Misi Rahasia Jenderal LB Moerdani yang Mengharuskannya Jalin Hubungan Terlarang dengan Israel

Sabtu, 05 November 2022 - 05:35 WIB
loading...
Misi Rahasia Jenderal LB Moerdani yang Mengharuskannya Jalin Hubungan Terlarang dengan Israel
Jenderal TNI (Purn) LB Moerdani pernah menjalin kerja sama dengan Israel untuk melindungi orang nomor satu di Indonesia dan pembelian pesawat tempur untuk TNI AU. Foto/Istimewa
A A A
JAKARTA - Indonesia ternyata pernah menjalin hubungan “terlarang” dengan negara Israel . Padahal, Indonesia tidak pernah memiliki hubungan diplomatik dengan negara Zionis tersebut.

Hubungan rahasia itu dilakukan Jenderal TNI (Purn) Leonardus Benny Moerdani , legenda sekaligus tokoh dalam dunia militer dan intelijen Indonesia. Salah satu rahasia yang banyak orang tidak tahu adalah kerja sama Benny Moerdani dengan Israel adalah peminjaman roket untuk melindungi orang nomor satu di Indonesia dan pembelian pesawat tempur untuk TNI Angkatan Udara (AU).

Benny yang saat itu menjabat sebagai Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS) kemudian Panglima ABRI di era kepemimpinan Presiden Soeharto ini memang mempunyai hubungan baik dengan Israel. Hubungan kedua negara secara informal ini tidak diketahui publik karena Benny memegang rapat-rapat rahasia ini dengan kuat agar jangan sampai bocor. Bisa dikatakan hampir semua operasi intelijen yang dilakukan Benny penuh dengan kerahasiaan.

Dalam buku “Benny Moerdani Jejak Perjuangan dan Dedikasi si Raja Intelijen”, Benny menjalin kerja sama rahasia dengan Israel karena tanggung jawabnya menjaga keselamatan dan keamanan orang nomor satu di Indonesia yakni, Presiden Soeharto yang hendak mengunjungi Timur Tengah (Timteng). Berdasarkan informasi yang dikumpulkan Benny, ada upaya menyerang Presiden Soeharto dari kelompok tertentu saat kunjungan kenegaraan tersebut.

Merasa keselamatan orang dekatnya terancam, Benny dengan sigap langsung menghubungi jaringannya di Israel. “Benny pernah meminta untuk meminjam roket dari Israel agar serangan kepada pesawat kepresidenan saat Presiden Soeharto melakukan perjalanan ke Timur Tengah dapat dibendung,” ucap Salim Said dikutip, Sabtu (5/11/2022).

Hingga akhir kunjungannya, kekhawatiran Benny soal serangan yang mengancam keselamatan Presiden Soeharto tidak terbukti. Meski begitu, langkah yang diambil Benny merupakan upaya preventif dalam memastikan keamanan dan keselamatan seorang kepala negara.

Operasi Alpha Pembelian Pesawat Tempur Skyhawk
Selain meminjam roket, operasi clandestine terbesar Benny Moerdani dengan Israel adalah saat pengadaan pesawat tempur untuk TNI AU. Operasi ini dilatarbelakangi oleh kurangnya pesawat tempur yang dimiliki TNI AU.

Ketika itu, pesawat F-86 dan T-33 yang dimiliki matra udara sudah tua dan diprediksi tidak bisa beroperasi secara maksimal dalam menjaga kedaulatan wilayah udara Indonesia. Jika tidak segera diatasi maka kekuatan pertahanan udara Indonesia lemah sehingga rawan infiltrasi pesawat-pesawat asing.

”Amerika Serikat sebagai mitra hanya mampu memberikan 16 pesawat tempur F-5E/F Tiger II. Namun jumlah itu masih belum cukup untuk memenuhi kekosongan skadron-skadron tempur TNI AU,” ujar mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI (Purn) Ashadi Tjahjadi menirukan yang ditulis dalam buku biografinya “Loyalitas Tanpa Pamrih”.

Atas perintah Presiden Soeharto, Benny yang saat itu menjabat sebagai Kepala BAIS kemudian melakukan pembelian 32 pesawat tempur bekas A-4E Skyhawk milik Israel pada 1979. Karena Indonesia tidak punya hubungan diplomatik maka pembelian dilakukan sangat rahasia dengan nama Operasi Alpha, yang diambil dari nama depan pesawat tersebut.

Untuk menjamin keberhasilan operasi ini, Benny mengancam tidak akan mengakui kewarganegaraan anggota pasukan yang ditugasi membawa pesawat itu jika gagal. ”Misi ini adalah misi rahasia. Yang ragu-ragu silakan kembali sekarang juga. Kalau misi ini gagal, negara tidak akan mengakui kewarganegaraan kalian. Namun kami tetap akan mengusahakan kalian semua bisa kembali dengan jalan lain. Misi ini hanya akan dianggap berhasil apabila sang merpati telah hinggap,” kata mantan Djoko Poerwoko, salah satu anggota tim dalam buku biografinya berjudul “Menari di Angkasa”.

Seluruh identitas prajurit yang dikirim ke Israel di buang di laut Singapura. Bahkan, untuk menjaga kerahasiaan penyebutan Israel diganti menjadi Arizona, negara bagian Amerika Serikat. Begitu juga korespondensi juga diarahkan ke Kantor Atase Pertahanan KBRI Washington.

”Kami awalnya terbang ke Frankfurt menggunakan Lufthansa. Setelah beberapa kali ganti pesawat akhirnya tiba di Bandara Ben Gurion, Tel Aviv. Di sana para pilot langsung digiring petugas tanpa sempat menyerahkan surat jalan laksana paspor. Betapa hebatnya agen rahasia Mossad yang dapat cepat mengenali penumpang gelap tanpa paspor,” ucapnya.

Latihan terbang para pilot dalam Operasi Alpha berakhir pada 20 Mei 1980. Para penerbang gembira tapi tak lama, karena brevet dan ijazah pendidikan selama enam bulan dibakar oleh perwira intelijen penghubung di depan mata mereka. Tidak hanya itu, seluruh barang milik para penerbang juga dibakar termasuk peta navigasi dan peta perjalanan. ”Mereka berpesan tidak ada bukti kalau kalian pernah ke sini,” kata Djoko.

Dalam buku “Benny Moerdani yang Belum Terungkap” disebutkan selesai mengikuti pendidikan, para penerbang pulang ke Indonesia melalui Washington, selama dua pekan mereka diajak keliling Amerika, tidur di sepuluh hotel dan mencoba berbagai moda transportasi. Mereka juga diwajibkan mengirim kartu ke pos ke Indonesia. Selanjutnya, para penerbang ke Arizona, masuk pangkalan US Marine Corps, Yuma Air Station.

Selama tiga hari, para penerbang menjalani pelatihan. Pada hari terakhir, mereka diwajibkan foto seolah-olah baru diwisuda dan menerima ijazah versi Marine Corps. Salah satu pose wajibnya adalah berdiri di depan pesawat tempur A-4E Skyhawk milik Amerika Serikat. ”Ini sebagai kamuflase intelijen,” kata Djoko.

Indonesia akhirnya berhasil membeli pesawat tempur milik Israel tersebut. Setelah kembali ke Indonesia, para penerbang memamerkan Skyhawk ke publik pada peringatan HUT ABRI pada 5 Oktober 1980.
(kri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1714 seconds (0.1#10.140)