Kisah Moerdani Jenderal Kopassus yang Dicap Anti Islam, Dikafani dan Diyasini saat Meninggal

Senin, 14 November 2022 - 05:37 WIB
loading...
Kisah Moerdani Jenderal Kopassus yang Dicap Anti Islam, Dikafani dan Diyasini saat Meninggal
Mantan Panglima ABRI Jenderal (Purn) Leonardus Benyamin Moerdani menitipkan wasiat yang mengejutkan banyak orang jelang akhir hayatnya. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Mantan Panglima ABRI Jenderal (Purn) Leonardus Benyamin Moerdani menitipkan wasiat yang mengejutkan banyak orang jelang akhir hayatnya. Benny yang diketahui beragama Katolik meminta dikafani dan diyasini saat meninggal.

Jenderal Kopassus ini menitipkan pesan kepada orang terdekatnya agar dibacakan kalimat syahadat ketika menghembuskan nafas terakhirnya. Ia ingin diperlakukan seperti orang Islam ketika meninggal dunia.

Wasiat Benny tersebut tentu mengagetkan karena selama menjabat sebagai Panglima ABRI di era Presiden Soeharto, Benny mendapat banyak label negatif. Dia dicap pembenci Islam, anti Islam, hingga musuh Islam pada masa itu.

Dalam buku berjudul "Belajar Uji Nyali Dari Benny Moerdani, Dia Tidak Bisa Dibeli Dengan Uang" yang dikutip Senin (14/11/2022), Benny menyampaikan wasiat itu kepada sahabatnya seorang muslim berdarah Aceh, Adnan Ganto ketika berziarah ke makam orang tua Benny di Solo, Jawa Tengah pada tahun 1980-an. Adnan merupakan penasihat ekonomi Benny saat menjadi Menteri Pertahanan.

Diceritakan bahwa setelah mendapatkan pesan dari Benny, Adnan bertandang ke rumah Benny di Simprug, Jakarta Selatan sebulan kemudian. Adnan dan istrinya Agustina, tak mau jika pesan tersebut hanya didengarnya sendiri.

Adnan meminta izin untuk menyampaikan pesan Benny ke istrinya, Hartini. Adnan lalu menyampaikan pesan Benny yang minta dimakamkan secara Islam kepada Hartini.

"Kalau memang itu yang dipesankan, ya silakan dilaksanakan," jawab Hartini merespons permintaan Benny kepada Adnan dalam buku biografi Adnan Ganto yang terbit 2017 lalu.

Benny juga memberikan pesan tambahan kepada Adnan dan istrinya. “Kalau saya dikafani secara Islam, kamu baca Yasin. Kalau Tina ada, dia baca syahadat 25 kali,” pesan Benny.

Pria yang pernah menjabat Pangkopkamtib ini mengembuskan napas terakhirnya pada 29 Agustus 2004. Adnan dan istrinya membacakan sendiri Yasin dan syahadat di kamar Benny saat-saat terakhir dirawat di RSPAD.

Adnan dan istrinya terus membacakan syahadat di telinga Benny hingga akhirnya dipanggil menghadap Allah SWT. Dia juga dikafani dan dimandikan secara Islam. Proses pemakaman untuk jenderal pemberani ini dilakukan layaknya kepada jenazah seorang muslim. Persis sesuai pesan yang disampaikan Benny kepada Adnan Gananto.

Mantan Panglima TNI Laksamana (Purn) Widodo AS mengonfirmasi kebenaran dari hal tersebut. Widodo termasuk orang pertama yang datang ke rumah sakit ketika Benny mengembuskan napas terakhirnya. Widodo mengungkapkan Benny dimandikan dan dikafani layaknya jenazah seorang muslim.

Pada sebuah kesempatan, Widodo AS pernah menuturkan bahwa Benny memang benar tertarik memeluk agama Islam. Akan tetapi, Benny sama sekali tidak mau keislamannya karena menginginkan sebuah jabatan.

Ucapan mantan pentolan Baret Merah itu dikuatkan sebuah fakta. Kiai Yusuf Hasyim dari Tebuireng Jombang pernah menyarankan Benny untuk masuk Islam saja biar bisa menjadi Presiden atau Wakil Presiden.

"Apakah masyarakat masih akan percaya seorang yang menjadi Islam hanya karena ingin sebuah jabatan?" ujarnya merespons.

Wartawan Senior Fikri Jufri juga pernah melontarkan pernyataan kepada Benny untuk pindah agama agar kiprahnya di Indonesia makin cemerlang. Jawaban Benny sangat tegas. "Meninggalkan keyakinan saya hanya untuk sebuah jabatan? Never!"

Jika ditarik mundur, menjadi panglima tertinggi ABRI dan orang kepercayaan Soeharto, keyakinan Benny sebagai Katolik menjadi faktor khusus. Sejumlah peristiwa pun kemudian seolah-olah membenarkan Benny memang pembenci Islam.

