Merawat Kerukunan Bangsa Indonesia

Selasa, 03 Januari 2023 - 14:16 WIB
loading...
Merawat Kerukunan Bangsa Indonesia
Ahmad Zayadi (Foto: Ist)
A A A
Ahmad Zayadi
Direktur Penerangan Agama Islam Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama

HARI ini Selasa 3 Januari 2023 keluarga besar Kementerian Agama memperingati Hari amal Bakti (HAB) yang ke-77. Salah satu amanat yang disampaikan oleh Gusmen (Gus Menteri), panggilan akrab Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas adalah ajakan untuk mengenal, memahami dan meresapi atau bertanya kembali mengapa dan untuk apa Kementerian Agama yang dulu bernama Departemen Agama ini dilahirkan pada 1946.

Gusmen juga kembali menegaskan agar peringatan HAB Kementerian Agama ke-77 menjadi momentum untuk memperbaiki niat pengabdian dan pelayanan kepada umat, sekaligus penanda dari sejarah panjang pengabdian Kementerian Agama dalam melayani seluruh ummat beragama di Indonesia.

Baca Juga: koran-sindo.com

Pada HAB ke-77 tahun 2023 ini telah dicanangkan tagline “Kerukunan Ummat untuk Indonesia Hebat”. Tugas berat mesti ditunaikan oleh semua aparatur dan keluarga besar Kementerian Agama. Kerukunan sangat fluktuatif dan sangat dinamis. Kerukunan sering menguji kita, lebih-lebih menjelang penyelenggaraan Pemilihan Umum 2024. Sejatinya, kerukunan adalah prasyarat pembangunan nasional. Pembangunan membutuhkan stabilitas, dan stabilitas dapat terwujud bila antarmasyarakat dapat hidup dengan rukun dan damai.

Bagi kita bangsa Indonesia, istilah “kerukunan” bukan merupakan hal baru. Ia sudah menjadi kosakata harian masyarakat. Istilah ini bahkan sudah menjadi bagian dari kosmologi kehidupan sehari-hari. Prinsip kerukunan bertujuan untuk mempertahankan keberadaan masyarakat yang harmonis, nir-konflik dalam pengertiannya yang “manifest”. Nies Mulder (1978;39) mendefinisikan “rukun” sebagai “berada dalam keadaan selaras”, “tenang dan tenteram”, tanpa perselisihan dan pertentangan, “bersatu dalam maksud untuk saling membantu”.

Istilah “rukun” pertama-tama merujuk pada state of well-being, sebuah kondisi keseimbangan sosial (social equilibrium) di mana semua pihak berada dalam keadaan damai satu sama lain, suka bekerjasama, saling menerima, dalam suasana tenang dan sepakat (Magnis Suseno; 1993,39). Rukun adalah keadaan ideal yang diharapkan dapat dipertahankan dalam semua hubungan sosial, mulai dari unit sosial terkecil seperti keluarga, hingga unit terbesar seperti negara-bangsa.

Jika kata “kerukunan” ini dikaitkan dengan “agama”, maka kita sebagai satu bangsa patut berbangga atas kondisi kerukunan beragama bangsa Indonesia yang sudah termasyhur di kalangan bangsa-bangsa di dunia. Kenyataan ini menggambarkan betapa Indonesia ini sejatinya menjadi semacam ceruk besar yang cantik (melting pot) tempat bersemayamnya berbagai paham dan ideologi keagamaan yang tetap eksis hingga sekarang.

Kenyataan ini sudah barang tentu harus dicatat sebagai modal sosial budaya yang akan mengantarkan bangsa ini sebagai bagian dari komunitas internasional yang akan menyediakan suri tauladan dalam hal kerukunan hidup umat beragama.

Namun yang harus menjadi perhatian kita semua adalah, kondisi kemajemukan bangsa Indonesia ibarat pedang bermata ganda; di satu sisi kemajemukan bisa menjadi kekuatan konstruktif-produktif, dalam rangka proses pembangunan bangsa.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1698 seconds (0.1#10.140)