Mengenal Sosok Pahlawan Nasional Abdulrachman Saleh, Pelopor AURI
loading...
A
A
A
JAKARTA - Marsekal Muda TNI (Anumerta) Abdulrachman Saleh adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia yang dilahirkan dari keluarga dokter pada 1 Juli 1909 di Kampung Ketapang (Kwitang Barat), Jakarta. Maman, panggilan akrabnya, selalu ingin tahu hal baru dan sangat peduli dengan pendidikan.
Dikutip dari laman resmi TNI AU, pendidikan Maman dimulai dengan Holland Indische School (HIS), Meer Urgebreid Lagere Onderwijs (MULO). Setelah lulus MULO, Maman hendak melanjutkan studinya ke School Tot Opleding van Indische Artsen (STOVIA) di Jakarta, untuk mengikuti jejak ayahnya. Namun baru beberapa bulan ia masuk STOVIA, sekolah itu dibubarkan.
Maman kemudian melanjutkan sekolah ke Algemene Middelbare School (AMS) Malang. Kegagalannya di STOVIA tidak menghambat cita-citanya. Setelah menamatkan AMS dengan nilai-nilai yang gemilang, ia memasuki Geneeskundige Hooge School (GHS) di Batavia.
Maman dikenal aktif di bidang kemahasiswaan. Seperti Jong Java, Indonesia Muda, dan KBI atau Kepanduan Bangsa Indonesia. Ketertarikannya terhadap dunia penerbangan dimulai ketika Aeroclub muncul di Jakarta, tepatnya di Kemayoran, sebelum Perang Dunia Kedua. Aeroclub merupakan perkumpulan olahraga terbang yang anggotanya sebagian besar dari bangsa Belanda.
Karena biaya untuk bergabung sangat tinggi, tak banyak pemuda Indonesia yang bisa masuk. Namun Maman memiliki tekad dan bersaing dengan pemuda Belanda. Ijazah atau surat izin terbang pun akhirnya diperoleh pemuda yang senang sekali dengan olahraga ini.
Setelah memperoleh gelar dokter, Maman memperdalam pengetahuannya di bidang ilmu Faal. Dokter muda ini termasuk mahasiswa yang pandai, dia terpilih menjadi asisten dalam ilmu Faal, mula-mula menjadi dosen di Nederlandsch-Indische Artsen School atau NIAS, Surabaya, dan akhirnya menjadi dosen di Perguruan Tinggi Kedokteran di Jakarta, dan kemudian menjadi guru besar di Klaten sampai wafatnya. Setelah itu Maman memelopori perkumpulan bernama Vereniging voor Oosterse Radio-Omroep (VORO).
Pada 14 Agustus 1945 Kota Hirosima dibom oleh Amerika Serikat disusul Kota Nagasaki. Tentara Kekaisaran Jepang mulai mengakui keunggulan pasukan sekutu di berbagai medan pertempuran. Satu persatu wilayah kekuasaan Jepang jatuh ke tangan Sekutu, termasuk wilayah Hindia Belanda.
Baca juga: 5 Deretan Profil Pahlawan Nasional Baru 2022, Terakhir Dokter Pribadi Soekarno
Lalu pada 15 Agustus 1945, Jepang menyerah kepada Sekutu, dan momen tersebut dimanfaatkan Indonesia, pada 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.
Kekalahan Jepang berarti berakhirnya penjajahan dan penindasan di Indonesia. Pemuda bersama seluruh rakyat bangkit melucuti sisa-sisa tentara Jepang yang masih tinggal. Tak ketinggalan pemuda-pemuda pegawai Kantor Radio Jepang juga ikut andil. Mereka membentuk suatu gerakan rahasia untuk menguasai kantor. Sebab saat itu radio merupakan sarana penyiaran utama.
Gerakan ini diketahui oleh Kempetai (Dinas Rahasia Jepang), sehingga proklamasi kemerdekaan yang diucapkan atas nama Sukarno-Hatta pada 17 Agustus 1945 pukul 10 pagi, tidak dapat langsung disiarkan. Penyiaran proklamasi terpaksa tertunda untuk beberapa jam lamanya. Di sinilah keahlian dan pengalaman Maman di bidang radio betul-betul dimanfaatkan.
Untuk dapat menyiarkan proklamasi kemerdekaan dengan bantuan pegawai-pegawai radio bagian teknik, Maman menyalurkan siarannya melalui pemancar yang bergelombang 16 meter, yang berada di Bandung.
Penggunaan siaran gelap ini diketahui oleh Pemimpin Kantor Radio bangsa Jepang. Dua orang Indonesia diminta pertanggungan jawabnya, yaitu Bachtiar Lubis dan Jusuf Ronodipuro. Penyiaran berita Proklamasi dihentikan melalui pemancar di Bandung atas perintah Markas Besar Tentara Serikat di Timur Jauh.
