Bareskrim Jerat Maria Lumowa dengan Pasal Korupsi dan Pencucian Uang
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bareskrim Polri akan menerapkan pasal Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Tindak Pidana Pencucian Uang ( TPPU ) terhadap tersangka kasus pembobolan kas bank BNI lewat Letter of Credit (L/C) fiktif, Maria Pauline Lumowa.
Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan, terkait dengan Pasal TPPU, pihaknya akan membuat laporan polisi tersendiri. (Baca juga: Ekstradisi Maria Lumowa, Pemerintah Diminta Tangkap Buron Kakap Lain)
"Rencananya, kami terapkan Pasal 2 ayat 1 UU 20 tahun 2001 tentang Tipikor ancaman pidana seumur hidup. Dan Pasal 3 ayat (1) UU 25 tahun 2003 tentang TPPU, ini (TPPU) akan kami buat dalam laporan polisi tersendiri," ungkap Listyo dalam jumpa pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (10/7/2020).
Listyo menekankan, jeratan pencucian uang itu diterapkan guna menelusuri aset ataupun pihak lainnya yang diduga ikut terlibat dalam perkara senilai Rp1,7 triliun tersebut. "Jadi, seperti yang tadi saya sampaikan, kita laksanakan pemeriksaan terus mendalam terhadap tersangka dari situ kita bisa ketahui bagaimana yang bersangkutan sembunyikan aset atau pihak terkait yang saat ini belum sempat ditersangkakan, tentunya ini akan kita lihat beberapa hari ke depan," ungkap Listyo.
Perkara Maria bermula pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, di mana Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai USD136 juta dan 56 juta Euro atau setara Rp1,7 triliun dengan kurs saat itu, kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari “orang dalam” karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd, Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd, dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi BNI.
Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor. Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri.
Namun, Maria Pauline Lumowa ternyata sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003 atau sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri. Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara 27 Juli 1958 tersebut belakangan diketahui keberadaannya di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura.
Terbaru, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly turun langsung ke Serbia untuk menjemput Maria Pauline Lumowa. Yasonna dan delegasi Indonesia termasuk Bareskrim Polri mulai bertandang ke Beograd, Serbia sejak Sabtu, 4 Juli 2020.
Lewat proses ekstradisi, Yasonna dan jajarannya berhasil membawa Maria Lumowa ke Indonesia. Meskipun Yasonna dan delegasi Indonesia kerap mendapat hambatan dalam upaya ekstradisi Maria Lumowa.
Lihat Juga: Siapa Hendry Lie yang Diringkus Kejagung di Soetta? Ini Profil, Kekayaan, dan Proses Hukumnya
Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan, terkait dengan Pasal TPPU, pihaknya akan membuat laporan polisi tersendiri. (Baca juga: Ekstradisi Maria Lumowa, Pemerintah Diminta Tangkap Buron Kakap Lain)
"Rencananya, kami terapkan Pasal 2 ayat 1 UU 20 tahun 2001 tentang Tipikor ancaman pidana seumur hidup. Dan Pasal 3 ayat (1) UU 25 tahun 2003 tentang TPPU, ini (TPPU) akan kami buat dalam laporan polisi tersendiri," ungkap Listyo dalam jumpa pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Jumat (10/7/2020).
Listyo menekankan, jeratan pencucian uang itu diterapkan guna menelusuri aset ataupun pihak lainnya yang diduga ikut terlibat dalam perkara senilai Rp1,7 triliun tersebut. "Jadi, seperti yang tadi saya sampaikan, kita laksanakan pemeriksaan terus mendalam terhadap tersangka dari situ kita bisa ketahui bagaimana yang bersangkutan sembunyikan aset atau pihak terkait yang saat ini belum sempat ditersangkakan, tentunya ini akan kita lihat beberapa hari ke depan," ungkap Listyo.
Perkara Maria bermula pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, di mana Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai USD136 juta dan 56 juta Euro atau setara Rp1,7 triliun dengan kurs saat itu, kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari “orang dalam” karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd, Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd, dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi BNI.
Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor. Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri.
Namun, Maria Pauline Lumowa ternyata sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003 atau sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri. Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara 27 Juli 1958 tersebut belakangan diketahui keberadaannya di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura.
Terbaru, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly turun langsung ke Serbia untuk menjemput Maria Pauline Lumowa. Yasonna dan delegasi Indonesia termasuk Bareskrim Polri mulai bertandang ke Beograd, Serbia sejak Sabtu, 4 Juli 2020.
Lewat proses ekstradisi, Yasonna dan jajarannya berhasil membawa Maria Lumowa ke Indonesia. Meskipun Yasonna dan delegasi Indonesia kerap mendapat hambatan dalam upaya ekstradisi Maria Lumowa.
Lihat Juga: Siapa Hendry Lie yang Diringkus Kejagung di Soetta? Ini Profil, Kekayaan, dan Proses Hukumnya
(nbs)