Keberanian dan Kebencian Rakyat China yang Terpendam
loading...
A
A
A
Harryanto Aryodiguno, Ph.D
Dosen Jurusan Hubungan Internasional President University, Jababeka-Cikarang
Pada Kongres Nasional Partai Komunis China ke-20 tahun 2022, Xi Jinping menggunakan slogan "pergerakan dinamis" sebagai salah satu pencapaian politik terpenting dalam masa jabatan keduanya. Xi mengklaim bahwa kebijakan ini mencerminkan filosofi Partai Komunis yang berkuasa dan misi asli Partai Komunis yakni “kekuasaan dan kepentingan Rakyat” adalah cita-cita dan tujuan Partai Komunis.
Namun, selama proses pencegahan meluasnya pandemi Covid-19 yang berlangsung tiga tahun, rakyat China telah mengorbankan kehidupannya demi mematuhi peraturan Partai yang dipaksakan dan atas nama zero Covid. Selama ini rakyat China hanya diam dan tidak bisa mengeskpresikan penolakannya dan terpaksa mengorbankan hak asasi mereka sendiri. Mereka mengeluh dalam diam tentang kerugian dan ancaman yang mereka hadapi. Masyarakat yang sudah tidak tahan lagi dengan situasi yang menyebabkan mata pencaharian mereka terancam akhirnya melakukan protes besar-besaran di China baru-baru ini.
Ratusan orang turun ke jalan-jalan di Beijing dan Shanghai untuk memprotes kebijakan "Zero-Covid" pemerintah China. Menurut kantor Berita AFP pada Minggu, 27 November 2022, demonstrasi dipicu oleh kebakaran di Urumqi, ibu kota wilayah otonomi Xinjiang. Kebakaran tersebut menewaskan sedikitnya 10 orang pada Kamis, 24 November 2022, menurut keterangan resmi pemerintah China. Banyak orang percaya bahwa kebijakan penutupan kota telah menyebabkan penduduk terkunci dalam lembaran besi dan kawat berduri dan tidak dapat menyelamatkan diri dari api yang membara, sehingga mempersulit kecepatan penyelamatan dari pemadam kebakaran.
Namun pihak berwenang membantah klaim tersebut pada konferensi pers di hari berikutnya. Seorang juru bicara pemadam kebakaran setempat bahkan menuduh penduduk kurang pengetahuan tentang penyelamatan diri selama kebakaran atau pemadam kebakaran dan gagal menyelamatkan diri mereka sendiri. Kemarahan publik terpicu dengan pernyataan tersebut, dan pada malam tanggal 25 November, demonstran bergerak menuju ke kantor Pemerintah Kota Urumqi untuk memprotes penanganan dari pemerintah. Gelombang protes dengan cepat menyebar ke kota-kota besar di seluruh negeri China.
Pada hari Sabtu, 26 November 2022, di Institut Media Nanjing di Kota Nanjing, Provinsi Jiangsu, mahasiswa secara spontan berkumpul untuk mengenang para korban kebakaran 24 November di Xinjiang. Para siswa memegang kertas A4 kosong di tangan mereka untuk mengekspresikan ketidakpuasan mereka terhadap penyensoran berita dari PKC atas insiden tersebut. Pergerakan mahasiswa tersebut kemudian diancam dan ditekan oleh otoritas kampus. Pada malam hari yang sama, di Jalan Tengah Urumqi di Kota Shanghai, warga Shanghai terus memegang kertas putih sebagai bentuk solidaritas dengan para mahasiswa, dan meletakkan bunga dan lilin di bawah papan tanda jalan sebagai tanda berkabung.
Selama protes di Jalan Tengah Urumqi Shanghai, orang-orang memegang papan bertuliskan "Urumqi 11.24 atau November 24." untuk mengenang korban kebakaran di Xinjiang, dan meneriakkan slogan-slogan seperti "Kebebasan, jangan melawan pandemik" dan "Buka pemblokiran di Kota Xinjiang, Buka pemblokiran seluruh China." Pada saat yang sama, kerumunan mulai berteriak, "runtuhkan Partai Komunis!, Turunkan Xi Jinping!"