Ketika bertemu dengan pemuda Jusuf Ronodipuro pada 18 Agustus 1945 menceritakan bahwa Hosokkyiku (pusat siaran radio pendudukan Jepang di Jalan Merdeka Barat) ditutup, Maman tetap bertekad agar keberadaan Indonesia sebagai negara baru merdeka diketahui dunia internasional.
Pemancar-pemancar ilegal mulai dibangun. Dengan bantuan beberapa pegawai radio dan keahlian di bidang teknik, sebuah pemancar berkekuatan 85 meter berhasil didirikan di sebuah gedung di Jalan Menteng Raya, Jakarta. Namun pemancar itu kemudian dipindahkan ke Sekolah Tinggi Kedokteran di Jalan Salemba 6. Radio Indonesia pun mulai mengudara menyiarkan berita-berita ke luar negeri dengan call This is Voice of Free Indonesia atau Inilah Suara Indonesia Merdeka.
Suara Indonesia Merdeka inilah yang menyiarkan pidato Bung Karno sebagai Presiden Republik Indonesia untuk pertama kalinya pada 25 Agustus 1945 dan Wakil Presiden Republik Indonesia Bung Hatta pada 29 Agustus 1945.
Lalu, Maman dibantu aktivis radio, menyusun dasar-dasar Radio Republik Indonesia (RRI) yang antara lain menetapkan 11 September 1945 sebagai hari berdirinya RRI.
Setelah siaran RRI lancar, Maman merasa sudah tiba saatnya memelopori perjuangan di bidang lain. Ia lalu mengundurkan diri dari bidang radio dan masuk ke dalam Tentara Republik Indonesia untuk membentuk Angkatan Udara Nasional bersama-sama dengan Adi Sutjipto, seorang bekas murid Pak Karbol di Perguruan Tinggi Kedokteran Jakarta.
Setelah Indonesia merdeka, Maman mengalihkan perhatiannya pada perjuangan di bidang kedirgantaraan, dengan memilih berjuang ke AURI. Pada saat AURI masih dalam pertumbuhan, Maman bersama perintis Angkatan Udara lainnya terus berupaya untuk mengembangkan kejayaan Angkatan Udara. Bersamaan dengan itu, berdasarkan Maklumat Pemerintah tertanggal 5 Oktober 1945 telah membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Menjelang Juli 1947, Maman bersama-sama dengan Adisutjipto mendapat tugas dari pemerintah untuk pergi ke India guna mencari bantuan obat-obatan. Seorang industrialis India bernama PatNaik meminjamkan pesawatnya jenis Dakota untuk tugas mengangkut obat-obatan bagi PMI.
Namun pada 29 Juli 1947 sore, saat bertolak dari Singapura ke Yogyakarta, pesawat itu ditembak pesawat Kitty Hawk miliki Belanda dan jatuh di Desa Tamanan, Kecamatan Banguntapan, dekat Desa Ngoto, Bantul, Yogyakarta. Padahal, pemberangkatan pesawat Dokota VT-CLA tersebut telah mendapat persetujuan pemerintah Inggris dan pemerintah Belanda. Maman dan sejumlah tokoh lainnya pun gugur dan dimakamkan di pemakaman Kuncen, Yogyakarta.
Sebagai penghargaan, tempat jatuhnya pesawat Dakota VT-CLA didirikan monumen tugu peringatan Monumen Perjuangan TNI AU. Pada 14 Juli 2000, atas prakarsa Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI Hanafi Asnan, kerangka jenazah Abdulrachman Saleh dan Adisutjipto beserta istri dipindahkan ke lokasi tempat jatuhnya pesawat tersebut. Selain itu nama, Abdulrachman Saleh diabadikan sebagai pengganti nama Pangkalan Udara Bugis berdasarkan Surat Penetapan Kasau nomor Kep/76/48/Pen.2/KS/1952 pada 17 Agustus 1952.
Untuk penghargaan, penghormatan, dan pengabdian nama pahlawan udara tersebut, berdasarkan Surat Keputusan Komandan Akademi Angkatan Udara Nomor: 145/KPTS/AAU/1965 tertanggal 3 Agustus 1965 dianggap perlu nama "Karbol" yang merupakan julukan Abdulrachman Saleh digunakan untuk menyebut Taruna Akademi yang sebelumnya dipanggil Kadet.
Dalam perjalanan sejarahnya, panggilan Karbol sempat berubah menjadi Taruna. Namun sebutan Karbol dikukuhkan kembali sebagai panggilan Taruna Akademi Angkatan Udara berdasarkan Surat Keputusan Kasau Nomor: Skep/179/VII/2000 tanggal 18 Juli 2000. Lalu Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor: 071/TK/1974 tanggal 9 November 1974 almarhum Marsda TNI (Anumerta) Prof Dr Abdulrachman Saleh ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.
