Yudo Margono atau Dudung Abdurachman? Ini Mekanisme Pemilihan Panglima TNI

Senin, 28 November 2022 - 06:26 WIB
loading...
Yudo Margono atau Dudung Abdurachman? Ini Mekanisme Pemilihan Panglima TNI
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Dudung Abdurachman dan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono disebut-sebut sebagai calon kuat menjadi orang nomor satu di institusi militer tersebut. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Nama calon Panglima TNI pengganti Jenderal Andika Perkasa masih menjadi teka-teki. Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) dijadwalkan akan mengirimkan surat presiden (surpres) terkait pergantian Panglima TNI ke DPR pada Senin (28/11/2022).

Adapun Andika Perkasa akan pensiun pada 21 Desember 2022. Pasal 53 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) berbunyi bahwa Prajurit melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 58 tahun bagi perwira, dan 53 tahun bagi bintara dan tamtama.

Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono dan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Dudung Abdurachman disebut-sebut sebagai calon kuat menjadi orang nomor satu di institusi militer tersebut.





Lalu, seperti apa mekanisme pemilihan Panglima TNI?

Mekanisme pergantian Panglima TNI tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 Tentang TNI. Pasal 13 ayat 1 UU Nomor 34 Tahun 2004 Tentang TNI menyebutkan bahwa TNI dipimpin oleh seorang Panglima.

Kemudian, Pasal 13 ayat 2 UU tersebut disebutkan bahwa Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Lalu, Pasal 13 ayat 3 disebutkan bahwa pengangkatan dan pemberhentian Panglima dilakukan berdasarkan kepentingan organisasi TNI.

Selanjutnya, Pasal 13 ayat 4 berbunyi bahwa jabatan Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dijabat secara bergantian oleh perwira tinggi aktif dari tiap-tiap angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.



Pasal 13 ayat 5 menyebutkan bahwa untuk mengangkat Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Presiden mengusulkan satu orang calon Panglima untuk mendapat persetujuan DPR.

Pasal 13 ayat 6 berbunyi bahwa persetujuan DPR terhadap calon Panglima yang dipilih oleh Presiden, disampaikan paling lambat 20 hari tidak termasuk masa reses, terhitung sejak permohonan persetujuan calon Panglima diterima oleh DPR.

Pasal 13 ayat 7 UU disebutkan bahwa dalam hal DPR tidak menyetujui calon Panglima yang diusulkan oleh Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6), Presiden mengusulkan satu orang calon lain sebagai pengganti.

Berdasarkan Pasal 13 ayat 8, apabila DPR tidak menyetujui calon Panglima yang diusulkan oleh Presiden, DPR memberikan alasan tertulis yang menjelaskan ketidaksetujuannya.

Sedangkan Pasal 13 ayat 9 menyebutkan bahwa dalam hal DPR tidak memberikan jawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (7), dianggap telah menyetujui, selanjutnya Presiden berwenang mengangkat Panglima baru dan memberhentikan Panglima lama.

Terakhir, Pasal 13 ayat 10 disebutkan bahwa tata cara pengangkatan dan pemberhentian Panglima sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9), diatur lebih lanjut dengan keputusan Presiden.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad berpendapat bahwa soal ketentuan pergantian matra sebagai peraturan tidak tertulis boleh-boleh saja. Tetapi yang jelas Panglima TNI dipilih atau ditunjuk disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang dilihat Presiden.

"Bahwa ada ketentuan-ketentuan tidak tertulis itu boleh-boleh saja, kemudian dijadikan kebiasaan tetapi kembali lagi terpulang pada situasi dan kondisi seperti apa yang dibutuhkan pada saat ini," kata Dasco kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (18/11/2022).

Dasco yakin bahwa Presiden Jokowi memiliki perhitungan sendiri dalam mengusulkan calon yang tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisi hari ini. Dasco yang juga Ketua Harian DPP Partai Gerindra menduga ada perhitungan tersendiri dari pemerintah yang tidak dia ketahui alasannya, dan DPR akan memasuki masa reses pada 15 Desember 2022.

Sehingga, DPR menunggu surpres untuk kemudian diproses. "Kita akan menunggu saja, karena itu sifatnya memang usulan dari pemerintah kepada DPR untuk dilakukan prosesnya," pungkasnya.
(rca)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4513 seconds (0.1#10.140)