Berharap Perusahaan Menerapkan ESG
loading...
A
A
A
SEJARAH terbentuknya ESG (environmental, social, governance) berawal dari cita-cita dunia untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan seperti ketahanan iklim, air dan udara bersih, mengurangi kemiskinan, dan menjaga ketersediaan resources untuk masa depan.
Momentum tersebut terbentuk pada perkumpulan 193 negara di Kantor Pusat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 25 September 2015.
Sehingga untuk mewujudkan cita-cita tersebut, terbentuk konsep ESG untuk diterapkan oleh private sector dalam keberlangsungan perusahaan. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa ESG merupakan konsep yang bertujuan sebagai standar kinerja perusahaan yang terdiri atas kriteria lingkungan, sosial, dan tata kelola.
Baca Juga: koran-sindo.com
Kriteria environmental mencakup hubungan perusahaan dengan lingkungan secara fisik, dan isu lingkungan, eksposur dari peraturan tentang emisi karbon dan energi terbarukan. Sedangkan kriteria social mencakup dampak sosial perusahaan terhadap masyarakat maupun pemangku kepentingan lainnya dan isunya mencakup praktik-praktik perburuhan, pemindahan komunitas, hak-hak asasi manusia, kesehatan, keselamatan, dan inklusi keuangan.
Adapun kriteria governance berkaitan dengan kepemimpinan perusahaan, gaji eksekutif, audit, kontrol internal, dan hak pemegang saham. Isunya mencakup korupsi dan suap, reputasi, efektivitas manajemen, dan kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku.
Bagaimana situasi dan tantangan ESG di Indonesia? Indonesia berambisi untuk mencapai emisi nol bersih (net zero emissions) pada 2060. Untuk itu dibutuhkan dukungan dan komitmen oleh seluruh pihak, baik pemerintah maupun pelaku usaha dalam pengurangan emisi karbon (dekarbonisasi).
Salah satu yang sering digunakan sebagai parameternya adalah standar ESG. Standar ESG didefinisikan sebagai konsep yang mengedepankan kegiatan pembangunan, investasi, bisnis yang berkelanjutan dengan tiga faktor utama, yaitu lingkungan, sosial dan tata kelola.
Segala bentuk aktivitas maupun pengambilan keputusan perusahaan hendaknya dapat menerapkan secara penuh prinsip-prinsip pelestarian lingkungan, tanggung jawab sosial, dan tata kelola yang baik. Hasil penelitian Oxford membuktikan bahwa implementasi ESG mampu meningkatkan kinerja bisnis perusahaan hingga 88% dan membuat harga saham emiten perusahaan bertumbuh sebesar 80%.
Meski demikian, implementasi standar ESG di Indonesia ternyata cukup memprihatinkan. Berdasarkan pemeringkatan Corporate Knights, pada tahun ini Indonesia menempati peringkat ke-19 dari negara Group Twenty (G20) dan peringkat akhir ditempati India.
Sedangkan survei oleh IBCSD pada 2021, indeks ESG Indonesia menduduki peringkat ke-36 dari 47 pasar modal di dunia. Survei lain oleh IBCSD mengatakan 40% perusahaan di Indonesia masih kurang paham tentang pentingnya penerapan ESG.
Hasil survei Mandiri Institute juga menyatakan sekitar 60% emiten mengakui kesulitan menentukan kriteria, metrik, dan KPI (indikator kinerja) berbasis ESG. Faktor lain yang menjadi tantangan terbesar dalam penerapan ESG yakni kurangnya informasi atau data.
Saat ini, mulai banyak investor dan pengambil kebijakan yang menyadari pentingnya investasi terhadap bisnis yang mengadopsi langkah-langkah ESG dengan tujuan melindungi bisnis dari risiko yang tak terduga di masa depan. Perusahan dengan penerapan ESG yang kuat akan lebih mudah memasuki pasar baru dan memperluas operasi. Di samping itu, konsumen juga lebih menyukai merek produk yang menjunjung nilai-nilai yang baik dan ramah lingkungan.
Bisnis dengan tata kelola yang baik (good governance) juga akan mampu menghadapi berbagai tekanan dari regulator, para aktivis lingkungan, serikat pekerja, dan sebagainya. Di samping itu konsumen juga lebih menyukai merek produk yang menjunjung nilai-nilai yang baik dan ramah lingkungan.
Investasi bertema ESG dan SDG juga mengalami tren peningkatan seiring semakin pedulinya investor terhadap isu-isu keberlanjutan. Pada 2016, Bursa Efek Indonesia mencatat hanya 1 produk ESG di pasar modal, sementara pada 2021 jumlahnya meningkat drastis menjadi 15 produk dengan nilai Rp3,45 triliun. Pemerintah pun telah menerbitkan SDG Bond perdana pada 2021 lalu dan juga obligasi bertema SDG senilai total Rp35,2 triliun.
