Reshuffle Kabinet Harus Berbasis Kinerja, Bukan Letupan Politik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menganggap, sepanjang basisnya letupan kinerja, bukan letupan politik, reshuffle punya korelasi linear yang diyakini mampu genjot kinerja Kabinet Indonesia Maju .
"Reshuffle berkali kali pun (jika basisnya bukan kinerja), belum ada jaminan genjot kinerja," kata Pangi saat dihubungi SINDOnews, Sabtu (11/7/2020).
Maka itu, Pangi menekankan bahwa reshuffle harus mampu memulihkan animo kepercayaan publik, dari distrust kembali memompa atau mengenjot kepercayaan diri pemerintah.
Menurut Pangi, sekarang momentum yang pas, dan waktu yang tepat untuk Presiden melakukan reshuffle yang berbasiskan pada kinerja, karena pandemi covid-19 juga menjadi batu uji para pembantu presiden. ( ).
Ia mengharapkan, Jokowi berupaya maksimal menempatkan pembantu presiden sesuai dengan kapasitas, kapabilitas yang mereka miliki, yakni prinsip dasarnya ada pada 'the righ man and the righ place', dan harus punya passion yang memang bisa diandalkan membantu meningkatkan kepuasan (approval rating) terhadap kinerja pemerintah.
Sehingga, sambung dia, dari distrust itu kembali tumbuh 'trust building' kepada pemerintah, dan efeknya jangan sampai menteri menjadi beban presiden. "Presiden seringkali mengatakan, "saya sudah gak punya beban' buktikan sekarang, jangan berbicara tanpa terlihat keputusan presiden yang berani dan terlihat nampak memang sudah tak ada beban, sehingga benar-benar maksimal menggunakan hak prerogatifnya secara maksimal, bukan hak prerogatif setengah kewenangan," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, hasil survei online SINDOnews pada 30 Juni–6 Juli 2020 memperlihatkan 96% responden mendukung reshuffle kabinet. Sebagian besar responden menyatakan dukungan reshuffle karena melihat adanya beberapa pos kementerian yang belum menunjukkan kinerja maksimal sehingga upaya ini diyakini mampu menggenjot ketertinggalan kementerian tersebut. ( ).
"Reshuffle berkali kali pun (jika basisnya bukan kinerja), belum ada jaminan genjot kinerja," kata Pangi saat dihubungi SINDOnews, Sabtu (11/7/2020).
Maka itu, Pangi menekankan bahwa reshuffle harus mampu memulihkan animo kepercayaan publik, dari distrust kembali memompa atau mengenjot kepercayaan diri pemerintah.
Menurut Pangi, sekarang momentum yang pas, dan waktu yang tepat untuk Presiden melakukan reshuffle yang berbasiskan pada kinerja, karena pandemi covid-19 juga menjadi batu uji para pembantu presiden. ( ).
Ia mengharapkan, Jokowi berupaya maksimal menempatkan pembantu presiden sesuai dengan kapasitas, kapabilitas yang mereka miliki, yakni prinsip dasarnya ada pada 'the righ man and the righ place', dan harus punya passion yang memang bisa diandalkan membantu meningkatkan kepuasan (approval rating) terhadap kinerja pemerintah.
Sehingga, sambung dia, dari distrust itu kembali tumbuh 'trust building' kepada pemerintah, dan efeknya jangan sampai menteri menjadi beban presiden. "Presiden seringkali mengatakan, "saya sudah gak punya beban' buktikan sekarang, jangan berbicara tanpa terlihat keputusan presiden yang berani dan terlihat nampak memang sudah tak ada beban, sehingga benar-benar maksimal menggunakan hak prerogatifnya secara maksimal, bukan hak prerogatif setengah kewenangan," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, hasil survei online SINDOnews pada 30 Juni–6 Juli 2020 memperlihatkan 96% responden mendukung reshuffle kabinet. Sebagian besar responden menyatakan dukungan reshuffle karena melihat adanya beberapa pos kementerian yang belum menunjukkan kinerja maksimal sehingga upaya ini diyakini mampu menggenjot ketertinggalan kementerian tersebut. ( ).
(zik)