Tuduhan ini menguak ketika pecahnya tragedi Tanjung Priok di tahun 1984. Ratusan umat Islam tewas dalam peristiwa itu. Benny yang menjabat Pangab dituduh terlibat dan bertanggung jawab. Dia bahkan disebut sebagai dalang peristiwa berdarah Tanjung Priok.

Ditambah lagi, tudingan sebagai anti Islam makin terlihat dari beberapa kebijakan Benny di internal TNI. Disebut-sebut sejumlah perwira berlatar belakang santri sulit mendapat jabatan di masa Benny menjadi Pangab.

Latar belakang keluarga Benny sebenarnya dekat dengan Islam. Ayahnya Raden Bagus Moerdani Sosrodirjo, orang Jawa beragama Islam yang pindah ke Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Raden Moerdani seorang guru agama Islam dan seorang haji. Dia juga tercatat sebagai keturunan ketujuh Kanjeng Datuk Kiai Suleman, pengajar Islam dan kepala desa di Sumbawa.

Sebelum menikah dengan ibunda Benny yang berdarah Eropa dan beragama Katolik, Rochmaria Jeannie, Raden Moerdani beragama Islam dan memiliki beberapa anak dari istri sebelumnya yang beragama Islam juga. Dia kemudian berpindah agama setelah menikah dengan Jeannie. Seluruh anak-anak dari istri keduanya ini beragama Katolik.

Namun, Benny memiliki sejumlah kakak tiri dan banyak saudara yang beragama Islam. Pengaruh Islam masih cukup kental mengalir pada Benny. Kakek dan nenek dari sang ayah serta seluruh keluarga besarnya adalah muslim.

Anggapan Benny pembenci Islam sedikit memudar karena kedekatannya dengan sejumlah pemimpin pondok pesantren. Salah satunya dengan Kiai Asyaad. Benny memperlakukan pemimpin salah satu pesantren di Jawa Timur tersebut bukan hanya sebagai tamu, melainkan juga sebagai guru dan sahabat.

Dalam berbagai kesempatan, mereka tidak segan tertawa terbahak-bahak berdua. Berdikusi selama berjam-jam. Mulai dari posisi duduk sampai tidur-tiduran.

Selama kurun waktu 1983-1992, keakrabannya dengan sejumlah kiai dan pesantren dapat dilihat secara nyata oleh orang-orang dekatnya, terutama anak buahnya. Namun, Benny memang tidak pernah mau berkoar-koar tentang kegiatannya tersebut kepada media massa.

Pada rentang waktu itu, Benny sangat sering memberikan bantuan materi untuk pembangunan pesantren dan masjid. Termasuk pesantren yang dipimpin Kiai Asyaad di Situbondo.

Bahkan pada suatu ketika, Kiai Asyaad pernah mengajak Benny untuk naik haji bersamanya, karena perhatian jenderal Kopassus ini yang luar biasa kepada pesantrennya. Salah seorang anak buah Benny, I Wayan Mendra menceritakan bahwa Benny kala itu menjawab: "Kiai, saya kan Katolik. Jadi tidak bisa ke Mekkah..."

Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) salah satu tokoh yang mematahkan anggapan Benny adalah musuh dari umat Islam. "Sebagian teman menyatakan bahwa Benny adalah musuh Islam yang sesungguhnya, tapi kesimpulan itu salah. Justru Benny adalah orang yang melaksanakan pola hubungan negara dengan agama yang seharusnya."

Pendapat Gus Dur ini diperkuat sebuah fakta yang berkaitan dengan agama Benny. Pada 1975, Soeharto menunjuk Benny memimpin Operasi Seroja ke Timor Timur. Mayoritas penduduk di sana beragama Katolik.

Namun, Benny bekerja dengan profesional. Atas nama pemerintah dan negara, dia melaksanakan tugasnya dengan baik di sana. Meski sama-sama Katolik, Benny tetap mampu bersikap tegas.

Dalam buku "Dari Gestapu Ke Reformasi", diceritakan bahwa Benny mengawal Soeharto dan keluarga ibadah umrah ke Arab Saudi. Benny sampai masuk ke kawasan Kakbah. Dia kagum dengan Masjidil Haram dan menganjurkan para anak buahnya yang muslim untuk menyempatkan diri berziarah (umrah atau haji) ke sana. Minimal sekali semur hidupnya.

Tuduhan anti Islam juga dibantah Benny Moerdani dalam berbagai kesempatan, termasuk ketika berkunjung ke sejumlah pondok pesantren. Salah satunya di hadapan para kiai Ponpes Lirboyo, Kediri Jawa Timur. "Saya ingin menegaskan, umat Islam Indonesia tidak dipojokkan. Dan tidak akan pernah dipojokkan," tegasnya.
(kri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1350 seconds (0.1#10.140)