BKSAP DPR: Dunia Sedang Saksikan Efek Perubahan Iklim
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR Putu Supadma Rudana mengatakan saat ini dunia sedang menyaksikan efek dari perubahan iklim . Gelombang panas, kebakaran hutan hingga kekeringan berkepanjangan adalah konsekuensi lain dari perubahan iklim.
Hal tersebut diungkapkannya pada Sidang Utama Tahunan Forum Parlemen Asia-Pasifik ke-30 (APPF) di Bangkok Thailand. Menurut Putu, hal ini telah menjadi salah satu pendorong utama rusak dan hilangnya keanekaragaman hayati, serta membahayakan lingkungan masyarakat.
“Untuk tujuan ini, mengubah perilaku ekonomi kita dari ekonomi berbasis eksploitasi menuju ekonomi hijau berkelanjutan bisa menjadi strategi yang patut diperjuangkan,” kata Putu melalui keterangannya, Kamis (3/11/2022).
Politikus Partai Demokrat menilai, hal ini memberikan strategi penting untuk mengendalikan dampak perubahan iklim serta melindungi keanekaragaman hayati, dan pada saat yang sama membuka peluang bagi pengembangan sosial dan ekonomi. Karena, Organisasi Buruh Internasional atau ILO memperkirakan bahwa pendekatan ekonomi hijau dapat menghasilkan 24 juta lapangan pekerjaan baru di seluruh dunia pada 2030.
“Penelitian terkini menunjukkan bahwa transisi menuju ekonomi hijau dapat menghasilkan keuntungan ekonomi sebesar USD 26 triliun pada 2030, jauh lebih besar jika dibandingkan dengan skenario bisnis seperti biasa,” kata legislator asal Bali ini.
Oleh karena itu, Putu sebagai anggota parlemen harus berada di garis depan untuk terus mengarusutamakan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sambil terus memastikan tidak adanya trade-off antara kepentingan ekonomi, sosial dan lingkungan. Dengan dukungan dan kerja sama antar negara di kawasan Asia-Pasifik tentu sangat krusial, karena bisa memperkuat kerja sama di berbagai bidang untuk mempercepat transisi menuju ekonomi hijau.
“Kita semua sadar bahwa tidak ada negara yang dapat mengupayakan keanekaragaman hayati dan transisi ekonomi hijau dengan kekuatan sendiri, tanpa bantuan negara lain. Kami menyadari pentingnya pendanaan yang memadai. Oleh karena itu, berbagai skema pembiayaan seperti Green Sukuk yaitu obligasi syariah yang berkontribusi pada proyek-proyek pelestarian lingkungan telah dijalankan,” paparnya.
Putu menambahkan, Indonesia baru saja mengeluarkan dokumen Enhanced NDC (ENDC). Dalam dokumen tersebut, Indonesia telah meningkatkan pengurangan emisi karbon dari 29 persen menjadi 31,89 persen dengan kapasitas sendiri dan dari 41 persen menjadi 43,20 persen dengan dukungan internasional.
“Target ini selanjutnya dapat mempercepat upaya menuju pencapaian net-zero emission pada tahun 2060 atau lebih cepat,” ujar Putu yang juga menjadi Chair pada Grup Sub-Regional Asia Tenggara pada pertemuan tersebut.
Oleh karena itu, Putu membeberkan berbagai pengalaman beberapa progres Indonesia. Pertama, kata dia, Indonesia telah berusaha mempercepat penggunaan kendaraan listrik serta penambahan pembangunan stasiun pengisian baterei kendaraan listrik. Indonesia berkomitmen menerapkan Net-Sink Forestry and Other Land Uses (FOLU-Net sink) pada 2030, di mana tingkat penyerapan emisi dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan akan sama atau lebih tinggi dari tingkat emisi yang dikeluarkan.
Selain itu, kata Putu, Indonesia juga menargetkan untuk menyelesaikan uji coba B40 pada Desember 2022 yaitu berupa campuran 40% biodiesel berbasis minyak sawit dan 60% solar yang merupakan program upgrade dari B30 yang telah diterapkan di dalam negeri RI. “Sebagai negara dengan salah satu kawasan mangrove terbesar di dunia, Indonesia telah memulai rehabilitasi hutan mangrove untuk memulihkan 600.000 hektare lahan mangrove hingga tahun 2024,” pungkasnya.