Dikutip dari laman resmi TNI AU, pendidikan Maman dimulai dengan Holland Indische School (HIS), Meer Urgebreid Lagere Onderwijs (MULO). Setelah lulus MULO, Maman hendak melanjutkan studinya ke School Tot Opleding van Indische Artsen (STOVIA) di Jakarta, untuk mengikuti jejak ayahnya. Namun baru beberapa bulan ia masuk STOVIA, sekolah itu dibubarkan.
Maman kemudian melanjutkan sekolah ke Algemene Middelbare School (AMS) Malang. Kegagalannya di STOVIA tidak menghambat cita-citanya. Setelah menamatkan AMS dengan nilai-nilai yang gemilang, ia memasuki Geneeskundige Hooge School (GHS) di Batavia.
Maman dikenal aktif di bidang kemahasiswaan. Seperti Jong Java, Indonesia Muda, dan KBI atau Kepanduan Bangsa Indonesia. Ketertarikannya terhadap dunia penerbangan dimulai ketika Aeroclub muncul di Jakarta, tepatnya di Kemayoran, sebelum Perang Dunia Kedua. Aeroclub merupakan perkumpulan olahraga terbang yang anggotanya sebagian besar dari bangsa Belanda.
Karena biaya untuk bergabung sangat tinggi, tak banyak pemuda Indonesia yang bisa masuk. Namun Maman memiliki tekad dan bersaing dengan pemuda Belanda. Ijazah atau surat izin terbang pun akhirnya diperoleh pemuda yang senang sekali dengan olahraga ini.
Setelah memperoleh gelar dokter, Maman memperdalam pengetahuannya di bidang ilmu Faal. Dokter muda ini termasuk mahasiswa yang pandai, dia terpilih menjadi asisten dalam ilmu Faal, mula-mula menjadi dosen di Nederlandsch-Indische Artsen School atau NIAS, Surabaya, dan akhirnya menjadi dosen di Perguruan Tinggi Kedokteran di Jakarta, dan kemudian menjadi guru besar di Klaten sampai wafatnya. Setelah itu Maman memelopori perkumpulan bernama Vereniging voor Oosterse Radio-Omroep (VORO).
Pada 14 Agustus 1945 Kota Hirosima dibom oleh Amerika Serikat disusul Kota Nagasaki. Tentara Kekaisaran Jepang mulai mengakui keunggulan pasukan sekutu di berbagai medan pertempuran. Satu persatu wilayah kekuasaan Jepang jatuh ke tangan Sekutu, termasuk wilayah Hindia Belanda.
Baca juga: 5 Deretan Profil Pahlawan Nasional Baru 2022, Terakhir Dokter Pribadi Soekarno
Lalu pada 15 Agustus 1945, Jepang menyerah kepada Sekutu, dan momen tersebut dimanfaatkan Indonesia, pada 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.
Kekalahan Jepang berarti berakhirnya penjajahan dan penindasan di Indonesia. Pemuda bersama seluruh rakyat bangkit melucuti sisa-sisa tentara Jepang yang masih tinggal. Tak ketinggalan pemuda-pemuda pegawai Kantor Radio Jepang juga ikut andil. Mereka membentuk suatu gerakan rahasia untuk menguasai kantor. Sebab saat itu radio merupakan sarana penyiaran utama.
Gerakan ini diketahui oleh Kempetai (Dinas Rahasia Jepang), sehingga proklamasi kemerdekaan yang diucapkan atas nama Sukarno-Hatta pada 17 Agustus 1945 pukul 10 pagi, tidak dapat langsung disiarkan. Penyiaran proklamasi terpaksa tertunda untuk beberapa jam lamanya. Di sinilah keahlian dan pengalaman Maman di bidang radio betul-betul dimanfaatkan.
Untuk dapat menyiarkan proklamasi kemerdekaan dengan bantuan pegawai-pegawai radio bagian teknik, Maman menyalurkan siarannya melalui pemancar yang bergelombang 16 meter, yang berada di Bandung.
Penggunaan siaran gelap ini diketahui oleh Pemimpin Kantor Radio bangsa Jepang. Dua orang Indonesia diminta pertanggungan jawabnya, yaitu Bachtiar Lubis dan Jusuf Ronodipuro. Penyiaran berita Proklamasi dihentikan melalui pemancar di Bandung atas perintah Markas Besar Tentara Serikat di Timur Jauh.
