas dengan putusan dalam perkara lain untuk bentuk perbuatan dan tingkat kesalahan yang serupa," jelasnya.
Dikatakan dia, saat ini para Hakim Agung mempunyai kesepakatan bahwa yang harus dikedepankan dalam pemidanaan adalah prinsip proporsionalitas. “Artinya, kesesuaian hukum dengan tingkat kesalahan dan konsistensi dalam penghukuman,” tegas Sunarto.
Untuk mencegah disparitas pemidanaan, MA sudah menyiapkan panduan untuk perkara korupsi, khusus terkait pasal korupsi mengenai kerugian negara. Hal itu diatur dalam Perma Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sunarto menambahkan pedoman pemidanaan untuk pasal-pasal lain dalam UU Tipikor serta UU Narkotika sedang dalam proses penyusunan.
"Tinjauan data putusan kasasi perkara Tipikor selama tahun 2022 menunjukkan MA justru lebih sering memperberat hukuman perkara Tipikor 30,36 persen dibanding mengurangi pidana 14,29 persen,” ujar Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial Sunarto dalam keterangannya, Senin (9/1/2022). Baca juga: MA Buat Timsus Cek Video Viral Diduga Hakim Wahyu, Ini Tanggapan PN Jaksel
Data yang disampaikan Sunarto itu merujuk pada hasil olahan 56 perkara kasasi kasus korupsi yang diputus sepanjang 2022 dengan amar “Tolak Perbaikan”. Dari olahan data tersebut diperoleh simpulan amar pemidanaan perkara Tipikor sebagai berikut, MA tidak mengubah hukuman yang telah dijatuhkan oleh judex facti sebanyak 21 (37,50 %), MA menambah pidana sebanyak 17 (30,36%), MA mengurangi pidana sebanyak 8 (14,29%).
Selanjutnya, MA mengurangi pidana yang dijatuhkan PT, mengembalikan ke putusan PN sebanyak 5 (8,93 %), MA menjatuhkan putusan Lepas sebanyak 3 (5,36 %), MA menjatuhkan putusan Bebas sebanyak 1 (1,79%), MA mengubah kualifikasi menjadi TPPU sebanyak 1 (1,79%).
Sunarto menekankan bahwa ada suatu pendekatan salah menilai baik atau buruknya putusan semata-mata dari berat ringannya hukuman yang dijatuhkan. Putusan yang dijatuhkan hakim dipengaruhi banyak pertimbangan, salah satunya ada tingkat kesalahan terdakwa berdasarkan penilaian hakim.
"Ada kemungkinan putusan perkara Tipikor diringankan karena hukuman sebelumnya tidak proporsional atau mengandung disparitas dengan putusan dalam perkara lain untuk bentuk perbuatan dan tingkat kesalahan yang serupa," jelasnya.
Dikatakan dia, saat ini para Hakim Agung mempunyai kesepakatan bahwa yang harus dikedepankan dalam pemidanaan adalah prinsip proporsionalitas. “Artinya, kesesuaian hukum dengan tingkat kesalahan dan konsistensi dalam penghukuman,” tegas Sunarto.
Untuk mencegah disparitas pemidanaan, MA sudah menyiapkan panduan untuk perkara korupsi, khusus terkait pasal korupsi mengenai kerugian negara. Hal itu diatur dalam Perma Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sunarto menambahkan pedoman pemidanaan untuk pasal-pasal lain dalam UU Tipikor serta UU Narkotika sedang dalam proses penyusunan.
(kri)