Kowani Desak RUU PPRT Segera Disahkan

Senin, 06 Juli 2020 - 11:10 WIB
loading...
Kowani Desak RUU PPRT Segera Disahkan
Ketua Kongres Wanita Indonesia (Kowani), Giwo Rubianto Wiyogo mendesak Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) segera disahkan. Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Belum adanya aturan resmi terkait Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT) memicu banyak ketidakadilan dan perilaku yang tak senonoh terhadap PRT. Untuk diketahui, Rapat Badan Legislatif (Baleg) DPR pada Rabu (1/7) sendiri sudah menetapkan Draft RUU Perlindungan PRT (PPRT) diajukan sebagai RUU Inisiatif DPR ke Rapat Paripurna DPR Akhir Masa Sidang di pertengahan Juli 2020.

Sejumlah pihak seperti Kowani, Komnas Perempuan, Koalisi Perempuan Indonesia, JALA PRTdan Aliansi Stop Kekerasandi Dunia Kerja kini coba mengawal agar RUU PPRT ini disahkan sebagai RUU Inisiatif DPR.

"Kami mengapreasi langkah maju DPR melalui Baleg DPR dan Tim Panja RUU PPRT sebagai bagian sejarah dalam perlindungan PRT yang mayoritas adalah perempuan," ujar Ketua Kongres Wanita Indonesia (Kowani), Giwo Rubianto Wiyogo saat berbicara dalam Konfrensi Pers RUU PPRT Jelang Rapat Paripurna DPR via Zoom Meeting di Jakarta, Minggu (5/7/2020).

Dikatakannya, belum adanya regulasi, peraturan dan perundang-undangan resmi ini memicu banyak terjadinya ketidakadilan dan perilaku yang tidak senonoh dan tak pantas terhadap PRT baik secara individual (insidentil) maupun secara komunal (terstruktur).

Jika nanti disahkan, UU PPRT akan melindungi hak asasi agar rasa keadilan sosial nyata dan terbukti. Pekerja rumah tangga, lanjut dia, tidak boleh ditinggalkan dalam pembangunan sumber daya manusia.

"Kita menuntut adanya perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia di luar negeri dan tentunya kita juga harus menuntut perlindungan PRT di dalam negeri. Para pekerja asing yang tinggal di Indonesia, sudah dilindungi oleh aturan-aturan dan perundang-undangan, tapi bagaimana dengan PRT kita yang kerja di negara sendiri tapi belum dilindungi UU," terang Giwo.

Ditambahkannya, Indonesia perlu mencapai tujuan SDGs, perlakuan yang adil dan seimbang dalam gender dan harus masuk dalam target SDGs. Kemudian, persamaan hak dan kesempatan kerja disemua sektor dan bidang tanpa diskriminasi.

RUU PPRT ini, imbuh Giwo juga merupakan wujud dan implementasi dari Pancasila. Para PRT wajib mendapatkan perlakuan yang layak dan manusiawi.

"Ada ruang khusus di setiap relung hati kita yaitu penghormatan yang layak dan tulus, bagaimanapun juga PRT juga merupakan Ibu Bangsa, sebagai perempuan yang mana kita selalu memuliakan perempuan baik itu di agama, baik itu di bangsa, di negara dan dunia sekalipun," tandasnya.

Giwo pun mendesak RUU PPRT segera disahkan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. "Tidak bisa ditunda lagi. RUU PPRT sudah terkatung-katung sejak 16 tahun yang lalu," tegas mantan Ketua KPAI ini.

Untuk diketahui, jumlah PRT di tanah air mencapai 4,2 juta. 84 persennya adalah perempuan dan 14 persen dari jumlah perempuan tersebut merupakan anak di bawah 18 tahun.

Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir dari Januari 2018 sampai dengan April 2020, tercatat 1.458 kasus kekerasan PRT yang bisa dilaporkan dengan berbagai bentuk kekerasan, dari psikis, fisik, ekonomi dan seksual serta pelecehan terhadap profesinya. Kasus kekerasan tersebut termasuk pengaduan upah tidak dibayar, PHK menjelang Hari Raya dan THR yang tidak dibayar.

Menurut Survei Jaminan Sosial JALA PRT pada 2019 terhadap 4.296 PRT yang diorganisir di enam kota, 89 persen PRT tidak mendapatkan jaminan kesehatan atau menjadi peserta JKN KIS. Mayoritas PRT membayar pengobatan sendiri apabila sakit termasuk dengan cara berhutang, termasuk berhutang ke majikan dan kemudian dipotong gaji.
(kri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1311 seconds (0.1#10.140)