Jalankan UU TNI dan TAP MPR, Pemerintah Diminta Lakukan Reformasi Peradilan Militer

Kamis, 03 November 2022 - 15:55 WIB
loading...
Jalankan UU TNI dan...
Pemerintah dan DPR diminta melakukan reformasi peradilan militer sesuai amanat UU TNI dan TAP MPR Nomor 6 dan 7 Tahun 2000. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Sejumlah kasus kekerasan dan kriminal dilakukan oknum prajurit TNI seperti aksi pencurian, mutilasi hingga penganiayaan tiga anak di Keerom Papua, menjadi isyarat kuat perlunya penanganan khusus.

Pengamat militer yang juga Direktur Imparsial Al Arafmengatakan, kondisi ini mendorong perlunya pembenahan mendalam di institusi militer guna mencegah hal ini kembali terjadi di kemudian hari.

"Otoritas sipil sejatinya harus membuat ruang mekenisme penghukuman yang berkeadilan untuk korban sehingga segala kejahatan yang dilakukan oknum TNI dapat diadili dalam mekanisme peradilan yang adil," ujarnya, Kamis (3/11/2022).

Baca Juga: Imparsial sepakat UU Peradilan Militer direvisi

Untuk kepentingan itu maka presiden dan DPR harus melakukan reformasi peradilan militer dengan revisi terhadap UU No 31/1997 tentang peradilan militer.

"Sepanjang belum diubah, maka peradilan militer akan menjadi wadah impunitas bagi oknum anggota TNI yang melanggar. Dengan demikian, tidak akan ada efek jera bagi anggota yang melanggar karena mereka akan mendapatkan hukuman ringan bahkan bebas kalau melakukan tindakan melanggar hukum," katanya.

Baca Juga: Pemerintah Didesak Mereformasi Peradilan Militer

Di masa mendatang, kata Al Araf, militer harus tunduk pada mekanisme peradilan umum jika melakukan kejahatan pidana. Mekanisme peradilan umum akan menunjukkan prinsip persamaan di hadapan hukum, yang mana dalam konstitusi mengharuskan semua warga negara tunduk dalam peradilan umum jika melakukan tindak pidana umum.

"Seperti kasus Ferdy Sambo, polisi saja harus tunduk pada peradilan umum dan disidangkan. Jadi selama di TNI masih ada peradilan militer akan susah," imbuhnya.

Salah satu solusi yang seharusnya dijalankan adalah revisi UU No 31. Hal ini jelas melibatkan DPR sebagai pihak yang paling berkompeten. "Harus diingat, reformasi peradilan militer adalah mandat TAP MPR No 6 dan 7/2000 dan mandat UU TNI sendiri, jadi DPR wajib menjalankanya,"tegasAlAraf.

Senada, lembaga Komisi Untuk Orang Hilang dan Kekerasan (Kontras) melihat budaya kekerasan di tubuh institusi militer tak kunjung usai.

Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti menyebut, hasil pemantauan Kontras menemukan, ada 61 peristiwa kekerasan yang melibatkan anggota TNI. Dan angka tersebut tak menggambarkan peristiwa kekerasan secara keseluruhan.

"Tak jarang kasus-kasus kekerasan yang melibatkan aparat TNI diselesaikan lewat jalur damai dan tidak terliput media nasional maupun lokal. Angka yang kami catat, tahun ini juga meningkat dari laporan tahunan sebelumnya yang menunjukan terdapat 54 peristiwa," ungkapnya.

Menurutnya, menguatnya peran militer untuk mengokupasi ruang sipil menjadi salah satu penanda Indonesia kembali ke jurang militerisme. Hal ini harus dijadikan sebagai masalah serius institusi, khususnya profesionalitas TNI dalam kerangka negara demokrasi.

"Begitupun dalam konteks militerisasi sipil, berbagai metode yang tak relevan harus dihentikan karena justru kontraproduktif terhadap agenda penguatan pertahanan," ucapnya.
(cip)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2117 seconds (0.1#10.140)