Ketua Pertiwi Indonesia: Kebaya Bisa Diterima Dunia untuk Diapresiasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perbincangan terkait kebaya di Tanah Air kian ramai setelah Singapura, Malaysia, Burnei Darussalam, dan Thailand berencana mendaftarkan kebaya masuk dalam warisan budaya UNESCO. Hal itu tentu jadi pembahasan karena tidak ada nama Indonesia.
Ketua Pertiwi Indonesia Miranti Serad mengatakan, negara-negara di Asia Tenggara memang pada umumnya punya tradisi mengenakan kebaya seperti di Indonesia. Miranti yang saat ini bersama tim sedang mempersiapkan buku Kebaya Indonesia menyebut, kebaya memiliki nilai kemanusiaan universal. Dengan demikian, kebaya bisa diterima semua kalangan.
"Kebaya itu bisa diterima di seluruh dunia untuk diapresiasi. Oleh karena itu, sudah seharusnya kebaya dijaga, dirawat, dan dilestarikan bersama-sama," katanya, Senin (5/12/2022).
Miranti menjelaskan, kebaya adalah hasil akulturasi dari banyak budaya luar yang berpadu dengan budaya lokal. Hingga saat ini pun, kata Miranti, belum ada penjelasan mengenai sejarah kebaya yang pasti dan bisa diterima oleh semua orang.
Ada yang menyebut dari Arab, Tiongkok, Portugis, atau bahkan Majapahit, dan lain sebagainya. Namun semua sepakat bila kebaya adalah hasil akulturasi. Di Indonesia, terdapat berbagai macam jenis kebaya. Ada yang mengklasifikasikan berdasarkan daerah asal semisal kebaya Jawa, Sunda, encim, dan lainnya. Namun ada juga yang membagi kebaya berdasarkan model, yakni kebaya panjang dan pendek.
Melihat beragamnya mengenai muasal maupun model kebaya, Miranti mengajak segenap warga Indonesia untuk turut menjaganya. Bagi Miranti, kebaya sudah jadi semacam identitas Indonesia, khususnya perempuan. Alasannya, kata Miranti, kebaya lekat dengan segala aspek kehidupan sehari-hari Indonesia.
Menurut Miranti, kebaya lazim digunakan perempuan Indonesia mulai rakyat kebanyakan hingga Ibu Negara. Hal itu bisa terjadi karena kebaya tidak mengenal sekat. Siapa pun boleh dan bisa mengenakan kebaya dipadukan dengan selera dan keperluan masing-masing. Misalnya dipadukan dengan hijab bahkan sepatu sneakers. "Kebaya tidak mengenal sekat-sekat ekonomi, agama, suku, golongan, bangsa, dan sebagainya," jelas dia.
Ketua Pertiwi Indonesia Miranti Serad mengatakan, negara-negara di Asia Tenggara memang pada umumnya punya tradisi mengenakan kebaya seperti di Indonesia. Miranti yang saat ini bersama tim sedang mempersiapkan buku Kebaya Indonesia menyebut, kebaya memiliki nilai kemanusiaan universal. Dengan demikian, kebaya bisa diterima semua kalangan.
"Kebaya itu bisa diterima di seluruh dunia untuk diapresiasi. Oleh karena itu, sudah seharusnya kebaya dijaga, dirawat, dan dilestarikan bersama-sama," katanya, Senin (5/12/2022).
Miranti menjelaskan, kebaya adalah hasil akulturasi dari banyak budaya luar yang berpadu dengan budaya lokal. Hingga saat ini pun, kata Miranti, belum ada penjelasan mengenai sejarah kebaya yang pasti dan bisa diterima oleh semua orang.
Ada yang menyebut dari Arab, Tiongkok, Portugis, atau bahkan Majapahit, dan lain sebagainya. Namun semua sepakat bila kebaya adalah hasil akulturasi. Di Indonesia, terdapat berbagai macam jenis kebaya. Ada yang mengklasifikasikan berdasarkan daerah asal semisal kebaya Jawa, Sunda, encim, dan lainnya. Namun ada juga yang membagi kebaya berdasarkan model, yakni kebaya panjang dan pendek.
Melihat beragamnya mengenai muasal maupun model kebaya, Miranti mengajak segenap warga Indonesia untuk turut menjaganya. Bagi Miranti, kebaya sudah jadi semacam identitas Indonesia, khususnya perempuan. Alasannya, kata Miranti, kebaya lekat dengan segala aspek kehidupan sehari-hari Indonesia.
Menurut Miranti, kebaya lazim digunakan perempuan Indonesia mulai rakyat kebanyakan hingga Ibu Negara. Hal itu bisa terjadi karena kebaya tidak mengenal sekat. Siapa pun boleh dan bisa mengenakan kebaya dipadukan dengan selera dan keperluan masing-masing. Misalnya dipadukan dengan hijab bahkan sepatu sneakers. "Kebaya tidak mengenal sekat-sekat ekonomi, agama, suku, golongan, bangsa, dan sebagainya," jelas dia.
(cip)