Roebiono Kertopati, Sosok Jenderal Bintang 2 di Balik Lahirnya BSSN

Rabu, 07 Desember 2022 - 05:56 WIB
loading...
Roebiono Kertopati,...
Nama Roebiono Kertopati sudah tidak asing di dunia telik sandi atau jagat senyap. Foto/Instagram BSSN
A A A
JAKARTA - Nama Roebiono Kertopati sudah tidak asing di dunia telik sandi atau jagat senyap. Ya, sosok jenderal bintang 2 atau Mayjend TNI ( Purnawirawan ) ini dibalik lahirnya BSSN atau Badan Siber dan Sandi Negara .

Dilansir dari laman Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, BSSN merupakan lembaga pemerintah non kementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui menteri yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian penyelenggaraan pemerintahan di bidang politik, hukum, dan keamanan.

BSSN bukan lembaga baru yang dibentuk, namun penguatan dari Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) ditambah dengan Direktorat Keamanan Informasi, Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika pada Kementerian Komunikasi dan Informatika. BSSN dibentuk pada 19 Mei 2017 melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 53 Tahun 2017.



Kemudian, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Perpres Nomor 28 Tahun 2021 Tentang BSSN pada 13 April 2021. Adapun yang menjadi dasar penerbitan Perpres Nomor 28 Tahun 2021 itu karena perlu dilakukannya penataan organisasi BSSN dalam rangka mewujudkan keamanan, perlindungan, dan kedaulatan siber nasional serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.

“Untuk mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi di bidang keamanan siber dan sandi diperlukan organisasi BSSN yang lebih efektif dan efisien,” bunyi Perpres Nomor 28 Tahun 2021 dikutip dari laman resmi Sekretariat Kabinet, pada Selasa (6/12/2022).

Ketentuan mengenai kedudukan, tugas, dan fungsi; organisasi; tata kerja; hingga pendanaan BSSN diatur dalam Perpres tersebut. Nah, dibalik lahirnya BSSN, ada peran Roebiono Kertopati yang dikenal sebagai Bapak Persandian Indonesia.



Dilansir dari laman resmi Pusat Sandi dan Siber TNI Angkatan Darat (AD), disebutkan bahwa tidak ada seorang pun pribumi yang dipercaya untuk melaksanakan tugas di bidang persandian pada zaman pendudukan kolonial Belanda. Pada 4 April 1946, Menteri Pertahanan Amir Sjarifuddin menugaskan dr. Roebiono Kertopati untuk mendirikan sebuah badan pemberitaan rahasia bagi kepentingan pemerintahan, sekaligus merangkap sebagai pimpinannya.

Saat itu, dr. Roebiono Kertopati bekerja sebagai dokter di Kementerian Pertahanan Bagian-B (intelijen). Penugasan yang diberikan Amir Sjarifuddin kepada Roebiono Kertopati itu ketika di tengah-tengah bergejolaknya revolusi fisik pesta kemerdekaan.

Roebiono yang bertumpu pada integritas pengabdian, nasionalisme, daya penalaran dan dilandasi semangat juang yang pantang menyerah kala itu beserta anak buahnya merintis persandian Republik Indonesia. Tenaga-tenaga barn direkrut dan diseleksi melalui psikotes, dilatih dan dilanjutkan dengan praktik atau magang dalam rangka mengisi kelangkaan tenaga code officer (CDO).

Kemudian, Roebiono Kertopati menunjuk Lettu Santoso sebagai Kepala Pendidikan Persandian pada Desember 1946. Waktu itu, nama badan persandian itu adalah Dinas Code atau Badan Persandian Negara.

Kedudukannya langsung di bawah Kementerian Pertahanan Bagian-V (KP-V) di Yogjakarta, dengan tugas pokoknya mengelola persandian nasional secara umum. Seiring dengan berkembangnya cakupan tanggung jawab pengamanan komunikasi, Dinas Code kemudian melembaga menjadi Djawatan Sandi dengan surat Keputusan Menteri Pertahanan Nomor 11/MP/1949 tertanggal 2 September 1949.

Konteks sejarah itu membuat 4 April ditetapkan sebagai Hari Lahir Persandian Republik Indonesia yang kini tetap dilestarikan sebagai tonggak lahirnya Badan Siber dan Sandi Negara sebagai institusi keamanan informasi saat ini. Lalu, melalui Surat Keputusan (SK) Presiden RIS Nomor 65/1950 bertanggal 14 Februari 1950, lingkup penugasan Djawatan Sandi yang semula berada di bawah Menteri Pertahanan dan hanya melayani lingkungan Kementerian Pertahanan dan Angkatan Perang menjadi berada langsung di bawah Presiden melayani seluruh kementerian yang ada pada saat itu.

Selanjutnya, nama Djawatan Sandi berubah menjadi Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 7/1972 tertanggal 22 Februari 1972. Landasan hukum Lemsaneg pun terus diperbarui sejalan dengan konsolidasi dan penataan struktur kelembagaan pemerintah pada waktu itu, berturut-turut pada 18 Juli 1994 dengan Keppres Nomor 54/1994, selanjutnya pada 7 Juli 1999 dengan Keppres Nomor 77/1999, dan terakhir melalui Keppres 103/2001.

Roebiono pada sebelum dan selama Perang Dunia II tidak pernah bekerja di bidang persandian alias seorang awam. Dia juga pernah menjadi dokter kepresidenan era Presiden Soekarno. Pria kelahiran Ciamis, 11 April 1914 itu memiliki keahlian mengenai persandian didapat secara autodidak lewat buku-buku yang ditekuni serta imajinasi, daya penalaran, dan intuisi.

Hanya dalam waktu dua bulan Roebiono berusaha keras menyusun buku Code sandi seorang diri lantaran urgensi kepentingan dan didesak oleh waktu. Terkadang, penyusunan buku itu dilakukan dengan menggunakan tangan kanan dan kiri sekaligus.

Pengetikan buku Code sandi dikerjakan oleh orang-orang dekatnya yang berasal dari berbagai bidang seperti adik kandungnya, Sriwati dan keponakannya, Roekmini alias Loeki. Hal itu dilakukan guna menjamin keamanan. Adapun sistem kode sandi tersebut terdiri dari 10.000 kata dalam Bahasa Indonesia yang dibuat rangkap enam dan dikenal sebagai Buku Code-C.
(rca)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1896 seconds (0.1#10.140)