Tak Direstui Ayah Masuk TNI, Luhut Akui Hidupnya Selalu Menderita selama Jadi Tentara
loading...
A
A
A
Keinginan kuat Luhut untuk berkarier di militer, selain karena kedatangan prajurit RPKAD di Pekanbaru juga karena adanya pengaruh dari kehidupan ayahnya Bonar Pandjaitan yang sebelumnya pernah menjadi seorang tentara pejuang sebelum kemerdekaan. Namun, Bonar Pandjaitan memilih pensiun dini sebagai bentuk protes atas penurunan pangkatnya.
Akibat kebijakan rasionalisasi oleh pemerintah pusat, pascakemerdekaan 17 Agustus 1945, pangkat Bonar Pandjaitan diturunkan dari Letnan menjadi Pembantu Letnan Satu (Peltu). “Tentu saja Bapak tidak terima karena menurut Bapak, dirinya sudah melakukan banyak hal saat Revolusi. Akibatnya, Bapak kemudian mengundurkan diri sebagai Tentara Republik Indonesia. Padahal, saat keluar dari dinas tentara, Bapak tidak memiliki pekerjaan,” kenang Luhut.
Setelah tamat dari SMP, anak sulung dari lima bersaudara ini kemudian melanjutkan pendidikannya di SMA Kristen 1 Penabur di daerah Bandung, Jawa Barat. Ketika itu, pamannya menyarankan agar Luhut masuk Akademi Militer Nasional (AMN) kini bernama Akademi Militer (Akmil) jika ingin menjadi seorang tentara. Lulus dari SMA, Luhut kemudian mendaftar di Akmil dengan tujuan agar diterima menjadi anggota RPKAD.
Kerja keras Luhut membuahkan hasil, dia diterima di Akmil pada 1967. Sayangnya, masuknya Luhut di Akmil tidak sesuai dengan cita-cita ayahnya. ”Karena bagi orang Batak saat itu, jika ingin melanjutkan sekolah ke jenjang universitas hanya ada satu lembaga pendidikan tinggi yang mereka akui yakni, ITB (Institut Teknologi Bandung). Di luar itu dianggap tidak bersekolah,” ucap Luhut.
Kartini Pandjaitan mengakui, jika ayahnya sangat menginginkan Luhut menjadi seorang dokter atau insinyur dan bukan menjadi tentara. “Padahal, Bapak ingin sekali Bang Luhut menjadi insinyur atau dokter,” tutur Kartini.
Meski tidak sesuai keinginan ayahnya, Luhut tetap bersikeras untuk terjun ke dunia militer. Dari situlah Luhut mulai merasakan penderitaan. Bahkan Luhut mengakui, sejak di Akmil hingga menjadi tentara dia merasa hidupnya terus menderita. Hal inilah yang kelak menjadi alasan kuat Luhut tidak mengizinkan anaknya menjadi seorang tentara. Sebab, Luhut tak ingin melihat anaknya mengalami kesusahan seperti yang dialaminya saat menjadi tentara.
Kekecewaan itu muncul lantaran seberapa pun keras Luhut bekerja dan seberapa hebat pun dia berprestasi namun Luhut tidak pernah mencapai puncak karier di lingkungan TNI. Tidak pernah menjadi Kasdam, tidak pernah menjadi Pangdam, Danjen Kopassus, tidak juga menjadi KSAD. Apalagi menjadi Panglima TNI.
Padahal Luhut yakin dan merasa memiliki kualifikasi, persyaratan, jasa, penghargaan dan prestasi serta jenjang kepangkatan untuk bisa menduduki semua tingkatan dan jabatan itu. “Tapi inilah hidup, kita tidak pernah tahu apa yang digariskan oleh Alam untuk kita,” ucap pria yang kini menjabat sebagai Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves).