ESG memang bukan kewajiban tetapi alangkah lebih baik apabila perusahaan-perusahaan menerapkan ESG. Diharapkan dengan meningkatknya partisipasi perusahaan dalam menerapkan ESG dapat membuat perubahan besar dalam mewujudkan Indonesia yang lebih hijau.
Momentum tersebut terbentuk pada perkumpulan 193 negara di Kantor Pusat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 25 September 2015.
Sehingga untuk mewujudkan cita-cita tersebut, terbentuk konsep ESG untuk diterapkan oleh private sector dalam keberlangsungan perusahaan. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa ESG merupakan konsep yang bertujuan sebagai standar kinerja perusahaan yang terdiri atas kriteria lingkungan, sosial, dan tata kelola.
Baca Juga: koran-sindo.com
Kriteria environmental mencakup hubungan perusahaan dengan lingkungan secara fisik, dan isu lingkungan, eksposur dari peraturan tentang emisi karbon dan energi terbarukan. Sedangkan kriteria social mencakup dampak sosial perusahaan terhadap masyarakat maupun pemangku kepentingan lainnya dan isunya mencakup praktik-praktik perburuhan, pemindahan komunitas, hak-hak asasi manusia, kesehatan, keselamatan, dan inklusi keuangan.
Adapun kriteria governance berkaitan dengan kepemimpinan perusahaan, gaji eksekutif, audit, kontrol internal, dan hak pemegang saham. Isunya mencakup korupsi dan suap, reputasi, efektivitas manajemen, dan kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku.
Bagaimana situasi dan tantangan ESG di Indonesia? Indonesia berambisi untuk mencapai emisi nol bersih (net zero emissions) pada 2060. Untuk itu dibutuhkan dukungan dan komitmen oleh seluruh pihak, baik pemerintah maupun pelaku usaha dalam pengurangan emisi karbon (dekarbonisasi).
Salah satu yang sering digunakan sebagai parameternya adalah standar ESG. Standar ESG didefinisikan sebagai konsep yang mengedepankan kegiatan pembangunan, investasi, bisnis yang berkelanjutan dengan tiga faktor utama, yaitu lingkungan, sosial dan tata kelola.
Segala bentuk aktivitas maupun pengambilan keputusan perusahaan hendaknya dapat menerapkan secara penuh prinsip-prinsip pelestarian lingkungan, tanggung jawab sosial, dan tata kelola yang baik. Hasil penelitian Oxford membuktikan bahwa implementasi ESG mampu meningkatkan kinerja bisnis perusahaan hingga 88% dan membuat harga saham emiten perusahaan bertumbuh sebesar 80%.
Meski demikian, implementasi standar ESG di Indonesia ternyata cukup memprihatinkan. Berdasarkan pemeringkatan Corporate Knights, pada tahun ini Indonesia menempati peringkat ke-19 dari negara Group Twenty (G20) dan peringkat akhir ditempati India.
Sedangkan survei oleh IBCSD pada 2021, indeks ESG Indonesia menduduki peringkat ke-36 dari 47 pasar modal di dunia. Survei lain oleh IBCSD mengatakan 40% perusahaan di Indonesia masih kurang paham tentang pentingnya penerapan ESG.
Hasil survei Mandiri Institute juga menyatakan sekitar 60% emiten mengakui kesulitan menentukan kriteria, metrik, dan KPI (indikator kinerja) berbasis ESG. Faktor lain yang menjadi tantangan terbesar dalam penerapan ESG yakni kurangnya informasi atau data.
Saat ini, mulai banyak investor dan pengambil kebijakan yang menyadari pentingnya investasi terhadap bisnis yang mengadopsi langkah-langkah ESG dengan tujuan melindungi bisnis dari risiko yang tak terduga di masa depan. Perusahan dengan penerapan ESG yang kuat akan lebih mudah memasuki pasar baru dan memperluas operasi. Di samping itu, konsumen juga lebih menyukai merek produk yang menjunjung nilai-nilai yang baik dan ramah lingkungan.
Bisnis dengan tata kelola yang baik (good governance) juga akan mampu menghadapi berbagai tekanan dari regulator, para aktivis lingkungan, serikat pekerja, dan sebagainya. Di samping itu konsumen juga lebih menyukai merek produk yang menjunjung nilai-nilai yang baik dan ramah lingkungan.
Investasi bertema ESG dan SDG juga mengalami tren peningkatan seiring semakin pedulinya investor terhadap isu-isu keberlanjutan. Pada 2016, Bursa Efek Indonesia mencatat hanya 1 produk ESG di pasar modal, sementara pada 2021 jumlahnya meningkat drastis menjadi 15 produk dengan nilai Rp3,45 triliun. Pemerintah pun telah menerbitkan SDG Bond perdana pada 2021 lalu dan juga obligasi bertema SDG senilai total Rp35,2 triliun.
ESG memang bukan kewajiban tetapi alangkah lebih baik apabila perusahaan-perusahaan menerapkan ESG. Diharapkan dengan meningkatknya partisipasi perusahaan dalam menerapkan ESG dapat membuat perubahan besar dalam mewujudkan Indonesia yang lebih hijau.
(bmm)