Hal tersebut diungkapkannya pada Sidang Utama Tahunan Forum Parlemen Asia-Pasifik ke-30 (APPF) di Bangkok Thailand. Menurut Putu, hal ini telah menjadi salah satu pendorong utama rusak dan hilangnya keanekaragaman hayati, serta membahayakan lingkungan masyarakat.
“Untuk tujuan ini, mengubah perilaku ekonomi kita dari ekonomi berbasis eksploitasi menuju ekonomi hijau berkelanjutan bisa menjadi strategi yang patut diperjuangkan,” kata Putu melalui keterangannya, Kamis (3/11/2022).
Politikus Partai Demokrat menilai, hal ini memberikan strategi penting untuk mengendalikan dampak perubahan iklim serta melindungi keanekaragaman hayati, dan pada saat yang sama membuka peluang bagi pengembangan sosial dan ekonomi. Karena, Organisasi Buruh Internasional atau ILO memperkirakan bahwa pendekatan ekonomi hijau dapat menghasilkan 24 juta lapangan pekerjaan baru di seluruh dunia pada 2030.
“Penelitian terkini menunjukkan bahwa transisi menuju ekonomi hijau dapat menghasilkan keuntungan ekonomi sebesar USD 26 triliun pada 2030, jauh lebih besar jika dibandingkan dengan skenario bisnis seperti biasa,” kata legislator asal Bali ini.
Oleh karena itu, Putu sebagai anggota parlemen harus berada di garis depan untuk terus mengarusutamakan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim sambil terus memastikan tidak adanya trade-off antara kepentingan ekonomi, sosial dan lingkungan. Dengan dukungan dan kerja sama antar negara di kawasan Asia-Pasifik tentu sangat krusial, karena bisa memperkuat kerja sama di berbagai bidang untuk mempercepat transisi menuju ekonomi hijau.
“Kita semua sadar bahwa tidak ada negara yang dapat mengupayakan keanekaragaman hayati dan transisi ekonomi hijau dengan kekuatan sendiri, tanpa bantuan negara lain. Kami menyadari pentingnya pendanaan yang memadai. Oleh karena itu, berbagai skema pembiayaan seperti Green Sukuk yaitu obligasi syariah yang berkontribusi pada proyek-proyek pelestarian lingkungan telah dijalankan,” paparnya.
Putu menambahkan, Indonesia baru saja mengeluarkan dokumen Enhanced NDC (ENDC). Dalam dokumen tersebut, Indonesia telah meningkatkan pengurangan emisi karbon dari 29 persen menjadi 31,89 persen dengan kapasitas sendiri dan dari 41 persen menjadi 43,20 persen dengan dukungan internasional.
“Target ini selanjutnya dapat mempercepat upaya menuju pencapaian net-zero emission pada tahun 2060 atau lebih cepat,” ujar Putu yang juga menjadi Chair pada Grup Sub-Regional Asia Tenggara pada pertemuan tersebut.
Oleh karena itu, Putu membeberkan berbagai pengalaman beberapa progres Indonesia. Pertama, kata dia, Indonesia telah berusaha mempercepat penggunaan kendaraan listrik serta penambahan pembangunan stasiun pengisian baterei kendaraan listrik. Indonesia berkomitmen menerapkan Net-Sink Forestry and Other Land Uses (FOLU-Net sink) pada 2030, di mana tingkat penyerapan emisi dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan akan sama atau lebih tinggi dari tingkat emisi yang dikeluarkan.
Selain itu, kata Putu, Indonesia juga menargetkan untuk menyelesaikan uji coba B40 pada Desember 2022 yaitu berupa campuran 40% biodiesel berbasis minyak sawit dan 60% solar yang merupakan program upgrade dari B30 yang telah diterapkan di dalam negeri RI. “Sebagai negara dengan salah satu kawasan mangrove terbesar di dunia, Indonesia telah memulai rehabilitasi hutan mangrove untuk memulihkan 600.000 hektare lahan mangrove hingga tahun 2024,” pungkasnya.
(rca)