Anak Emas Benny Moerdani
Meski dikenal cerdas dan berprestasi, sayangnya karier militer Luhut tidak cukup cemerlang. Hal itu lantaran Luhut dianggap sebagai anak emas Panglima ABRI (Pangab) yang kala itu dijabat Jenderal TNI Leonardus Benjamin Moerdani atau dikenal dengan sebutan Benny Moerdani.
Akibat kebijakan rasionalisasi oleh pemerintah pusat, pascakemerdekaan 17 Agustus 1945, pangkat Bonar Pandjaitan diturunkan dari Letnan menjadi Pembantu Letnan Satu (Peltu). “Tentu saja Bapak tidak terima karena menurut Bapak, dirinya sudah melakukan banyak hal saat Revolusi. Akibatnya, Bapak kemudian mengundurkan diri sebagai Tentara Republik Indonesia. Padahal, saat keluar dari dinas tentara, Bapak tidak memiliki pekerjaan,” kenang Luhut.
Setelah tamat dari SMP, anak sulung dari lima bersaudara ini kemudian melanjutkan pendidikannya di SMA Kristen 1 Penabur di daerah Bandung, Jawa Barat. Ketika itu, pamannya menyarankan agar Luhut masuk Akademi Militer Nasional (AMN) kini bernama Akademi Militer (Akmil) jika ingin menjadi seorang tentara. Lulus dari SMA, Luhut kemudian mendaftar di Akmil dengan tujuan agar diterima menjadi anggota RPKAD.
Kerja keras Luhut membuahkan hasil, dia diterima di Akmil pada 1967. Sayangnya, masuknya Luhut di Akmil tidak sesuai dengan cita-cita ayahnya. ”Karena bagi orang Batak saat itu, jika ingin melanjutkan sekolah ke jenjang universitas hanya ada satu lembaga pendidikan tinggi yang mereka akui yakni, ITB (Institut Teknologi Bandung). Di luar itu dianggap tidak bersekolah,” ucap Luhut.
Kartini Pandjaitan mengakui, jika ayahnya sangat menginginkan Luhut menjadi seorang dokter atau insinyur dan bukan menjadi tentara. “Padahal, Bapak ingin sekali Bang Luhut menjadi insinyur atau dokter,” tutur Kartini.
Meski tidak sesuai keinginan ayahnya, Luhut tetap bersikeras untuk terjun ke dunia militer. Dari situlah Luhut mulai merasakan penderitaan. Bahkan Luhut mengakui, sejak di Akmil hingga menjadi tentara dia merasa hidupnya terus menderita. Hal inilah yang kelak menjadi alasan kuat Luhut tidak mengizinkan anaknya menjadi seorang tentara. Sebab, Luhut tak ingin melihat anaknya mengalami kesusahan seperti yang dialaminya saat menjadi tentara.
Kekecewaan itu muncul lantaran seberapa pun keras Luhut bekerja dan seberapa hebat pun dia berprestasi namun Luhut tidak pernah mencapai puncak karier di lingkungan TNI. Tidak pernah menjadi Kasdam, tidak pernah menjadi Pangdam, Danjen Kopassus, tidak juga menjadi KSAD. Apalagi menjadi Panglima TNI.
Padahal Luhut yakin dan merasa memiliki kualifikasi, persyaratan, jasa, penghargaan dan prestasi serta jenjang kepangkatan untuk bisa menduduki semua tingkatan dan jabatan itu. “Tapi inilah hidup, kita tidak pernah tahu apa yang digariskan oleh Alam untuk kita,” ucap pria yang kini menjabat sebagai Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves).
Anak Emas Benny Moerdani
Meski dikenal cerdas dan berprestasi, sayangnya karier militer Luhut tidak cukup cemerlang. Hal itu lantaran Luhut dianggap sebagai anak emas Panglima ABRI (Pangab) yang kala itu dijabat Jenderal TNI Leonardus Benjamin Moerdani atau dikenal dengan sebutan Benny Moerdani.