Prabowo Bersyukur Bergabung dengan Pemerintah Mampu Satukan Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto mengaku bersyukur memutuskan bergabung dengan pemerintahan Presiden Jokowi seusai Pilpres 2019. Menurut dia, bergabungnya Gerindra ke dalam koalisi pemerintahan menularkan nilai positif. Indonesia kini lebih kondusif karena masyarakat damai dan bersatu.
Baginya, ketegangan dan semangat rivalitas yang terjadi lazim terjadi seperti dalam pertandingan sepak bola antarkampung. Hal tersebut disampaikannya dalam Musyawarah Nasional (Munas) XI Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) di Kota Palu, Sulawesi Tengah, pada Sabtu (26/11/2022).
"Sekarang jadi contoh, kita bisa damai, kita bersatu. Ada ketegangan, semangat rivalitas, itu biasa. Sepak bola saja suka berkelahi di kecamatan, yang dikejar pun wasitnya," katanya.
Padahal, ungkap Prabowo, ketegangan horizontal sempat membuncah pada Pilpres 2019 bahkan memicu tragedi 22 Mei. Kala itu, massa pendukungnya mengadakan aksi di depan Gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang akan menggelar rapat dugaan pelanggaran pemilihan umum (pemilu).
Hal tersebut sempat membuatnya gusar. Prabowo lantas memilih mendatangi para pemilihnya pada 22 Mei dini hari.
"Itu (massa aksi) banyak yang kena gas air mata. Ada anak 18 tahun itu lihat saya (dan mengatakan), 'Pak Prabowo, kami siap mati untuk Pak Prabowo,'" ucap Prabowo meniru pendukungnya tersebut.
Prabowo lantas turun dari kendaraannya dan mendekati pendukungnya. "Kamu enggak boleh mati untuk saya. Kamu harus hidup untuk orang tuamu dan untuk bangsa Indonesia."
Menurutnya, kondisi tersebut bila dilanjutkan akan mengancam stabilitas. Ketua Umum Gerindra ini lantas berupaya bijak dengan menyerukan para pendukungnya untuk pulang. Langkah itu diambilnya karena sebagai pemimpin memiliki tanggung jawab besar.
"Saya minta semua pendukung saya pulang kembali supaya tidak ada perpecahan. Kita tidak boleh pecah, Saudara-Saudara. Siapa yang jadi presiden, gubernur enggak masalah, yang penting bekerja untuk rakyat Indonesia," tuturnya.
Prabowo melanjutkan, dirinya lantas mengumpulkan para pimpinan partai politik (parpol) pendukungnya guna membahas masalah tersebut. Lalu, tiba-tiba utusan Jokowi mendatanginya dan mengajukan rekonsiliasi.
"Saya setuju rekonsiliasi dan baik, kami terima. Dan waktu itu, Gerindra diminta masuk pemerintah," ujarnya.
Meskipun bersepakat rekonsiliasi, Prabowo sempat menolak ajakan Jokowi agar masuk ke dalam pemerintahan, termasuk menjadi menteri. Dirinya mempetimbangkan perasaan para emak-emak pendukungnya.
"Tidak usah, kita (Gerindra) di luar (pemerintahan) karena saya tahu, mengerti emak-emak pasti marah kalau kita masuk pemerintah. Aku tahu, aku ngerti kadang kita lebih takut sama emak-emak dari bapak-bapak," selorohnya.
Seiring waktu, Prabowo pun akhirnya bersedia bergabung dalam pemerintahan Jokowi dan mengirimkan nama-nama kader Gerindra yang layak menjadi pembantu presiden.
"Kemudian, saya kasih nama-nama untuk masuk kabinet. Tapi, saya diminta masuk kabinet dan Saudara-Saudara lihat, saya keliling ke mana-mana, Indonesia sekarang jadi contoh, kita bisa damai, kita bersatu," paparnya.
