Tata Kelola Keamanan Laut Indonesia

Jum'at, 10 Juli 2020 - 07:01 WIB
loading...
A A A
Paling tidak, hambatan tersebut ada tiga hal. Pertama, kekhawatiran sektor terkait akan "penggabungan" kewenangan. Kedua, dualisme lembaga penjaga pantai dan laut. Dan ketiga, keberadaan isu keamanan laut dalam tataran regulasi.

Penggabungan Kewenangan
Dengan semangat lembaga tunggal (single agency) dalam penegakan hukum di laut, banyak reaksi yang muncul dari sektor terkait yang memang memiliki kewenangan isu di laut. Dapat dipahami bahwa sebuah lembaga yang relatif baru lahir belum tentu mampu langsung efektif menangani semua kewenangan dalam menjaga laut Indonesia yang begitu luas.

UU Kelautan pun mencoba untuk mengerti proses ini dengan memberikan "tugas prioritas" Bakamla dengan menyatakan dalam Pasal 59 ayat 3, yaitu "khususnya dalam melaksanakan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi Indonesia". Hal ini sesuai dengan mukadimah UU Kelautan yang bertujuan untuk "memberikan kepastian hukum dan manfaat bagi seluruh masyarakat". Ke depan diharapkan para pengguna wilayah laut Indonesia tidak lagi khawatir akan banyaknya "pintu penjagaan" di laut dari instansi yang berbeda.

Dualisme Lembaga Penjagaan Laut
Sebelum terbentuk Bakamla berdasarkan UU Kelautan, Kesatuan Penjaga Laut dan Pantai (KPLP) sudah terbentuk terlebih dahulu di bawah Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan. Hal ini seolah-olah terjadi dualisme lembaga penjaga pantai dan laut (coast guard) di Indonesia.

Terkait dengan penegakan hukum di bawah UU Pelayaran, sejatinya mandat pembentukan Penjaga Laut dan Pantai perlu dibuat peraturan lanjutan dalam tingkat peraturan pemerintah. Namun, hingga saat ini amanat UU Pelayaran ini belum juga terwujudkan. Hal ini mungkin saja merupakan keraguan dari pembuat hukum atas ruang lingkup kewenangan penegak hukum dalam UU Pelayaran itu. Jika memang ditujukan untuk penegakan hukum secara umum di laut, maka sektor lain akan menolak karena kewenangannya yang berada dalam lingkup pelayaran.

Isu Keamanan Laut dalam Regulasi
Di sinilah UU Kelautan Tahun 2014 diharapkan untuk menjawab keraguan hukum ini. Namun, sebagai faktor penghambat ketiga, UU Kelautan juga dirasakan masih terdapat catatan yang perlu dipikirkan untuk perbaikan. Secara ruang lingkup materi, UU Kelautan ini sudah memenuhi pengaturan di laut yang lintas sektor. Akan tetapi, UU Kelautan ini tidak melakukan harmonisasi terhadap undang-undang terkait yang telah terbit terlebih dahulu. Hal ini membuat keadaan tumpang tindih kewenangan, tugas dan fungsi terus berlanjut.

Selanjutnya, UU Kelautan ini tidak menggantikan UU Nomor 6/1996 tentang Perairan Indonesia, tetapi hanya mencabut satu pasal terkait Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla). UU Kelautan kemudian menyatakan bahwa Bakamla menggantikan lembaga tersebut. Di sinilah terbaca seolah-olah semangat tugas Bakamla sama dengan Bakorkamla yang hanya melakukan koordinasi. Hal ini jelas sangat tidak sinkron dengan semangat yang ada di pasal mengenai kewenangan, tugas, dan fungsi Bakamla luas dalam penegakan hukum lintas sektor di bawah UU Kelautan. Kelemahan lain dari UU Kelautan ini adalah tidak diberikannya kewenangan penyidikan kepada Bakamla. Hal mana sangat disayangkan berbagai pihak.

Pilihan ke Depan
UU Kelautan secara khusus memberikan amanat kepada Pemerintah Indonesia untuk membuat peraturan pemerintah atas kebijakan tata kelola dan kelembagaan laut dengan melakukan penataan hukum laut, termasuk aspek publik dengan memperhatikan hukum internasional yang berlaku. Substansi aturan ini dapat diartikan bahwa pemerintah dapat membuat sebuah kebijakan hukum berdasarkan UU Kelautan ini untuk penguatan Bakamla.

Dengan prioritas tugas penyinergian dan pengawasan pelaksanaan patroli, Bakamla menjadi lembaga kolaborator dari semua elemen patroli yang ada di wilayah laut Indonesia. Sentralisasi pengaturan patroli penegakan hukum oleh Bakamla diharapkan bisa mewujudkan efisiensi pengawasan aktivitas di laut. Dalam hal ini, keterbatasan sumber daya kapal dan personel dari semua instansi terkait dapat diakumulasikan dan diatur oleh Bakamla sehingga wilayah laut Indonesia dapat dijaga secara merata.

Pilihan lain untuk memperbaiki kelemahan dalam kebijakan keamanan dan penegakan hukum adalah dengan melakukan revisi UU Kelautan. Dengan identifikasi segala isu yang perlu diatur lebih banyak dalam mewujudkan penegakan hukum yang ideal, maka ihwal tersebut dapat ditambahkan ke dalam undang-undang revisi di kemudian hari. Pilihan lain yang lebih ideal adalah untuk membuat kebijakan yang lebih komprehensif dengan membuat klausul dalam undang-undang revisi agar pengaturan pengelolaan penegakan hukum di wilayah laut diatur khusus dalam undang-undang tersendiri.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0984 seconds (0.1#10.140)