Pada Minggu, 27 November 2022, demonstrasi terus meluas sampai di kota-kota besar seperti Wuhan, Chengdu, Shanghai, Beijing, dan Guangzhou. Mahasiswa di Universitas Tsinghua, Beijing pertama kali menyampaikan protes mereka untuk menentang sistem Partai Komunis, dengan slogan mereka "Tegakkan Demokrasi dan Supremasi Hukum, Hidupkan Kebebasan Berekspresi." Di Chengdu, para demonstran berteriak "Tidak menginginkan sistem presiden seumur hidup! China tidak menginginkan seorang kaisar", "Rakyat China menentang kediktatoran, menginginkan hak asasi manusia".
Para pengunjuk rasa di Shanghai langsung meneriakkan slogan-slogan seperti "Mogok kelas/kuliah, mogok kerja, dan singkirkan diktator Xi Jinping!" Rakyat China membutuhkan "Reformasi, bukan Revolusi Kebudayaan! Rakyat China membutuhkan pemungutan suara pemilu, dan bukan pemimpin yang ditunjuk." Slogan itu pernah diangkat oleh seorang pengunjuk rasa bernama "Peng Lifa" dengan menggantung spanduk di Jembatan Sitong di Beijing sebelum Kongres Nasional ke-20 Partai Komunis China, Peng kemudian ditahan oleh pihak berwenang pada hari itu. Pada tanggal 27 November 2022, di Wuhan, warga sipil berkumpul untuk berbaris di jalan-jalan, mereka melakukan long-march, mereka bergabung untuk meruntuhkan pagar besi yang didirikan oleh pihak berwenang. Pada malam hari, demonstrasi dibubarkan. Menurut video yang beredar di internet, terdengar suara tembakan di lokasi kejadian.
Dosen Jurusan Hubungan Internasional President University, Jababeka-Cikarang
Pada Kongres Nasional Partai Komunis China ke-20 tahun 2022, Xi Jinping menggunakan slogan "pergerakan dinamis" sebagai salah satu pencapaian politik terpenting dalam masa jabatan keduanya. Xi mengklaim bahwa kebijakan ini mencerminkan filosofi Partai Komunis yang berkuasa dan misi asli Partai Komunis yakni “kekuasaan dan kepentingan Rakyat” adalah cita-cita dan tujuan Partai Komunis.
Namun, selama proses pencegahan meluasnya pandemi Covid-19 yang berlangsung tiga tahun, rakyat China telah mengorbankan kehidupannya demi mematuhi peraturan Partai yang dipaksakan dan atas nama zero Covid. Selama ini rakyat China hanya diam dan tidak bisa mengeskpresikan penolakannya dan terpaksa mengorbankan hak asasi mereka sendiri. Mereka mengeluh dalam diam tentang kerugian dan ancaman yang mereka hadapi. Masyarakat yang sudah tidak tahan lagi dengan situasi yang menyebabkan mata pencaharian mereka terancam akhirnya melakukan protes besar-besaran di China baru-baru ini.
Ratusan orang turun ke jalan-jalan di Beijing dan Shanghai untuk memprotes kebijakan "Zero-Covid" pemerintah China. Menurut kantor Berita AFP pada Minggu, 27 November 2022, demonstrasi dipicu oleh kebakaran di Urumqi, ibu kota wilayah otonomi Xinjiang. Kebakaran tersebut menewaskan sedikitnya 10 orang pada Kamis, 24 November 2022, menurut keterangan resmi pemerintah China. Banyak orang percaya bahwa kebijakan penutupan kota telah menyebabkan penduduk terkunci dalam lembaran besi dan kawat berduri dan tidak dapat menyelamatkan diri dari api yang membara, sehingga mempersulit kecepatan penyelamatan dari pemadam kebakaran.
