Indonesia Dorong Sistem Insentif Fiskal untuk Hadapi Perubahan Iklim
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indonesia melakukan beragam strategi untuk menghadapi dampak perubahan iklim dunia. Salah satunya dengan penerapan sistem insentif fiskal untuk pemerintah daerah yang berhasil menjaga kelestarian lingkungan.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi XI DPR Fathan Subchi saat menjadi pembicara kunci dalam KTT Perubahan Iklim atau Conference of Party (COP) United Nations Framework Convention On Climate Change (UNFCCC) Indonesia Paviliun, di Sharm El Sheik, Mesir, beberapa waktu lalu.
"Saat itu kami sampaikan jika penerapan sistem insentif fiskal bagi pemerintah daerah yang menjaga kelestarian lingkungan akan menjadi aksi nyata yang kami yakini bisa meminimalkan dampak perubahan iklim di Indonesia khususnya dan dunia pada umumnya," ujar Fathan Subchi, Selasa (22/11/2022).
Baca juga: Hadapi Perubahan Iklim, TAF Tekankan Pentingnya Pembangunan Ramah Lingkungan
Dia menjelaskan, saat ini dibutuhkan aksi nyata dalam mengatasi berbagai dampak perubahan iklim di berbagai belahan dunia. Apalagi perubahan iklim tersebut telah memberikan dampak nyata sepertinya munculnya berbagai bencana maupun perubahan siklus cuaca yang merugikan petani dan nelayan.
"Saat ini perubahan iklim telah memberikan dampak nyata bagi munculnya berbagai bencana alam maupun hilangnya keanekaragaman hayati dunia. Maka sudah sewajarnya jika perhelatan COP-27 ini titik tekannya pada aksi nyata tidak lagi sekadar wacana," ujarnya.
Fathan menjelaskan, bagi Indonesia aksi nyata antisipasi perubahan iklim dilakukan tidak hanya dalam bentuk rencana program tetapi sudah pada tahapan implentasi baik dalam bentuk penyusunan aturan perundangan maupun aksi di lapangan. Dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) misalnya disebutkan jika transfer dana alokasi umum dari pusat ke daerah dipengaruhi oleh luasan tutupan hutan (forest cover) di masing-masing wilayah.
"Dengan ketentuan ini maka semakin berhasil pemerintah daerah menjaga tutupan hutannya maka semakin besar potensi DAU yang mereka terima. Langkah ini menjadi insentif kongkret yang bisa memacu pemda dalam menjaga Kawasan hutan di wilayah masing-masing," katanya.
Langkah Indonesia, kata Fathan menjadi suatu yang tidak terhindarkan mengingat besarnya kerugian yang dipicu perubahan iklim. Selain itu posisi Indonesia sebagai pemilik paru-paru dunia harus dijadikan sebagai lokomotif dalam memimpin langkah global menghadapi perubahan iklim.
"Saat ini Indonesia harus bisa leads by example, tidak hanya sekadar adu jargon mengingat bahaya perubahan iklim telah dirasakan masyarakat kita hingga pelosok-pelosok desa di Nusantara," katanya.
Politikus PKB ini berharap aksi nyata Indonesia ini menjadi pemungkin (enabler) yang tepat sasaran bagi Indonesia dalam upayda mencapai FOLU Net Sink tahun 2030 nanti. Dia juga berharap inovasi kebijakan transfer DAU yang mempertimbangkan tutupan hutan daerah ini dapat dilaporkan kepada UNFCCC sebagai bagian dari NDC (Nationally Determined Contribution) Indonesia.
"Kami ingin bahwa agenda menurunkan berbagai dampak negative perubahan iklim ini menjadi agenda global tidak hanya agenda dan tanggungjawab satu dua negara saja," katanya.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi XI DPR Fathan Subchi saat menjadi pembicara kunci dalam KTT Perubahan Iklim atau Conference of Party (COP) United Nations Framework Convention On Climate Change (UNFCCC) Indonesia Paviliun, di Sharm El Sheik, Mesir, beberapa waktu lalu.
"Saat itu kami sampaikan jika penerapan sistem insentif fiskal bagi pemerintah daerah yang menjaga kelestarian lingkungan akan menjadi aksi nyata yang kami yakini bisa meminimalkan dampak perubahan iklim di Indonesia khususnya dan dunia pada umumnya," ujar Fathan Subchi, Selasa (22/11/2022).
Baca juga: Hadapi Perubahan Iklim, TAF Tekankan Pentingnya Pembangunan Ramah Lingkungan
Dia menjelaskan, saat ini dibutuhkan aksi nyata dalam mengatasi berbagai dampak perubahan iklim di berbagai belahan dunia. Apalagi perubahan iklim tersebut telah memberikan dampak nyata sepertinya munculnya berbagai bencana maupun perubahan siklus cuaca yang merugikan petani dan nelayan.
"Saat ini perubahan iklim telah memberikan dampak nyata bagi munculnya berbagai bencana alam maupun hilangnya keanekaragaman hayati dunia. Maka sudah sewajarnya jika perhelatan COP-27 ini titik tekannya pada aksi nyata tidak lagi sekadar wacana," ujarnya.
Fathan menjelaskan, bagi Indonesia aksi nyata antisipasi perubahan iklim dilakukan tidak hanya dalam bentuk rencana program tetapi sudah pada tahapan implentasi baik dalam bentuk penyusunan aturan perundangan maupun aksi di lapangan. Dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) misalnya disebutkan jika transfer dana alokasi umum dari pusat ke daerah dipengaruhi oleh luasan tutupan hutan (forest cover) di masing-masing wilayah.
"Dengan ketentuan ini maka semakin berhasil pemerintah daerah menjaga tutupan hutannya maka semakin besar potensi DAU yang mereka terima. Langkah ini menjadi insentif kongkret yang bisa memacu pemda dalam menjaga Kawasan hutan di wilayah masing-masing," katanya.
Langkah Indonesia, kata Fathan menjadi suatu yang tidak terhindarkan mengingat besarnya kerugian yang dipicu perubahan iklim. Selain itu posisi Indonesia sebagai pemilik paru-paru dunia harus dijadikan sebagai lokomotif dalam memimpin langkah global menghadapi perubahan iklim.
"Saat ini Indonesia harus bisa leads by example, tidak hanya sekadar adu jargon mengingat bahaya perubahan iklim telah dirasakan masyarakat kita hingga pelosok-pelosok desa di Nusantara," katanya.
Politikus PKB ini berharap aksi nyata Indonesia ini menjadi pemungkin (enabler) yang tepat sasaran bagi Indonesia dalam upayda mencapai FOLU Net Sink tahun 2030 nanti. Dia juga berharap inovasi kebijakan transfer DAU yang mempertimbangkan tutupan hutan daerah ini dapat dilaporkan kepada UNFCCC sebagai bagian dari NDC (Nationally Determined Contribution) Indonesia.
"Kami ingin bahwa agenda menurunkan berbagai dampak negative perubahan iklim ini menjadi agenda global tidak hanya agenda dan tanggungjawab satu dua negara saja," katanya.
(abd)