Jangan Hanya ASN yang Dipensiunkan Cepat
loading...
A
A
A
RUANG publik sedang ramai membicarakan rencana pemerintah menerapkan pensiun dini massal kepada aparatur sipil negara (ASN) yang tidak produktif sebagai bagian dari perampingan birokrasi.
Ketentuan pensiun dini massal bagi ASN ini diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 2014 Pasal 87 ayat 5 tentang Aparatur Sipil Negara.RUU ini pun akan menjadi prioritas pembahasan di DPR karena sudah masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2023.
Baca Juga: koran-sindo.com
Pensiun dini massal ini pun berlaku terhadap dua jenis ASN, yaitu pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK. Jadi tidak ada pengecualian bagi semua yang berstatus sebagai ASN untuk dievaluasi berdasarkan produktivitas kerja mereka. Reformasi birokrasi memang isu lama yang terus digaungkan sejak era Reformasi 1998. Namun hingga era pemerintahan sekarang, birokrasi menjadi pekerjaan rumah besar yang harus diselesaikan.
Dari sisi jumlah, postur birokrasi kita sebenarnya bisa dianggap ideal, bisa dianggap kegemukan atau bahkan kekurangan. Dengan total hampir 4 juta ASN pada 2022, mereka harus melayani 270 juta penduduk Indonesia. Atau kalau dirasiokan sekitar 1 berbanding 67. Artinya 1 orang ASN melayani 67 penduduk Indonesia. Tentu bukan jumlah ideal kalau dilihat dari sisi rasio.
Tapi perlu dilihat juga dari sisi kemampuan negara dalam memberikan gaji kepada ASN yang menyedot 15%dari belanja APBN pada 2022 atau sekitar Rp400 triliun, tentu ini bukan jumlah pengeluaran yang kecil. Bahkan masuk salah satu pengeluaran terbesar. Meskipun bukan yang paling besar.
Dari sisi kekuatan, sebenarnya birokrasi adalah yang paling pantas diandalkan dalam setiap rezim yang menjanjikan pembangunan untuk menyejahterakan rakyat.
Meskipun faktanya negeri ini juga kaya sumber daya alam (SDA) dengan modal kapital yang sangat besar, keduanya tidak berarti apa-apa jika birokrasi sebagai motor penggerak pembangunannya loyo, lembek, tidak berdaya. Tapi jika birokrasinya tangguh, cekatan, cakap, berintegritas tinggi, luwes, adaptif, dan kolaboratif, 75% masalah sudah teratasi. Bahkan di negara yang miskin SDA seperti Jepang, Singapura, Taiwan, Korea Selatan, dan beberapa yang lain, mereka bisa berbuat banyak karena sumber daya manusia (SDM)-nya bagus dan kuat. Berarti birokrasi dan SDM adalah kunci dalam pembangunan.
Bagaimana di Indonesia? Sebenarnya kita memiliki dua modal besar, yakni jumlah penduduk yang besar sekaligus sumber daya alam yang melimpah. Tapi mengapa pendapatan per kapita kita masih di level empat ribuan dolar Amerika Serikat (USD)? Tertinggal jauh dari negara yang lebih kecil yang miskin sumber daya alam seperi Singapura, Jepang, dan Korea Selatan?
Kesimpulan sementara ada pada pengelola pemerintahannya, yakni birokrasinya. Karena di sini birokrasi itu sistem komando, berarti tidak bisa dipisahkan antara ASN dengan pimpinannya alias para kepala daerah (bupati, wali kota, gubernur), dan pimpinan pemerintahan pusat mulai wakil menteri, menteri, kepala badan, wakil presiden hingga pimpinan tertingginya, Presiden Republik Indonesia.
Ketentuan pensiun dini massal bagi ASN ini diatur dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Nomor 5 Tahun 2014 Pasal 87 ayat 5 tentang Aparatur Sipil Negara.RUU ini pun akan menjadi prioritas pembahasan di DPR karena sudah masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2023.
Baca Juga: koran-sindo.com
Pensiun dini massal ini pun berlaku terhadap dua jenis ASN, yaitu pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK. Jadi tidak ada pengecualian bagi semua yang berstatus sebagai ASN untuk dievaluasi berdasarkan produktivitas kerja mereka. Reformasi birokrasi memang isu lama yang terus digaungkan sejak era Reformasi 1998. Namun hingga era pemerintahan sekarang, birokrasi menjadi pekerjaan rumah besar yang harus diselesaikan.
Dari sisi jumlah, postur birokrasi kita sebenarnya bisa dianggap ideal, bisa dianggap kegemukan atau bahkan kekurangan. Dengan total hampir 4 juta ASN pada 2022, mereka harus melayani 270 juta penduduk Indonesia. Atau kalau dirasiokan sekitar 1 berbanding 67. Artinya 1 orang ASN melayani 67 penduduk Indonesia. Tentu bukan jumlah ideal kalau dilihat dari sisi rasio.
Tapi perlu dilihat juga dari sisi kemampuan negara dalam memberikan gaji kepada ASN yang menyedot 15%dari belanja APBN pada 2022 atau sekitar Rp400 triliun, tentu ini bukan jumlah pengeluaran yang kecil. Bahkan masuk salah satu pengeluaran terbesar. Meskipun bukan yang paling besar.
Dari sisi kekuatan, sebenarnya birokrasi adalah yang paling pantas diandalkan dalam setiap rezim yang menjanjikan pembangunan untuk menyejahterakan rakyat.
Meskipun faktanya negeri ini juga kaya sumber daya alam (SDA) dengan modal kapital yang sangat besar, keduanya tidak berarti apa-apa jika birokrasi sebagai motor penggerak pembangunannya loyo, lembek, tidak berdaya. Tapi jika birokrasinya tangguh, cekatan, cakap, berintegritas tinggi, luwes, adaptif, dan kolaboratif, 75% masalah sudah teratasi. Bahkan di negara yang miskin SDA seperti Jepang, Singapura, Taiwan, Korea Selatan, dan beberapa yang lain, mereka bisa berbuat banyak karena sumber daya manusia (SDM)-nya bagus dan kuat. Berarti birokrasi dan SDM adalah kunci dalam pembangunan.
Bagaimana di Indonesia? Sebenarnya kita memiliki dua modal besar, yakni jumlah penduduk yang besar sekaligus sumber daya alam yang melimpah. Tapi mengapa pendapatan per kapita kita masih di level empat ribuan dolar Amerika Serikat (USD)? Tertinggal jauh dari negara yang lebih kecil yang miskin sumber daya alam seperi Singapura, Jepang, dan Korea Selatan?
Kesimpulan sementara ada pada pengelola pemerintahannya, yakni birokrasinya. Karena di sini birokrasi itu sistem komando, berarti tidak bisa dipisahkan antara ASN dengan pimpinannya alias para kepala daerah (bupati, wali kota, gubernur), dan pimpinan pemerintahan pusat mulai wakil menteri, menteri, kepala badan, wakil presiden hingga pimpinan tertingginya, Presiden Republik Indonesia.