Namun pihak berwenang membantah klaim tersebut pada konferensi pers di hari berikutnya. Seorang juru bicara pemadam kebakaran setempat bahkan menuduh penduduk kurang pengetahuan tentang penyelamatan diri selama kebakaran atau pemadam kebakaran dan gagal menyelamatkan diri mereka sendiri. Kemarahan publik terpicu dengan pernyataan tersebut, dan pada malam tanggal 25 November, demonstran bergerak menuju ke kantor Pemerintah Kota Urumqi untuk memprotes penanganan dari pemerintah. Gelombang protes dengan cepat menyebar ke kota-kota besar di seluruh negeri China.
Pada hari Sabtu, 26 November 2022, di Institut Media Nanjing di Kota Nanjing, Provinsi Jiangsu, mahasiswa secara spontan berkumpul untuk mengenang para korban kebakaran 24 November di Xinjiang. Para siswa memegang kertas A4 kosong di tangan mereka untuk mengekspresikan ketidakpuasan mereka terhadap penyensoran berita dari PKC atas insiden tersebut. Pergerakan mahasiswa tersebut kemudian diancam dan ditekan oleh otoritas kampus. Pada malam hari yang sama, di Jalan Tengah Urumqi di Kota Shanghai, warga Shanghai terus memegang kertas putih sebagai bentuk solidaritas dengan para mahasiswa, dan meletakkan bunga dan lilin di bawah papan tanda jalan sebagai tanda berkabung.
Selama protes di Jalan Tengah Urumqi Shanghai, orang-orang memegang papan bertuliskan "Urumqi 11.24 atau November 24." untuk mengenang korban kebakaran di Xinjiang, dan meneriakkan slogan-slogan seperti "Kebebasan, jangan melawan pandemik" dan "Buka pemblokiran di Kota Xinjiang, Buka pemblokiran seluruh China." Pada saat yang sama, kerumunan mulai berteriak, "runtuhkan Partai Komunis!, Turunkan Xi Jinping!"
Pada Minggu, 27 November 2022, demonstrasi terus meluas sampai di kota-kota besar seperti Wuhan, Chengdu, Shanghai, Beijing, dan Guangzhou. Mahasiswa di Universitas Tsinghua, Beijing pertama kali menyampaikan protes mereka untuk menentang sistem Partai Komunis, dengan slogan mereka "Tegakkan Demokrasi dan Supremasi Hukum, Hidupkan Kebebasan Berekspresi." Di Chengdu, para demonstran berteriak "Tidak menginginkan sistem presiden seumur hidup! China tidak menginginkan seorang kaisar", "Rakyat China menentang kediktatoran, menginginkan hak asasi manusia".
Para pengunjuk rasa di Shanghai langsung meneriakkan slogan-slogan seperti "Mogok kelas/kuliah, mogok kerja, dan singkirkan diktator Xi Jinping!" Rakyat China membutuhkan "Reformasi, bukan Revolusi Kebudayaan! Rakyat China membutuhkan pemungutan suara pemilu, dan bukan pemimpin yang ditunjuk." Slogan itu pernah diangkat oleh seorang pengunjuk rasa bernama "Peng Lifa" dengan menggantung spanduk di Jembatan Sitong di Beijing sebelum Kongres Nasional ke-20 Partai Komunis China, Peng kemudian ditahan oleh pihak berwenang pada hari itu. Pada tanggal 27 November 2022, di Wuhan, warga sipil berkumpul untuk berbaris di jalan-jalan, mereka melakukan long-march, mereka bergabung untuk meruntuhkan pagar besi yang didirikan oleh pihak berwenang. Pada malam hari, demonstrasi dibubarkan. Menurut video yang beredar di internet, terdengar suara tembakan di lokasi kejadian.