Ketika bertemu dengan pemuda Jusuf Ronodipuro pada 18 Agustus 1945 menceritakan bahwa Hosokkyiku (pusat siaran radio pendudukan Jepang di Jalan Merdeka Barat) ditutup, Maman tetap bertekad agar keberadaan Indonesia sebagai negara baru merdeka diketahui dunia internasional.
Pemancar-pemancar ilegal mulai dibangun. Dengan bantuan beberapa pegawai radio dan keahlian di bidang teknik, sebuah pemancar berkekuatan 85 meter berhasil didirikan di sebuah gedung di Jalan Menteng Raya, Jakarta. Namun pemancar itu kemudian dipindahkan ke Sekolah Tinggi Kedokteran di Jalan Salemba 6. Radio Indonesia pun mulai mengudara menyiarkan berita-berita ke luar negeri dengan call This is Voice of Free Indonesia atau Inilah Suara Indonesia Merdeka.
Suara Indonesia Merdeka inilah yang menyiarkan pidato Bung Karno sebagai Presiden Republik Indonesia untuk pertama kalinya pada 25 Agustus 1945 dan Wakil Presiden Republik Indonesia Bung Hatta pada 29 Agustus 1945.
Lalu, Maman dibantu aktivis radio, menyusun dasar-dasar Radio Republik Indonesia (RRI) yang antara lain menetapkan 11 September 1945 sebagai hari berdirinya RRI.
Setelah siaran RRI lancar, Maman merasa sudah tiba saatnya memelopori perjuangan di bidang lain. Ia lalu mengundurkan diri dari bidang radio dan masuk ke dalam Tentara Republik Indonesia untuk membentuk Angkatan Udara Nasional bersama-sama dengan Adi Sutjipto, seorang bekas murid Pak Karbol di Perguruan Tinggi Kedokteran Jakarta.
Setelah Indonesia merdeka, Maman mengalihkan perhatiannya pada perjuangan di bidang kedirgantaraan, dengan memilih berjuang ke AURI. Pada saat AURI masih dalam pertumbuhan, Maman bersama perintis Angkatan Udara lainnya terus berupaya untuk mengembangkan kejayaan Angkatan Udara. Bersamaan dengan itu, berdasarkan Maklumat Pemerintah tertanggal 5 Oktober 1945 telah membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Menjelang Juli 1947, Maman bersama-sama dengan Adisutjipto mendapat tugas dari pemerintah untuk pergi ke India guna mencari bantuan obat-obatan. Seorang industrialis India bernama PatNaik meminjamkan pesawatnya jenis Dakota untuk tugas mengangkut obat-obatan bagi PMI.
Namun pada 29 Juli 1947 sore, saat bertolak dari Singapura ke Yogyakarta, pesawat itu ditembak pesawat Kitty Hawk miliki Belanda dan jatuh di Desa Tamanan, Kecamatan Banguntapan, dekat Desa Ngoto, Bantul, Yogyakarta. Padahal, pemberangkatan pesawat Dokota VT-CLA tersebut telah mendapat persetujuan pemerintah Inggris dan pemerintah Belanda. Maman dan sejumlah tokoh lainnya pun gugur dan dimakamkan di pemakaman Kuncen, Yogyakarta.
Sebagai penghargaan, tempat jatuhnya pesawat Dakota VT-CLA didirikan monumen tugu peringatan Monumen Perjuangan TNI AU. Pada 14 Juli 2000, atas prakarsa Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI Hanafi Asnan, kerangka jenazah Abdulrachman Saleh dan Adisutjipto beserta istri dipindahkan ke lokasi tempat jatuhnya pesawat tersebut. Selain itu nama, Abdulrachman Saleh diabadikan sebagai pengganti nama Pangkalan Udara Bugis berdasarkan Surat Penetapan Kasau nomor Kep/76/48/Pen.2/KS/1952 pada 17 Agustus 1952.
Untuk penghargaan, penghormatan, dan pengabdian nama pahlawan udara tersebut, berdasarkan Surat Keputusan Komandan Akademi Angkatan Udara Nomor: 145/KPTS/AAU/1965 tertanggal 3 Agustus 1965 dianggap perlu nama "Karbol" yang merupakan julukan Abdulrachman Saleh digunakan untuk menyebut Taruna Akademi yang sebelumnya dipanggil Kadet.
Dalam perjalanan sejarahnya, panggilan Karbol sempat berubah menjadi Taruna. Namun sebutan Karbol dikukuhkan kembali sebagai panggilan Taruna Akademi Angkatan Udara berdasarkan Surat Keputusan Kasau Nomor: Skep/179/VII/2000 tanggal 18 Juli 2000. Lalu Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor: 071/TK/1974 tanggal 9 November 1974 almarhum Marsda TNI (Anumerta) Prof Dr Abdulrachman Saleh ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.
(abd)