Tata Kelola Keamanan Laut Indonesia

Jum'at, 10 Juli 2020 - 07:01 WIB
loading...
Tata Kelola Keamanan...
Arie Afriansyah
A A A
Arie Afriansyah
Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Ketua Center for Sustainable Ocean Policy

DALAM dua minggu terakhir kita disuguhkan bagaimana situasi di Laut China Selatan semakin memanas karena pengerahan militer dari China dan Amerika Serikat. Uniknya, di saat yang sama, di dalam negeri Indonesia, kita masih berkutat dengan "pekerjaan rumah" membenahi tata kelola keamanan laut yang hingga kini belum juga selesai.

Isu keamanan laut adalah sebuah bidang yang sangat luas dalam penegakan hukum di wilayah laut. Isu ini sangat lintas sektor dan semakin kompleks dengan keterlibatan unsur asing. Sekretaris Jenderal PBB dalam laporannya pada 2008 mengenai Kelautan dan Hukum Laut mengakui bahwa tidak ada definisi "keamanan laut" yang diterima secara universal. Secara sempit dapat diartikan perlindungan ancaman serangan terhadap kedaulatan wilayah negara pantai.

Namun, sebagian besar definisi mencakup keamanan dari kejahatan di laut, antara lain pembajakan, keselamatan pelayaran, perampokan bersenjata terhadap kapal, tindakan teroris, penyelundupan dan perdagangan manusia, pencemaran lingkungan laut, dan ancaman terhadap pengelolaan sumber daya alam kelautan seperti illegal, unreported, and unregulated fishing (IUUF).

Tumpang Tindih Kewenangan
Sebagai negara kepulauan yang memiliki wilayah laut yang sangat luas, Indonesia tentu mengemban tugas besar dalam penegakan hukum. Dengan kondisi tersebut, pengaturan secara sektoral adalah sebuah pilihan kebijakan yang realistis. Dengan wilayah penegakan hukum yang sama, tumpang tindih (overlapping) atau irisan kewenangan antara kementerian atau lembaga pemerintah tidak dapat dihindari. Hingga saat ini lebih dari lima belas pengaturan hukum setingkat undang-undang yang memiliki aturan atas kegiatan atau isu di wilayah laut. Dari semua instansi yang memiliki tugas penegakan hukum berasal dari undang-undang tersebut, terdapat tujuh instansi yang memiliki kapal patroli di laut.

Dari tujuh instansi penegak hukum di laut ini, TNI Angkatan Laut memiliki peran yang sangat spesifik dalam hal keamanan laut. Tugas utamanya adalah untuk menjaga kedaulatan wilayah laut dari segala ancaman yang muncul dari luar wilayah Indonesia. Sedangkan fungsi penegakan hukum nasional di wilayah perairan dan yurisdiksi merupakan satu fungsi constabulary TNI AL selain sebagai peran militer dan diplomasi.

Dengan banyaknya instansi penegak hukum yang bertugas di laut, keamanan dan keselamatan atas segala aktivitas di wilayah kedaulatan dan yurisdiksi perairan Indonesia seharusnya lebih terjamin. Akan tetapi, belakangan justru keluhan semakin disuarakan oleh para pemangku kepentingan terkait (stakeholders) bahwa keadaan saat ini menjadikan biaya ekonomi aktivitas di laut semakin tinggi. Hal ini disampaikan langsung oleh ketua asosiasi pemilik kapal Indonesia (INSA) kepada Presiden Jokowi di suatu kesempatan. Selain itu, telah banyak penelitian dan publikasi yang mencatat bagaimana lemahnya penegakan hukum di laut karena koordinasi antarpenegak hukum dianggap kurang maksimal.

Perbaikan atas pola koordinasi penegakan hukum di laut sejatinya telah diusahakan sejak 1972. Sayangnya, usaha tersebut belum membuahkan hasil yang maksimal. Banyak pihak menduga ketidakberhasilan usaha tersebut karena kuatnya ego sektoral dari kementerian lembaga yang memang memiliki kewenangan berdasarkan aturan setingkat undang-undang. Selama ini usaha pembenahan tidak efektif karena hanya dilakukan pada tingkat keputusan bersama beberapa pejabat kementerian/lembaga dan terakhir melalui Peraturan Presiden Tahun 2005 untuk memperkuat Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla).

Presiden Jokowi, sebagai kepala pemerintahan dan juga sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Perang, merespons aspirasi di atas dengan melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 32/2014 tentang Kelautan (UU Kelautan) dengan perintahnya untuk memperkuat Badan Keamanan Laut (Bakamla). Hal ini disampaikan pada beberapa kesempatan, termasuk saat melantik kepala Bakamla yang terbaru. Arahan dari pimpinan tertinggi di Indonesia ini sangat perlu untuk didukung secara penuh dengan kehati-hatian.

UU Kelautan ini merupakan peraturan nasional terakhir yang mengatur secara luas mengenai laut dan isu kelautan. Khusus mengenai isu penegakan hukum, UU Kelautan secara gamblang menyebut sebuah lembaga nonkementerian yang bertugas untuk hal tersebut, yaitu Badan Keamanan Laut (Bakamla). Sebuah pilihan kebijakan hukum yang sudah tercantum dalam produk hukum nasional di mana eksekutif dan legislatif telah menyetujuinya. Sayangnya, jalan kelahiran atas sebuah lembaga tunggal dalam penegakan hukum di laut masih banyak terdapat hambatan.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1093 seconds (0.1#10.140)