Lebih jauh, Prabowo mengungkapkan, langkah ini diambilnya karena ingin Indonesia bersatu dan damai. Hal tersebut tidak lepas dari pengalamannya di militer. "Pemimpin tugasnya turunkan yang sudah panas," tandasnya.
Baginya, ketegangan dan semangat rivalitas yang terjadi lazim terjadi seperti dalam pertandingan sepak bola antarkampung. Hal tersebut disampaikannya dalam Musyawarah Nasional (Munas) XI Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) di Kota Palu, Sulawesi Tengah, pada Sabtu (26/11/2022).
"Sekarang jadi contoh, kita bisa damai, kita bersatu. Ada ketegangan, semangat rivalitas, itu biasa. Sepak bola saja suka berkelahi di kecamatan, yang dikejar pun wasitnya," katanya.
Padahal, ungkap Prabowo, ketegangan horizontal sempat membuncah pada Pilpres 2019 bahkan memicu tragedi 22 Mei. Kala itu, massa pendukungnya mengadakan aksi di depan Gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang akan menggelar rapat dugaan pelanggaran pemilihan umum (pemilu).
Hal tersebut sempat membuatnya gusar. Prabowo lantas memilih mendatangi para pemilihnya pada 22 Mei dini hari.
"Itu (massa aksi) banyak yang kena gas air mata. Ada anak 18 tahun itu lihat saya (dan mengatakan), 'Pak Prabowo, kami siap mati untuk Pak Prabowo,'" ucap Prabowo meniru pendukungnya tersebut.
Prabowo lantas turun dari kendaraannya dan mendekati pendukungnya. "Kamu enggak boleh mati untuk saya. Kamu harus hidup untuk orang tuamu dan untuk bangsa Indonesia."
Menurutnya, kondisi tersebut bila dilanjutkan akan mengancam stabilitas. Ketua Umum Gerindra ini lantas berupaya bijak dengan menyerukan para pendukungnya untuk pulang. Langkah itu diambilnya karena sebagai pemimpin memiliki tanggung jawab besar.
"Saya minta semua pendukung saya pulang kembali supaya tidak ada perpecahan. Kita tidak boleh pecah, Saudara-Saudara. Siapa yang jadi presiden, gubernur enggak masalah, yang penting bekerja untuk rakyat Indonesia," tuturnya.
Prabowo melanjutkan, dirinya lantas mengumpulkan para pimpinan partai politik (parpol) pendukungnya guna membahas masalah tersebut. Lalu, tiba-tiba utusan Jokowi mendatanginya dan mengajukan rekonsiliasi.
"Saya setuju rekonsiliasi dan baik, kami terima. Dan waktu itu, Gerindra diminta masuk pemerintah," ujarnya.
Meskipun bersepakat rekonsiliasi, Prabowo sempat menolak ajakan Jokowi agar masuk ke dalam pemerintahan, termasuk menjadi menteri. Dirinya mempetimbangkan perasaan para emak-emak pendukungnya.
"Tidak usah, kita (Gerindra) di luar (pemerintahan) karena saya tahu, mengerti emak-emak pasti marah kalau kita masuk pemerintah. Aku tahu, aku ngerti kadang kita lebih takut sama emak-emak dari bapak-bapak," selorohnya.
Seiring waktu, Prabowo pun akhirnya bersedia bergabung dalam pemerintahan Jokowi dan mengirimkan nama-nama kader Gerindra yang layak menjadi pembantu presiden.
"Kemudian, saya kasih nama-nama untuk masuk kabinet. Tapi, saya diminta masuk kabinet dan Saudara-Saudara lihat, saya keliling ke mana-mana, Indonesia sekarang jadi contoh, kita bisa damai, kita bersatu," paparnya.
Lebih jauh, Prabowo mengungkapkan, langkah ini diambilnya karena ingin Indonesia bersatu dan damai. Hal tersebut tidak lepas dari pengalamannya di militer. "Pemimpin tugasnya turunkan yang sudah panas," tandasnya.
(muh)